jpnn.com - SEMARANG - Guru honorer di Semarang bernama Ayu Setiowati (45) langsung bersiap ke Pesta Rakyat Terima Kasih Jawa Tengah, begitu dia merampungkan tugasnya mengajar pada Selasa (5/9) lalu.
Tak ada yang memintanya datang pada acara perpisahan Ganjar Pranowo yang purnatugas sebagai Gubernur Jateng setelah sepuluh tahun.
BACA JUGA: Inilah Jawaban Sekjen PDIP soal Isu Demokrat Merapat Dukung Ganjar
Ayu datang secara mandiri. Tak ada yang mengoordinasi agar dia datang. Ayu datang semata karena kecintaannya kepada Ganjar.
Dia mengidolakan politikus berambut putih itu. Buat Ayu, Ganjar Pranowo pemimpin yang mau berjuang demi kesejahteraan para guru honorer.
BACA JUGA: Punya Tempat di Hati Rakyat Jadi Modal Sosial Ganjar Pranowo Hadapi Pilpres 2024
“Pak Ganjar merupakan pemimpin yang baik, selama sepuluh tahun menjabat banyak perubahan positif,” katanya.
Ayu mengatakan Ganjar tak menyerah mengupayakan peningkatan kesejahteraan guru honorer.
BACA JUGA: Kebijakan MenPAN-RB Ini Menyelamatkan Banyak Honorer K2, Berlinang Air MataÂ
Gaji guru honorer yang semula hanya ratusan ribu rupiah, kini mencapai jutaan rupiah. Gaji guru honorer minimal setara UMK.
“Saya sebagai pengajar merasakan betul perjuangan beliau untuk kesejahteraan guru," ujarnya.
Perhatian Ganjar untuk kesejahteraan guru honorer tak hanya dirasakan Ayu.
Guru honorer SLB Negeri Semarang, Gunawan Ardiyanto, juga merasakan perhatian Ganjar kepada dirinya dan keluarga.
Ceritanya, saat Gunawan sedang mengajar, Ganjar tiba-tiba mendatangi rumahnya di Kelurahan Mangunharjo, Tembalang, Kota Semarang. Di sana, Ganjar bertemu dengan orang tua Gunawan, pasangan suami istri Rupi’ah (65) dan Mahmudi (72).
Ganjar pun diterima hangat di rumah yang sangat sederhana tersebut.
“Owalah pak, ngimpi nopo kulo (mimpi apa saya). Matur nuwun pak,” ucap Rupi’ah sambil tak kuasa menahan air matanya.
Pasutri itu menangis sesegukan.
“Sampun mboten usah nangis. Niki griyane, kulo mlebet, njih (sudah jangan menangis. Ini rumahnya, saya masuk, ya),” kata Ganjar.
Begitu tiba, Ganjar pun langsung masuk ke rumah Gunawan didampingi Rupi’ah dan Mahmudi. Rumah yang ditempati Gunawan dan orang tuanya itu sangat sederhana. Atapnya berlubang, dinding retak. Memprihatinkan. Tak ada perabot mewah di rumah itu.
Ganjar berjalan sampai ke dapur. Saat menuju dapur, dia melintasi kamar tidur dengan kasur sederhana yang sudah tipis. Tumpukan baju berserakan di atasnya.
Di dapur kondisinya tak lebih baik. Bangunan bagian belakang rumah itu hampir roboh dan kondisinya berantakan.
“Mangkih dibantu nggih, Mbah, dibangun omahe (nanti dibantu, rumahnya dibangun). Kersane luwih nyaman (biar lebih nyaman). Niki kamare njenengan Mbah, lha kamare Mas Gunawan sing pundhi (ini kamarnya nenek? Lha kamarnya Gunawan yang mana?),” Ganjar bertanya.
"Menika, Pak. Ngapunten kamare kadhos meniko (maaf kondisinya seperti ini). Kasure atos pak (kasurnya keras pak). Pak mbok kulo ditumbaske kasur sing mentul-mentul (saya mau dibelikan kasur yang empuk),” Rupi’ah pun meminta.
Ganjar pun tertawa dengan permintaan sederhana Rupi’ah.
Suami Bu Siti Atikoh itu pun langsung mengiyakan permintaan perempuan yang sehari-hari bekerja di pasar itu.
Ganjar berjanji akan membelikan dua buah kasur.
Satu untuk Rupi’ah dan Mahmudi, satu lagi buat Gunawan.
“Mangke kulo tumbaske kasur sing mentul-mentul nggeh mbah. Kulo tumbaske kalih (nanti saya belikan kasur yang empuk ya mbah, saya belikan dua),” ujar Ganjar yang membuat Rupi’ah langsung menangis sambil memeluk Ganjar.
Ganjar Pranowo meminta lurah dan beberapa warga yang hadir di tempat itu bergotong royong merenovasi rumah Gunawan.
“Tolong dibantu, ya, pak, ajak warga gotong royong bantu memperbaiki rumah ini. Mpun kulo pamit nggih mbah, sehat-sehat nggih,” Ganjar pun pamit.
Rupi’ah tak menyangka mendapat kejutan seperti itu. Anak ketiganya, Gunawan, yang dia sekolahkan kini menjadi kebanggaan keluarga.
Berkat Gunawan, Rupi’ah mendapat rezeki, didatangi orang nomor satu di Jawa Tengah dan rumahnya diperbaiki.
Ketika Gunawan sampai di rumah sepulang mengajar, kedua orang tuanya langsung memeluknya.
Gunawan pun mendapat cerita dari keduanya, rumah mereka baru saja didatangi Ganjar. Ketiganya menangis bersama, berpelukan.
“Alhamdulillah senang banget. Terima kasih banyak, Pak Ganjar sudah membantu kami, sudah memberikan kesempatan untuk saya dan orang tua hidup lebih baik,” kata Gunawan.
Dia mengatakan bakal makin semangat untuk mengabdi kepada negara sebagai guru.
Kisah lain dialami oleh guru honorer dari Cilacap, yang mengadu kepada Ganjar melalui Twitter, bahwa sepatu anaknya rusak dan dia tak mampu membelikan.
Melihat laporan tersebut, Ganjar langsung menanyakan nama dan nomor telepon guru honorer tersebut.
"Saya tanya, 'Anda kalau beli sepatu harganya berapa?'" Ganjar bertanya saat menghubungi guru honorer itu.
"Seratus ribu, pak," jawab sang guru honorer.
"Kalau begitu saya kirim Rp150 ribu. Yang Rp 50 ribu buat sangu (uang saku-red) anaknya," tutur Ganjar.
Kisah masih berlanjut. Keesokan harinya, sepatu baru yang dibeli itu difoto dan diunggah di Twitter.
"Ditulis demikian, 'pak anak saya cium tangan saya dan sampaikan terima kasih."
"Saya berpesan, 'dek sekolahnya yang pintar, sayangi dan hormati orang tuamu serta cintai bangsa dan negaramu," pesan Ganjar kepada anak guru honorer tersebut.
Sejak pengelolaan SMA Negeri dan sederajat diambil alih provinsi pada 2017, gaji guru honorer untuk SMA/SMK Negeri dan SLB Negeri naik pesat.
Sebelumnya, rata-rata penghasilan mereka Rp 300 ribu per bulan. Pemprov Jawa Tengah kemudian menyesuaikannya dengan rata-rata nilai UMK yang diberi tambahan sesuai jenjang pendidikan sebesar 10 persen per orang.
Sejak 2021 hingga 2023, sebanyak 13.302 GTT SMA/SMK/SLB di Jateng baik negeri maupun swasta telah diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Kesejahteraan guru honorer terkerek cukup signifikan. (*/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Mufthia Ridwan