jpnn.com - Andini, gadis belia usia 14 tahun, harus berperan ganda. Selain menjadi kakak, dia juga harus menjadi ibu sekaligus ayah untuk kedua adik balitanya. Bagaimana ceritanya?
Virda Elisya, Pekanbaru
BACA JUGA: Gandeng Empat Tunanetra, Andini Bentuk Catur Band
Sebuah terpal biru yang ditopang bambu berdiri kokoh di depan rumah kayu berukuran 5x5 meter persegi, tepatnya di Dusun Telayap, Desa Pangakalan Tampoi, Kecamatan Kerumutan, Pelalawan, Riau, Sabtu (13/1).
Di bawah tenda itu, sengaja digelar tikar plastik sebagai alas untuk tempat duduk agar pakaian tak kotor terkena tanah dan pasir.
Waktu itu menunjukkan pukul 15.30 WIB. Ada puluhan warga tengah duduk di bawah tenda. Mereka datang ke sana untuk membantu atau sekadar memberikan semangat kepada Andini, si gadis tangguh yang harus berjuang merawat dan membesarkan kedua adik kecilnya, seorang diri.
Andini yang mengenakan jilbab hitam, berada di tengah kerumunan ibu-ibu. Senyum manis tampak terpancar di wajahnya saat JawaPos.com menyapanya. Di sampingnya, ada seorang gadis kecil yang mengenakan gaun putih, dengan rambut dikepang dua.
Ya, si kecil itu adik pertama Andini bernama Purwanti. Sedangkan si bungsu yang masih bayi, Duratul atau dipanggil Ratu sedang digendong oleh neneknya, Reini, 45.
Setibanya di sana, nenek Andini mempersilakan JawaPos.com masuk ke rumah yang lantainya juga terbuat dari papan. Sedangkan Ratu dipindahkan ke tangan Andini.
"Masuklah. Di dalam rumah sajo (saja)," ucap Reini. Tak ada ruang-ruang seperti kamar tidur, dapur, maupun kamar mandi di rumah itu. Hanya ada sebuah sekatan kecil, yang diisi tumpukan pakaian, kasur, serta bantuan sembako seperti beras, mi instan, susu, dan lainnya.
Untuk tempat memasaknya, juga terhubung langsung dengan ruang tengah. Ada kompor, gas 3 kilogram, rak piring, dan peralatan masak seadanya.
"Dulu rumahnya cuma yang ini aja (menunjuk ruang tengah berukuran sekitar 3x3 meter). Tapi sekitar sebulan yang lalu, baru ditambah ke belakang (sekitar 2 meter ke belakang). Dibuatkan orang. Di sinilah buat dapur. Listrik dan kamar mandi (di belakang rumah) juga baru sebulan lalu dibuat," sebut Reini.
Di rumah inilah Andini beserta almarhum ibunya, Ijaz, dan kedua adiknya tinggal. Ibu Andini meninggal dunia di usia 40 tahun, Jumat (4/1) pekan lalu.
Saat tengah berbincang, Ratu yang berada di tangan Andini seketika menangis. Andini berdiri sambil menggendong dan mencoba mendiamkan adiknya itu. Kedua tangannya tampak kokoh, tak gemetar sedikitpun. Sebab, Andini sudah terbiasa melakukannya.
Ratu tak juga diam. Selanjutnya, dengan sigap Andini langsung memasukkan adiknya itu ke ayunan yang terbuat dari kain sarung warna ungu. Ayunan itu dikaitkan pada sebuah besi di dalam rumah, tepatnya di depan jendela.
Ratu sudah di ayunan. Andini pun langsung memasukkan dot botol susunya. Tujuannya, agar Ratu tertidur. Sambil menarik pelan kain sarung itu, Andini bercerita kalau peran sebagai ibu, sudah dilakoninya sejak perempuan yang melahirkannya itu menderita sakit Tuberculosis (TBC). Tepatnya setahun yang lalu.
Sebelum mengurus keluarganya, Andini pernah bersekolah. Ia duduk di kelas VII SMP Negeri 3 Kerumutan. Saat menimba ilmu, ia tinggal terpisah dari ibunya. Andini tinggal di rumah saudara karena jarak sekolah yang jauh dari rumah. "Harusnya sekarang naik kelas 2 SMP," sebutnya.
Ditambah pula ibunya menikah lagi dengan Mansur. Ayah dari Purwanti dan Ratu. "Ayah kandung Andini (bernama Barwis) pergi tinggalin kami, dia nikah lagi. Kalau ayah Purwanti dan Ratu udah cerai dari ibu setahun yang lalu. Tapi sesekali ada juga datang ke sini ngasih uang sedikit," ungkapnya.
Sejak saat itu, Andini memilih untuk kembali ke rumah ibunya dan mengurus semuanya. Peran ayah pun juga dilakukannya. Andini bahkan sempat bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah tetangganya. "Udah berhenti 3 bulan lalu. Digaji Rp 500 ribu sebulan. Pergi jam 8 pulang jam 10," kata dia.
Setelah pulang mencari nafkah. Andini langsung mengurus ibunya yang sakit dan kedua adiknya. Jika anak seusianya bermain dengan teman setelah pulang sekolah, Andini harus mengurus urusan rumah tangga. "Masak juga pandai. Kalau di sini biasanya beli bahan untuk masak ada orang jualan yang lewat," tuturnya.
Kisah perjuangan Andini ini akhirnya viral setelah ibunya meninggal, lalu diberitakan media massa setempat. Bahkan, dikabarkan Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti ingin membawa Andini ke kampung halamannya.
Meski begitu, Andini langsung menolaknya. "Nggak mau. Maunya di sini aja. Maunya di kampung aja, nggak mau ke mana-mana," katanya.
Bahkan, saat ditanyakan apakah Andini ingin kembali bersekolah, dia tampak bimbang. Jawabannya menggantung.
"Entah. Nggak tahu," kata Andini singkat. Ia hanya tertunduk diam. Tak dapat menjawab apa keinginan hatinya. ***
Redaktur & Reporter : Soetomo