Kecintaan akan Vespa dan petualangan membuat Irfiandi rela bersusah-payah dan bertaruh nyawa. Dengan mengendarai Vespa, ia melintasi jalanan di sejumlah negara demi menyambangi Milan di Italia sekaligus mengunjungi pabrik Piaggio produsen Vespa.
Ayatollah Antoni, New Delhi
ROMPI wool dan celana jeans setengah lusuh dan basah menempel di tubuh Irfiandi saat ditemui di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di New Delhi, Rabu (1/8) lalu. Ia baru beberapa hari tiba di Ibu Kota India itu untuk mengurus visa masuk Pakistan. "Tadi sudah ada rekomendasi dari KBRI. Tinggal menunggu visa masuk Pakistan," ucap Irfiandi .
Dengan Vespa keluaran tahun 1961 berplat nomor AB 6229 KA, pria yang juga dikenal dengan nama Andy Leeano itu mengawali perjalanannya dari Yogyakarta pada 1 Mei silam. Yogyakarta memang menjadi kota tempat Irfiandi tinggal selama beberapa tahun ini sejak profesinya sebagai pemandu turis di Bali berakhir akibat Bom Bali pada 2003.
Dari Yogyakarta, pemuda asal Batusangkar, Sumatera Barat itu menunggangi Vespanya menuju Bandung. Selanjutnya setelah menginap di Bandung untuk pelepasan oleh perkumpulan Vespa di kota kembang itu, Irfiandi melanjutkan perjalanannya ke Jakarta. Di Cikampek, Irfiandi dilepas oleh Ikatan Motor Indonesia (IMI). "Pak Nanan (Wakapolri Nanan Sukarna yang juga Ketua IMI) yang melepas saya," katanya dengan bangga.
Dari Jakarta, Irfiandi langsung ke Merak untuk menyeberang ke Lampung. Beberapa hari menyusuri Pulau Sumatera, Irfiandi sempat pulang kampung ke Batusangkar. "Sekalian nengok saudara dan teman-teman Vespa di sana," ucap bujangan kelahiran Batusangkar, 19 april 1975 itu.
Pada 17 Mei, Irfiandi baru menyeberang dari Dumai di Riau ke Port Klang di Malaysia. Setibanya di negeri jiran, ia langsung mengarahkan laju Vespanya ke Kuala Lumpur. "Saya semalam di KL terus ke Ipoh ada pertemuan pengurus Vespa. Baru keesokan harinya ke Thailand lewat Hanjai-songkhla," ucapnya.
Menginap tiga malam di Bangkok, Irfiandi sempat putar-putar, termasuk saat dijamu oleh Kedubes RI di negeri Gajah Putih itu. Rencana awalnya, dari Thailand ia akan masuk Myanmar untuk seterusnya ke Bangladesh dan India.
Namun pihak Kemenlu dan KBRI memperingatkannya agar tidak masuk Myanmar. Tapi tekad Irfiandi sudah bulat, sehingga larangan dari Kemenlu dan KBRI di Thailand pun tak diindahkannya.
Dengan Vespa hasil modifikasi, Irfiandi menuju Changrai, kota di Thailand yang berbatasan dengan Myanmar. Tapi keinginan Irfiandi masuk Myanmar harus pupus. "Tentara Thailand di Perbatasan bersenjata lengkap tak mau kompromi. Akhirnya saya balik ke Bangkok," ucapnya.
Rute alternatif diambil. Irfiandi ingin masuk ke Laos agar bisa masuk ke China. Pada 28 Juni Irfiandi bisa masuk ke Laos. Sayangnya, ia dan Vespanya tak bisa masuk ke China. "Vespa dua tak bukan kendaraan yang diizinkan pemerintah China," keluhnya.
Akhirnya ia putar balik menuju Bangkok. Apes, visanya sudah hampir habis. Irfiandi pun memutuskan untuk mengirim Vespanya dengan kargo ke India. Tapi ternyata Vespanya harus dikenai pajak agar bisa keluar dari Thailand.
Ia menyiasatinya dengan masuk ke Kamboja untuk kembali lagi ke Thailand dengan dokumen kepabeanan yang baru bagi Vespanya agar terhindar dari pajak ekspor jika dikirim dari Bangkok ke India. Tapi tetap saja ia harus mengeluarkan uang tak kurang dari Rp 26 juta untuk mengirim Vespa dari Bangkok ke New Delhi dengan kargo udara. "Tanggal 24 Juli saya sudah sampai Delhi. Tapi Vespanya baru sampai 26 Juli, karena menunggu saya memberi alamat tujuan pengiriman di India. Saya pakai alamat KBRI di New Delhi," ucapnya.
Di India, Vespanya sempat tertahan di Bandara Indira Gandhi di New Delhi. Duit pun dikeluarkan Irfiandi untuk mengeluarkan Vespanya dari Bea Cukai Bandara Indira Gandhi. Ia harus merogoh 3100 rupee (sekitar Rp 620 ribu) untuk pajak. "Saya masih harus bayar 2500 rupee (Rp 500 ribu) untuk portland," ucapnya.
Tapi bukan soal pajak yang dikeluhkan Irfiandi, karena dirinya memang sudah menyiapkan uang hingga ratusan juta rupiah untuk petualangannya dengan Vespa hingga Eropa. "Ada staf lokal KBRI di New Delhi minta USD 400 yang membantu mengeluarkan Vespa. Katanya buat bayar saat mengeluarkan Vespa. Saya kasih saja meski tanpa kuitansi dan saya ga boleh lihat prosesnya," keluhnya.
Berbagai suka dan duka mengiringi Irfiandi. Saat pertama kali tiba di New Delhi, keinginannya menginap di KBRI India sekaligus untuk berbagi pengalaman dengan mahasiswa-mahasiswa yang tinggal di mess Wisma KBRI justru menjadi pengalaman yang getir.
"Menjelang tengah malam saya diminta keluar. Diusir karena perintah seorang pejabat di KBRI. Akhirnya saya cari penginapan," katanya dengan mata berkaca-kaca. "Baru kali ini saya dapat perlakuan seperti ini. Pak Dubes (Dubes RI di India, Andhi M Ghalib) tak tahu soal ini. Padahal KBRI selain di sini menerima saya dengan terbuka."
Meski demikian ia tetap harus berurusan dengan KBRI New Delhi. Sebab, ia butuh rekomendasi dari KBRI untuk bisa masuk Pakistan. Beruntung ada Atase Pertahanan KBRI India, Kolonel Laut I Putu Arya Angga Suardika yang banyak memfasilitasi Irfiandi. "Saya diundang ke rumah Pak Athan (Atase Pertahanan). Beliau banyak membantu dan rekomendasi KBRI pun cepat keluar," ucapnya.
Berbagai suka dan duka memang menyertai perjalanan Irfiandi. Pengalaman unik sempat dialaminya saat singgah di Pattani di pinggiran Bangkok. Ia merogoh kocek sekitar 300 bath untuk bayar penginapan. "Jam dua malam pintu kamar saya diketok. Saya nggak tahu, tapi yang ketok pintu itu cewek sambil bawa kondom. Ternyata 300 bath hanya untuk sebentar saja. Kalau mau sampai pagi nginepnya mesti bayar lagi," katanya sembari terkekeh.
Namun hal-hal yang menyerempet bahaya juga dialaminya. Di Laos atau Kamboja misalnya, Irfiandi harus berurusan dengan kawanan anjing. Untungnya, Vespa hasil modifikasi itu dilengkapi megaphone TOA. "Saya pakai sirine di TOA untuk mengusir kawanan anjing liar," katanya.
Tapi ada bahaya lain yang juga kadang harus dihadapi Irfiandi, yakni saat harus berurusan dengan para preman yang mabuk di warung-warung di Laos, Kamboja ataupun Thailand. Untuk itu, Irfiandi harus pintar-pintar menempatkan diri.
Masa lalu Irfiandi yang sempat bergelimang dengan narkoba ternyata justru bermanfaat saat menghadapi pemabuk yang hendak mengganggu. "Ada kalanya kapan kita harus pura-pura takut, atau pura-pura tidak tahu. Tapi ada kalanya kapan kita harus berani," ucapnya.
Pernah pula Irfiandi sempat merinding bulu kuduknya saat Vespanya bermasalah di tengah hutan di Thailand, tiba-tiba muncul seorang perempuan muda. Sempat disangka hantu, ternyata perempuan itu justru berbaik hati dengan memberi tumpangan penginapan di desa terdekat. "Sempat takut saya, mana orangnya cantik lagi ha ha ha," kelakarnya.
Sementara di India, Irfiandi harus khawatir karena Vespanya tidak bisa diparkir di depan penginapan. "Vespa ini kesannya di India kumuh, sampai ditolak masuk ke parkiran penginapan. Padahal saya menginap di situ," kata Irfiandi sembari menyebut nama penginapan yang jaraknya tak begitu jauh dari KBRI di New Delhi.
Selama perjalanan hingga New Delhi, sudah tujuh ban dihabiskannya. Sepasang ban yang terpasang di Vespa sejak dari Yogyakarta plus dua serepnya sudah habis saat masuk Thailand. Di Bangkok, Irfiandi beli sepasang lagi. Namun untuk putar-putar selama beberapa hari di Thailand, Laos dan Kamboja, habis satu ban cadangan. "Baru di India beli satu lagi. Jadi masuk Pakistan nanti sudah punya sepasang ban serep," sambungnya.
Soal kerusakan Vespa juga sudah sering dialami Irfiandi. Namun pemahamannya tentang Vespa jelas banyak membantu. "Saya bisa perbaiki sendiri," kata kolektor Vespa itu.
Sementara untuk bahan bakar tak perlu khawatir. Jok belakang Vespanya telah dimodifikasi sebagai tangki yang bisa menampung 30 liter bensin dan mampu menempuh jarak hingga 1000 kilometer tanpa khawatir kehabisan bahan bakar di jalan.
Irfiandi juga terus behubungan dengan kolega-koleganya baik di Eropa yang akan menyambutnya, ataupun klub-klub penggemar Vespa di sepanjang negara yang dilaluinya. Di India misalnya, Irfiandi juga dijamu oleh perkumpulan penggemar Vespa di New Delhi.
Karenanya pula Vespanya sudah dimodifikasi dengan peralatan yang bisa digunakan untuk mengisi ulang baterai handphone. Laptop dan video kamera mini merk Sony ikut menyertai perjalanannya.
Sejumlah negara masih harus dilalui Irfiandi. Jika nanti lolos ke Pakistan, Irfiandi akan melanjutkan perjalanannya ke Iran rencananya Iran, Turki dan masuk Eropa melalui Serbia. Selanjutnya perjalanan akan berlanjut ke Croasia, Slovenia, Bulgaria dan masuk ke Itali. "Semoga besok Minggu (hari ini) sudah bisa masuk Pakistan sehingga November sudah sampai Milan. Teman-teman di sana sudah nanyanin terus perkembangan setiap hari," pungkasnya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bambang Paimo Hertadi Mas, Gowes Keliling Dunia dengan Sepeda Sederhana
Redaktur : Tim Redaksi