Pria itu adalah tentara pasukan komando Afghanistan di Kabul. Sang perempuan adalah asisten perawat di negara bagian Missouri di Amerika Serikat. Saat Taliban terus menguasai wilayah Afghanistan, mereka jatuh cinta.
Mereka pertama kali bertemu ketika tentara Afghanistan itu berada di Fort Benning, pangkalan militer Amerika Serikat di perbatasan negara bagian Georgia-Alabama.
BACA JUGA: Menlu Inggris Isyaratkan Siap Berkomunikasi dengan Taliban
Ketika itu musim gugur tahun 2012, dan perawat perempuan itu bersama anaknya yang masih remaja, yang ikut pelatihan di sana. Mereka terlibat dalam sebuah pembicaraan di kantin.
Berusia delapan belas tahun lebih muda dari perawat itu, sang pria berpostur tinggi dan tampan. Ia disebut sebagai bintang baru yang diperkirakan akan memiliki karir bagus di pasukan komando Afghanistan.
BACA JUGA: Taliban Minta Indonesia Berperan Aktif, Arsul Sani: Wajib Dipenuhi
Sementara perempuan itu adalah asisten perawat dari Gladstone, sebuah permukiman di negara bagian Kansas City, yang dibesarkan dari keluarga militer angkatan laut.
Mereka bertukar nomor telepon dan si tentara mengajukan permintaan sederhana. Sekembalinya dia ke Afghanistan, apakah sang perawat bersedia membantunya memperlancar bahasa Inggrisnya?
BACA JUGA: Teknologi Drone Digunakan untuk Menyalurkan Bantuan kepada Pasien COVID-19 di Makassar
Jawaban sang perawat tanpa ragu: Tentu saja.
"Rasanya lucu, kadang ketika bertemu seseorang kita segera tahu bahwa kita menyukai mereka," kata sang perawat.
"Dia ingin menjelaskan kepada saya dari mana dia berasal dan saya tertarik untuk belajar mengenai Afghanistan, mengenai apa yang dilakukan tentara AS di sana."
Asmara kemudian tumbuh antara tentara dan perawat tersebut.
Bertahun-tahun kemudian, keduanya tetap menjalin kontak dan bahkan semakin merasa dekat walau mereka terpisah oleh jarak 12 ribu kilometer, sang tentara di Kabul dan si perawat di Missouri.
Di selang waktu tersebut, suami si perawat meninggal dunia dan pernikahan sang tentara juga berakhir dengan perceraian.
Waktu terus berlalu dan mereka saling kontak lewat video dua tiga kali seminggu, juga lewat pesan singkat, membicarakan perang, keluarga dan masa depan mereka.
Seiring berjalannya waktu, kemampuan bahasa Inggris tentara tersebut juga meningkat dan dia ditempatkan untuk bekerja dengan pasukan asing dari Inggris, AS dan Australia.
"Mereka melakukan misi bersama kami, dan bekerja bahu-membahu dengan pasukan Afghanistan. Mereka membangun tentara kami," kata sang tentara.
Pasangan ini berbicara mengenai rencana untuk bertemu, tapi sejauh ini belum kesampaian karena berbagai sebab.
Pangkat sang tentara naik dengan cepat di jajaran Angkatan Bersenjata Afghanistan dan semakin banyak terlibat dalam misi-misi berbahaya.
Dan perang di Afghanisyan juga berubah.
Di pertengahan tahun 2021, Taliban mulai bergerak menguasai kawasan pedesaan dan kota-kota kecil, dalam usaha mereka untuk merebut ibu kota Kabul.
Pasangan ini mungkin tidak berani mengakuinya, tapi mereka sudah saling mencintai walau terpisah oleh jarak dan perang selama 20 tahun. Taliban semakin mendekat
Di satu hari di bulan Juli, tentara tersebut tiba-tiba menghentikan pembicaraan telepon dengan si perawat, ketika sebuah roket meledak dekat kendaraannya di luar Istana Kepresidenan di Kabul.
Ledakan itu mengenai kepalanya yang membentur kaca jendela.
Hari itu adalah hari Raya Idul Adha, dan di dalam istana, Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani, tampak di layar televisi sedang salat di kebun istana ketika pasukan keamanan bergerak ke arah ledakan.
Sang tentara kemudian menelepon balik ke Amerika, masih terkejut walau dia tidak terluka, sementara mobilnya rusak.
Di hari-hari kemudian menjelang jatuhnya Kabul, sang tentara semakin jarang membuat berbicara lewat video.
Ada perasaan sayang di antara mereka, meski mereka takut untuk mengatakan bahwa pembicaraan mereka bisa jadi akan menjadi pembicaraan yang terakhir.
Akhirnya, si perawat memberanikan diri bertanya mengenai keadaan terakhir di sana.
"Mereka sudah berada di pintu rumah," kata sang tentara.
"Mereka akan membunuh saya." Sang tentara berusaha melarikan diri
Pada hari Taliban memasuki Kabul, tentara tersebut berada di kantornya ketika seorang rekannya masuk dan mengatakan bahwa tentara Afghanistan banyak yang menanggalkan seragam mereka dan melarikan diri.
Dia kemudian melakukan hal yang sama, mematikan komputernya dan keluar kantor berjalan kaki menuju ke bandara Kabul.
Di jalan dia menumpang sebuah mobil untuk membawanya pulang. Dia mengambil beberapa barang sebelum memutuskan untuk bersembunyi.
"Saya dengan jujur berjuang dan setia kepada negara saya," katanya mengenai dua hal yang akan membuatnya menjadi sasaran di bawah rezim baru Taliban.
Dengan tenggat waktu penarikan pasukan Amerika Serikat yang semakin dekat saat itu, sang tentara menunggu, dari satu tempat persembunyian ke tempat persembunyian lain. Ia khawatir nyawanya akan terancam bila dia menampakkan diri di jalan-jalan di Kabul.
Selama beberapa minggu dia melihat warga Afghanistan memenuhi bandara, mencoba menaiki pesawat yang dioperasikan oleh pasukan Inggris, Amerika Serikat, dan Australia, yang pernah menjadi rekan kerjanya.
Namun, tentara tersebut tidak berani ke bandara. Satu-satunya paspor yang dimilikinya adalah paspor militer yang sudah habis masa berlakunya, dan kalau ada pemeriksaan Taliban, dia pasti akan ketahuan sebagai tentara.
Dia sempat mendengar suara bis yang mengevakuasi warga Australia dari beberapa bagian kota Kabul ke bandara, tapi ia tidak bisa menemukan jalan ke sana.
Dia tahu kalau dia bisa sampai di bandara dengan dokumennya, dia akan diterima dengan baik.
Cerita mengenai tentara Afghanistan yang ditangkap dan dieksekusi oleh pasukan Taliban membuatnya semakin khawatir.
Komunkasi sang tentara dengan si perawat di AS hanya bisa dilakukan lewat aplikasi WhatsApp dan pesan singkat.
Si perawat sekarang berusia 59 tahun dan sudah pensiun. Sang tentara merupakan satu-satunya harapan bagi kebahagiaannya di masa depan.
Mereka sudah pernah bermimpi sang tentara bisa mengungsi ke Amerika Serikat, mereka juga sudah membicarakan pernikahan. Akan ada dua pesta, kata sang tentara, satu untuk masing-masing keluarga.
Si perawat sekarang hanya bisa menunggu. Ia melewati hari-harinya penuh kekhawatiran apakah sang tentara akan bisa selamat dan keluar dari Afghanistan.
Sekarang setelah penarikan seluruh pasukan AS, semakin kecil harapan bagi tentara pasukan komando Afghanistan ini bisa melarikan diri.
"Saya yakin bila Taliban menangkap saya, mereka akan melakukan penyiksaan," kata sang tentara dalam salah satu pesannya kepada si perawat.
"Mereka akan membawa saya ke hadapan keluarga dan mereka akan membunuh saya."
*ABC memutuskan tidak menggunakan nama tentara Afghanistan dan perawat AS dalam artikel karena alasan keamanan.
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menlu Retno Bertemu Perwakilan Taliban di Doha, Ternyata Ini yang Dibahas