jpnn.com - Sudah banyak cerita tentang beda pilihan calon presiden (capres) membuat banyak pertemanan buyar. Namun, di Surabaya perbedaan polihan soal capres membuat pasangan suami istri (pasutri) mengakhiri rumah tangga mereka.
Ah serius?
BACA JUGA: Kelakuan Ganjil Suami Penyuka CD Kombor Istri
Begini ceritanya.
Donwori -sebut saja namanya begitu- sebagai warga Nahdlatul Ulama (NU) fanatik mendukung duet capres dan calon wakil presiden (cawapres) yang sealiran dengannya. Karena itu pria 35 tahun tersebut akan memilih pasangan calon yang ada kiainya.
BACA JUGA: Di Rumah Lover, di Facebook Hater
Lain halnya dengan Karin -panggil saja istri Donwori dengan nama itu- yang memilih pasangan calon lain. Meskipun Donwori sudah berkali-kali meyakinkan Karin soal pasangan capres-cawapres yang menurutnya terbaik, perempuan 32 tahun itu tetap pada pendiriannya.
Semula Donwori merasa optimistis bahwa Karin akan mengubah sikap politiknya. Donwori menyakini hal itu hanya masalah waktu.
BACA JUGA: Cueki Suami, Istri Lebih Puas Rasakan Servis Maut Berondong
Namun, belakangan sikap politik Karin justru makin berseberangan dengan Donwori. Karin juga kian terbuka mengumbar sikap politiknya sehingga Donwori sebagai kepala rumah tangga merasa geram.
"Aku kepala rumah tangga. Haruse kan istri ngikut opo omongane suami (hasurnya kan istri menuruti omongan suami, red),” kata Donwori di ruang tunggu Pengadilan Agama (PA) Kelas IA Surabaya akhir pekan lalu.
Donwori menuturkan, cekcok antara dirinya dengan Karin yang terpicu masalah politik bukan hanya sekali. Secara blak-blakan, Donwori yang mengaku nahdiyin menyebut istrinya dari Muhammadiyah.
Waktu awal-awal menikah sebenarnya tak ada persoalan dengan hal itu. Keduanya toh masih satu iman karena sama-sama muslim.
Namun, seiring waktu perbedaan antara keduanya dalam menilai tradisi dan praktik beragama makin terlihat jelas. Dari yang paling sederhana soal tradisi bancakan yang lazim di kalangan nahdiyin, hingga yang paling mencolok adalah perbedaan cara beribadah.
Bagi Donwori, selamatan bagi kerabat yang meninggal bukan hanya untuk mendoakan, namun juga sebagai ajang silaturahmi. Sayangnya, justru di acara keluarga seperti itulah gesekan antara Donwori dengan Karin makin terlihat.
Karin selalu menolak ketika Donwori mengajaknya menghadiri selamatan anggota keluarga yang meninggal. Walhasil hanya keluarga Donwori yang formasinya tak lengkap ketika ada selamatan.
"Sampek mbahku meninggal, dekne (Karin, red) yo mung nglayat. Dulur-dulur repot tahlilan bendino, ya gak diinceng blas (sampai mbahku meninggal, dia cuma melayat. Saudara-saudara repot tahlilan, ya dia ga muncul sama sekali, red),” tutur Donwori.
Perbedaan itu juga merembet pada urusan mendidik anak. Keduanya sama-sama saling bertahan pada mazhab masing-masing.
Puncaknya adalah perbedaan pilihan di Pilpres 2019. Karin dan Donwori seolah tak mencerna pesan dalam lagu Tak Harus Sama karya Pay yang dinyanyikan Ari Lasso.
Setelah enam tahun berumah tangga, Donwori memutuskan berpisah dari Karin "Aku iki imam, lho. Kudune bojo ya manut aku," tegasnya lagi.(sb/is/jay/JPR)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sabar Dalam Penantian demi Status Janda Sang Mantan
Redaktur & Reporter : Antoni