Beberapa hari lalu, Eva diadukan sejumlah orang ke Badan Kehormatan. Berstatus sebagai istri Jose yang juga menjabat Duta Besar Republik Demokratik Timor Leste, para pelapor khawatir Eva terjebak pada diplomasi perkawinan.
Priyo Handoko, Jakarta
EVA hanya bisa geleng –geleng kepala. Dia sama sekali tidak menyangka kalau pernikahannya dengan Jose Antonio Amorim Dias mendadak dipermasalahkan. Bahkan, sampai dilaporkan ke Badan Kehormatan (BK) yang mengurusi penegakan etika para anggota dewan.
’’Ini kan wilayah privat, terserah masing –masing individu. Wong nggak merugikan rakyat kok dipersoalkan,’’ kata politisi PDIP itu, kepada Jawa Pos, Kamis (28/6) pekan lalu.
Menurut para pelapor yang mengatasnamakan Lembaga Kajian Hukum dan Politik Indonesia Cerah Abadi itu, diplomasi matrilineal atau diplomasi perkawinan merupakan praktek diplomasi kuno (ancient diplomacy). Pernah dijalankan Nabi Sulaiman yang menikahi Ratu Balqis. Begitu juga Cleopatra dari Mesir dengan menikahi Jenderal Anthony dari Romawi untuk mencegah Mesir diserang Roma.
Pada intinya, diplomasi perkawinan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu, mulai dari mencegah perang, sampai perluasan pengaruh. Saat ini, larangan bagi anggota DPR merangkap profesi atau jabatan tertentu sudah diatur UU Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, termasuk tata tertib DPR. tapi, tidak demikian dengan merangkap istri pejabat diplomatik untuk negara lain. Karena itu, para pelapor berharap ke depan persoalan ini bisa diatur.
Eva sendiri tidak habis fikir sampai muncul kekhawatiran terhadap praktek ancient diplomacy itu. ’’Ancient diplomacy apa? Dua tahun lagi dia balik jadi pegawai negeri biasa,’’ ujar anggota Komisi III yang juga tengah menjabat Presiden Kaukus Parlemen ASEAN untuk Myanmar itu.
Dia menuturkan dirinya menikah dengan Jose pada tahun 1995. Mereka bertemu di Belanda ketika tengah sama –sama mengambil gelar master di Institute of Social Studies, The Hague, Belanda. Eva yang saat itu masih menjadi dosen di almamaternya yakni Fakultas Ekonomi, Universitas Airlangga, Surabaya, mengambil Politics of Alternative Development Strategy. Sedangkan, Jose memilih human rights.
Cinta yang bersemi di kampus itu dengan cepat menjadi serius. Tanpa menunggu lama keduanya memutuskan untuk menikah. ’’Nggak kuat ngempet. Wis tuo. Sekolah ngoyo kudu bikin bolo,’’ canda perempuan kelahiran Nganjuk, Jawa Timur, 8 Oktober 1965 itu.
Dari hasil pernikahan itu, mereka dianugerahi seorang anak yang diberi nama Maria Fatima Kusuma Dias. ’’Sekarang usia Maria 15 tahun. Sudah kelas 2 SMA,’’ ceritanya.
Sewaktu situasi krisis antara Indonesia dan Timor Leste (saat itu masih disebut Timor –Timur dan menjadi bagian dari Indonesia, Red) mencapai puncaknya pada 1999, keharmonisan rumah tangga Eva dan Jose ikut ’’memanas’’.
Pada 30 Agustus 1999, pemerintahan BJ Habibie terpaksa menggelar jajak pendapat bagi rakyat Timor Timur pada 30 Agustus 1999. Hasilnya mengecewakan. Sekitar 78,5 persen rakyat Timor Timur menyatakan ingin merdeka.
Sebagai orang asli Timor Timur atau Timor Leste, Jose ngotot ingin kembali ke Dili, kampung halamannya. Perbedaan sikap dalam memandang nasionalisme inilah yang membuat Eva dan Jose memutuskan untuk berpisah. ’’Sejak referendum kami sepakat beda jalan,’’ tutur Eva yang sempat bekerja sebagai konsultan di Asia Foundation.
Jose sendiri akhirnya memilih berkarir sebagai pegawai negeri di departemen luar negeri Timor Leste. Dianggap berprestasi, Jose kemudian dipercaya menjadi dubes Timor Lester di Belgia dan Uni Eropa. Pada tahun 2006, Jose kembali ditarik ke Timor Leste.
Pada tahun 2006 itulah Eva dan Jose mulai memperbaiki hubungan. Setahun sebelumnya, yakni pada 2005, Eva melangkah ke DPR sebagai pengganti antar waktu dari Fraksi PDIP. ’’Karena situasi kedua negara membaik, terus anak ogah aku nyari bapak baru, kami memperbaiki hubungan demi anak. Ternyata setelah enam tahun, hati kami tidak terpisah. Tapi, semuanya terutama demi anak,’’ kata Eva lantas tersenyum.
Tiga tahun kemudian lahirlah putra kedua yang diberi nama Danny Surya Utama Dias. ’’Yang kecil ini hasil rujuk,’’ ujar Eva.
Menurut Eva, baru sekitar enam bulan, Jose ditunjuk menjadi dubes Timor Leste di Kuala Lumpur, Malaysia. ’’Tapi, kularang masuk partai. Biar nggak tambah complicated,’’ tuturnya.
Dia menegaskan, ketika menikah Jose sepenuhnya berstatus Warga Negara Indonesia (WNI). Persoalan politik yang membuat Jose akhirnya memilih kewarganegaraan Timor Leste. ’’Apa karena Timor Lester merdeka, lalu saling menghalangi karir hasil kerja keras masing –masing? Edan wae,’’ protes Eva.
Sejauh ini, sebagai anggota DPR, Eva merasa tidak pernah diintervensi suaminya. Sebaliknya, dia juga tidak pernah mengintervensi posisi Jose sebagai duta besar Timor Leste di Malaysia. ’’Hubunganku terbuka. Kolega di PDIP, komisi III, sampai lintas partai tahu dan kenal Jose. Tidak ada slintat-slintut,’’ tegasnya.
’’By the way, apa Timor Leste begitu menakutkan? Apa mereka mau nyaplok RI? Apa negara kita sedang bermusuhan?’’ imbuh Eva masih dengan nada kesal. (*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mengikuti Ekspedisi Harta Karun di Dasar Laut Mentawai
Redaktur : Tim Redaksi