"Saya katakan kinerja DPD baik secara institusi maupun para anggotanya semakin tidak karuan. Terlebih disaat daerah dan masyarakat berteriak karena hilangnya BBM di pasar dan melambungnya harga sembilan bahan pokok," kata Margarito Khamis, kepada JPNN, di Jakarta, Selasa (13/3).
Kalau DPD akan begini-begini terus, lanjut Margarito wajar bila DPR meragukan kinerja mereka sebagai representasi masyarakat dan daerah.
Dikatakannya, jangankan memberikan kinerja yang terbaik terhadap masyarakat dan daerah, untuk menjaga keseimbangan antara anggaran yang diberikan oleh negara dengan produktifitas kerja para anggota DPD saja sulit bagi kita untuk mengukurnya, ujar dosen Universitas Khairun Ternate itu.
Selain itu, dia juga mengkritisi keranjingan para anggota dan pimpinan DPD yang menggunakan kata senator untuk menjaga gengsi mereka di parlemen Indonesia.
"Belum pantas anggota dan pimpinan DPD menggunakan konsep senator karena keberadaan dan eksistensi DPD itu sendiri dari awal memang tidak jelas. Dibilang parlemen kita bikameral, nggak juga. Diposisikan sebagai check and balanced juga tidak kelihatan karena tak bernyali mengkritisi DPR. Apalagi menyuarakan aspirasi masyarakat dan daerah, itu semakin kabur," imbuhnya.
Demikian juga halnya terhadap tumpulnya sensitifitas para anggota DPD terhadap berbagai konflik di daerah yang bersumber dari sengketa lahan milik masyarakat yang diklaim oleh perusahaan sebagai asetnya.
"Barangkali DPD berpandangan bahwa negeri ini aman-aman saja. Padahal banyak masalah yang semestinya mereka suarakan di Senayan. Tapi itu tidak mereka lakukan dengan alasan keterbatasan wewenang," tegas Margarito Khamis. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Partai Besar Dituding Berupaya Gusur Partai Menengah di DPR
Redaktur : Tim Redaksi