jpnn.com - Meski tidak ada darah seniman di keluarganya, tapi Ellya Evy Tyaswati (Ellya) mampu menunjukkan kemampuannya di dunia seni peran. Hampir setiap tahun dia meraih penghargaan nominator aktris terbaik se-Jatim.
Ditemui di kantor lembaga bimbingan belajar (LBB) Ganesha Operation, Jalan WR Supratman, Ellya beraktivitas seperti biasanya. Mengenakan hem lengan panjang layaknya seorang guru, dia mengajar para bocah yang duduk di depannya. Pagi harinya, dia bertugas jadi marketing.
BACA JUGA: Marsha Timothy Lagi Senang, Ini Penyebabnya...
Sekilas, tidak terlihat bakatnya di dunia teater. Tapi gadis berusia 26 tahun itu langganan meraih nominasi aktris terbaik se-Jatim. Di ajang festival Fragmen Budi Pekerti yang digelar dinas kebudayaan dan pariwisata (Disbudpar) Jatim misalnya, tiga kali berturut-turut masuk nominasi terbaik. Yakni tahun 2006, 2007 dan 2008.
Demikian juga di ajang festival ludruk remaja, juga tiga kali berturut-turut jadi nominator aktris teater terbaik. Yakni tahun 2007, 2008 dan 2009. Bagi Ellya yang tidak punya garis keturunan seniman di keluarganya, penghargaan itu sudah membuatnya bangga.
BACA JUGA: Gara-gara Kasus Mirna, Artis-artis Ini Lebih Waspada Pesan Minuman
Maklum, di Jatim ada ratusan pemain teater. Tapi yang masuk nominasi aktris terbaik hanya tiga seniman. Tidak ada istilah juara. Sang juaranya adalah nominator. Dengan demikian, ketiga pemain teater yang masuk nominasi itulah juaranya.
“Di fragmen Budi Pekerti tahun 2006 lalu, saya berperan sebagai preman overdosis,” kata Ellya seperti dilansir Radar Malang (Grup JPNN), kemarin (28/1).
BACA JUGA: Di Lokasi Syuting, Rizky Nazar Dekat dengan Dua Anak Kecil Ini
Ketertarikannya pada dunia teater berawal dari kewajibannya memenuhi tugas sekolah.
Ellya yang kala itu mengambil jurusan bahasa berhasil menarik perhatian gurunya. Dari penampilannya itu, pihak sekolah mendaftarkan namanya untuk ikt casting aktris Festival Fragmen Budi Pekerti.
Dari sini Ellya bertemu Fuad, sutradara teater yang juga Ketua Sanggar Teater Alit. Dari pria ini alumnus SMAN 2 Batu ini bermain ludruk dan bisa mengembangkan bakatnya.
Hampir di setiap pementasan, dia berperan sebagai preman. Pertimbangan sutradara memberikan peran preman padanya karena dianggap cocok. “Kata orang saya punya jiwa disitu (preman). Terserah penilaian orang seperti apa,” kata dara kelahiran 11 Februari 1990 itu.
Pementasan yang paling dia kenang kala itu bertajuk ‘ Reportoar’ tahun 2006. Pertunjukan kolosal tersebut digelar di sepanjang trotoar Jl. Panglima Sudirman. Ceritanya saling berkesinambungan tanpa ada dialog.
Kala itu dia mengaku tidak mengerti benar maksud dari gerakan yang dilakukan. “Waktu itu masih baru di teater. Ternyata langsung pementasan besar dan megah. Jadi belum terlalu nyambung,” beber Alumnus Universitas Negeri Malang (UM) ini.
Usai bertahun-tahun sering bermain menjadi preman, tahun 2009 Ellya memutuskan memakai jilbab. Setelah memakai jilbab, sutradara lebih sering memberikan peran yang lebih kalem. Salah satunya menjadi anak kos yang ditaksir preman. Dari peran preman yang kasar, Ellya berubah membawakan peran sedih.
“Saya bisa menangis tersedu-sedu sampai keluar ingus,” kata Ellya sembari tertawa ngakak.
Dalam membawakan peran, Ellya menyisipkan improvisasi. “Waktu itu ada adegan merokok. Karena berkali-kali saya nyalakan rokok tapi selalu mati, kontak saya lempar,” kata dia.
Menurutnya, improvisasi itulah yang membuatnya masuk nominasi. “Reflex saja sih. Kebetulan rokoknya tidak hidup-hidup saat di panggung,” kata dia.
Selain improvisasi, Ellya juga serius mendalami perannya. Tentu saja, dia harus belajar pada preman sesungguhnya. Bukan bertanya langsung, tapi menyelami kehidupannya. Dipilihlah anak punk sebagai objeknya.
Selama satu minggu, dia berkumpul dengan anak-anak punk di perempatan jalan Panglima Sudirman. Dia mengamati sekaligus menganalisis semua ulah anak punk. Mulai dari kebiasaannya yang tidak pernah mandi, mengenakan pakaian kumal dan identik warna hitam, daun telingga di tindik dan beragam karakter anak punk lainnya.
Bahkan, Ellya juga merapkannya. Saat bersama anak punk, dia mencoba tidak mandi selama tiga hari. Dia ingin tahu bagaimana rasanya tidak mandi selama satu minggu.
“Sebenarnya saya tidak nyaman. Tapi ini demi mendalami peran,” kata perempuan asal Kelurahan Sisir itu.(Dedik Suharmanto/dan/fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penyanyi Dangdut Juga Komentari Kasus Mirna, Katanya...
Redaktur : Tim Redaksi