jpnn.com - Cerita ini didulang dari kisah rakyat Kalimantan Barat. Bahwa Hayam Wuruk adalah gelar pemberian raja mereka.
Wenri Wanhar – Jawa Pos National Network
Pada zaman raja-raja, begitu kisah bermula. Seorang raja--tak disebutkan namanya—menerbirtkan pengumaman sabung ayam.
“Kepada siapa yang berani menyabung ayamnya dengan ayam raja, jika menang akan jadi anak menantunya,” begitu kira-kira bunyi maklumat paduka raja. Kerajaanpun akan dianugerahkan kepadanya.
Tapi, jika kalah, kepala si penantang akan ditetak habis oleh raja.
Kabar itu beredar dari mulut ke mulut. Tak ada yang berani meladeni. Tak terbayang kepalanya akan habis ditetak.
Berselang waktu, seorang anak muda tak berbapak—begitu dalam hikayat—meminta restu ibunya menyanggupi sayembara sang raja.
Alangkah gemetar si ibu. Apalagi, itu anak satu-satunya. Lemah-lemah persendiannya membayangkan kepala anak kesayangannya dipenggal mata pedang raja.
Dengan tenang, dan penuh optimis seraya mengangkat ayamnya, si anak meyakinkan ibunya bahwa dia akan memenangkan sayembara itu.
Melihat air muka si anak yang melukiskan aura kemenangan, si ibu akhirnya memberi restu.
Berbekal doa ibu, anak muda kita menghadap raja.
Raja malah tertawa. Tidak percaya. Dan menolak tantangan itu. Dia kasihan.
Namun, anak muda kita setapak tak jua surut. Sabung ayam pun digelar. Sebelum dimulai, raja menyeru agar seluruh rakyat datang ke gelanggang.
Rakyat bersorak-sorai ketika laga dimulai. Ayam mulai bertarung.
Ayam raja gesit sekali. Lincah menendang dan memagut lawannya. Ayam jago si anak muda bertahan.
Lalu, tiba-tiba hening. Penonton dicekam rasa kasihan, tak kuasa membayangkan kepala anak muda dipenggal bila ayamnya kalah.
Lalu, tendangan berganti tendangan. Pagut dibalas pagutan. Setelah berjam-jam bertarung, sekonyong-konyong, ayam jago raja menyerah kalah. Tergeletak menggelepar kepayahan.
Penonton membisu seribu basa. Takut bersorak.
Perlahan, sang raja berdiri dari tahtanya. Dan bertitah, “kemenangan di pihak anak muda,” seraya menunjuk ke anak muda bersorak memberi gelar, “Hayam Wuruk,” yang artinya ayam jago muda.
Bagi orang Dayak Kantuk di Kalimantan Barat, sabung ayam ini disebut juga sabung layak. Dan arenanya disebut kelang.
Entah sejauh mana kebenarannya. Dan apakah Hayam Wuruk dalam kisah ini bertalian dengan seseorang yang menjadi raja besar di tanah Jawa, tidak diceritakan lebih jauh.
Yang pasti, cerita ini hidup di kalangan rakyat Kalimantan. Pernah ditulis oleh Moh. Ali As. Termuat pula dalam buku setebal bantal berjudul Sejarah Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat yang disusun J.U. Lontaan.
Diriwayatkan bahwa, peristiwa Hayam Wuruk itu menjadi pokok pangkal adat mengadu ayam jago sebagai cara memutus-selesaikan suatu perkara di dalam adat.
“Setelah segala daya penyelesaian adat tidak membereskan suatu perkara yang rumit,” tulis naskah itu, “kepala adat akan memaklumatkan perkara itu diselesaikan dengan sabung ayam. Ayam pihak yang menang, itulah yang memenangkan perkara.”
Tertera juga, sudah menjadi adat kepercayaan, ayam pihak yang benar, seolah diberi tuah dan kekuatan batin untuk mengalahkan musuhnya.
Pada naskah ini, diterangkan pula detail rahasia ilmu sabung ayam. Agar tidak disalah-gunakan, maka yang rahasia biarlah menjadi rahasia. (wow/jpnn)
BACA JUGA: Mobil Pelangsir BBM Bersubsidi Diamankan Polisi
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pesona Berburu Harta Karun di Perairan Indonesia
Redaktur & Reporter : Wenri