Kirim MLA untuk Pulangkan Djoko Tjandra

Jumat, 20 Juli 2012 – 13:01 WIB
JAKARTA - Kementerian Hukum dan HAM (KemenkumHAM) mulai geram dengan lambatnya pemulangan buron kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra dari Papua New Guinea (PNG). Merasa permintaan ekstradisi yang dilayangkan Kejagung bakal memakan proses panjang, kemarin MenkumHAM mencoba jalan baru. Yakni, menggunakan kesepahaman Mutual Legal ssistance (MLA).

Ditemui di gedung MenkumHAM saat pembuatan zona integritas membangun sistem rekruitmen CPNS kemarin, dia mengatakan kalau MLA bisa jadi langkah yang logis. Sebab, prosesnya lebih cepat ketimbang cara ekstradisi. "Tentunya kita tidak bisa memaksa, tetapi MLA lebih cepat," ujarnya menkumham Amir Syamsuddin.

Sebab, menurutnya Indonesia dan PNG saat ini belum memiliki perjanjian ekstradisi. Jadi, memulangkan Djoko Tjandra dengan cara itu ke Tanah Air kemungkinan tidak bisa. Oleh sebab itu, dia memilih untuk mempertaruhkan hubungan baik antara Indonesia dan PNG sebagai pertimbangan.

"Tidak ada perjanjian ektradisi. Selain itu, sebagai negara berdaulat, mereka punya sistem hukum sendiri," imbuhnya. Disamping itu, menteri asal Partai Demokrat (PD) tersebut juga memastikan kalau surat MLA sudah dikirimkan. Artinya, saat ini sudah ada dua surat yang sudah dilayangkan ke pemerintah PNG. Yang pertama adalah Kejagung dengan permintaan ekstradisinya.
     
Seperti diberitakan sebelumnya, saat ini Kejagung dan Kemenkumham sibuk berupaya memulangkan Djoko tjandra. Sebab, Djoko yang harusnya dipenjara selama dua tahun, denda Rp 15 juta, dan merelakan uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546,166,116,639 dirampas negara malah kabur ke PNG.

Tidak hanya itu, dosa Djoko bertambah karena dia lantas mengajukan permohonan untuk menjadi warga negara PNG. Kabarnya, permohonan itu sudah dikabulkan pemerintah PNG sejak Juni. Sehingga, saat ini buronan kelahiran 27 Agustus 1950 itu tidak lagi berpaspor Indonesia.

Sedangkan perjanjian MLA sudah terjalin antara Indonesia dengan beberapa negara Asean lainnya. Perjanjian itu muncul untuk mengatasi maraknya kejahatan transnasional terorganisasi, seperti narkotika, psikotropika, hingga pencucian uang. "Itu sudah jadi kewajiban negara yang memiliki MLA dengan Indonesia untuk saling bantu," imbuhnya.

Sayang, setelah dua minggu surat tersebut dikirim, Amir mengaku belum juga mendapat respon. Apakah PNG cuek terhadap Indonesia" dia tidak tahu pasti. Amir Syamsuddin hanya menjawab kalau negara yang satu pulau dengan Papua itu memiliki kedaulatan yang tidak bisa diganggu gugat.

Begitu juga dengan sistem hukumnya. Oleh sebab itu, dia mengaku tak akan mengintervensi negara tersebut agar segera memulangkan Djoko Tjandra. Pihaknya bakal mengikuti aturan main sambil berharap agar MLA dikabulkan oleh pemerintah PNG. "Sistem hukum negara lain tidak bisa diintervensi, harapan kita ingin menjaga hubungan baik," tandasnya. (dim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemudik Motor Disiapkan Kapal Gratis

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler