jpnn.com, JEMBER - Tekad seorang Iva Magfirah begitu kuat. Mimpi meraih gelar dokter gigi menjadi penuntun baginya untuk meraih cita-cita yang ia idamkam.
Tak mudah memang. Selain karena kemampuan finansial, Ayah Iva yang menjadi tulang punggung keluarga pergi untuk selama-lamanya saat dia duduk di Mandrasah Tsanawiyah, setingkat SMP.
BACA JUGA: Tolak Pindahkan Jemuran, Mahasiswa UNEJ Dikeroyok
Namun gadis asal Desa Dapur, Kejambon, Kabupaten Jombang, Jawa Timur tak patah arang. Bagaimana dia bisa meraih mimpinya? Berikut kisahnya:
Mungkin menjadi dokter adalah cita-cita paling banyak disampaikan anak-anak yang masih duduk di bangku SD itu. Tapi sayangnya, terkadang cita-cita mulia ini harus kandas kala harus berhadapan dengan kenyataan keterbatasan ekonomi.
BACA JUGA: Aduhai, Bu Dokter Gigi Ini Masih Demen Menyambi
Kondisi inilah yang dihadapi Iva Maghfirah. Cita-citanya untuk menjadi dokter tersandung masalah ekonomi keluarga. Apalagi Iva sudah ditinggal ayahanda tercinta saat masih duduk di kelas dua MTs.
Akhirnya sang ibu menjadi tumpuan keluarga. Ibunya banting tulang menghidupi empat anak, termasuk Iva si bungsu. Namun, mimpinya menjadi dokter tak pernah padam dalam cita-cita Iva.
Berbekal keyakinan, tekun belajar dan doa, Iva yakin suatu saat cita-citanya bakal dikabulkan Yang Maha Kuasa. Dan akhirnya, doa Iva terkabul.
Jalan mewujudkan cita-cita itu hadir bernama Program Beasiswa Bidikmisi.
“Dulu setiap kali saya sampaikan keinginan untuk kuliah di Fakultas Kedokteran atau Kedokteran Gigi, ibu selalu melarang. Alasannya, dapat uang dari mana untuk membiayai kuliah nanti? Ibu menyarankan agar saya kuliah di program studi lain saja yang biayanya masih dapat kami jangkau,” tutur Iva memulai kisahnya di sela-sela kesibukan menjalani Program Profesi Dokter Gigi di kampus Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Jember, beberapa waktu lalu.
Menurut Iva, sang Ibu lebih setuju jika Iva menjadi guru saja. “Tapi saya bersikukuh ingin jadi dokter. Kalau sudah begitu, Ibu menyarankan saya agar memperbanyak ibadah seperti puasa sunnah dan salat tahajud,” katanya.
Iva sebenarnya sadar benar, ibunya yang hanya pedagang kecil di pasar Legi Jombang sudah berat untuk membiayai keempat anaknya. Apalagi jika Iva benarbenar kuliah di Fakultas Kedokteran atau Kedokteran Gigi.
Keinginan Iva menjadi dokter kian menggebu setelah mendapatkan informasi dari guru-gurunya jika pemerintah memberikan beasiswa bagi siswa berprestasi. Beasiswa itu khusus untuk keluarga kurang mampu melalui Program Beasiswa Bidikmisi.
Iva pun bergegas mendaftarkan diri sebagai peserta Program Beasiswa Bidikmisi melalui jalur PMDK.
Pilihannya program studi Pendidikan Kedokteran Gigi dan Kimia, FMIPA di Universitas Jember (Unej).
Dia memilih kuliah di Unej gara-gara mendengar cerita tetangganya yang kebetulan sudah menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Unej.
“Kata tetangga saya, kuliah di Jember itu enak, biaya hidupnya tidak mahal, dan yang terpenting nuansa religiusnya kental seperti Jombang. Cerita ini yang membuat saya ingin kuliah di Universitas Jember. Sementara memilih FKG karena saya pikir kuliah di FKG tidak bakal bersentuhan dengan mayat. Eh, ternyata walau kuliah di FKG juga harus praktik dengan mayat yah,” kata mahasiswi yang hobi bernyanyi ini sambil tertawa mengingat hal itu.
Begitu pengumuman PMDK muncul, nama Iva ternyata tercantum sebagai calon mahasiswa FKG Universitas Jember angkatan tahun 2010.
“Alhamdulillah, puji syukur saya diterima. Ibu sempat tidak percaya jika akhirnya citacita saya kuliah di kedokteran kesampaian, malah gratis. Begitu pula saudara dan tetangga yang heran, apa benar saya bakal kuliah gratis? Maklum tahun 2010 adalah tahun pertama pelaksanaan Program Beasiswa Bidikmisi, jadi be lum banyak yang tahu. Ibu bahkan sempat pinjam uang, khawatir jika ternyata nantinya saya harus bayar saat daftar ulang. Setelah tahu jika saya benar-benar kuliah dengan gratis, Ibu menangis saking bahagianya,” kenang gadis berjilbab ini.
Perjuangan Iva bukan berarti lantas berhenti. Sadar tidak berkelimpahan harta, sambil kuliah Iva memutuskan untuk mencari tambahan uang saku.
Mulai dari berjualan gorengan, nasi bungkus hingga pulsa dilakoninya. Iva pun tidak pernah malu untuk menawarkan barang dagangan kepada teman-teman di kampusnya.
“Uang saku dari Beasiswa Bidikmisi itu kan cairnya tidak pasti, jadi daripada saya menunggu, saya jualan saja. Untungnya bisa buat kebutuhan sehari-hari. Pagi setelah salat subuh saya mulai masak gorengan atau nasi bungkus kemudian saya bawa ke kampus. Alhamdulillah selalu habis,” ujarnya.
Selain sibuk mengikuti perkuliahan dan praktik, Iva juga menempa diri dengan aktif dalam banyak kegiatan.
Salah satunya dengan bergabung dengan UKM Paduan Suara Universitas Jember. Berkecimpung dalam UKM Paduan Suara membawa Iva mengunjungi Korea Selatan dan Thailand guna berlaga di lomba paduan suara tingkat inter nasional.
Tidak sekadar jadi anggota, Iva dipercaya menjadi Ketua UKM Paduan Suara tahun 2014 lalu.
“Saya ini dasarnya orang yang tidak bisa diam. Kuliah saya kan maksimal sampai jam 15.00, di luar itu saya mencari kesibukan dengan ikut tim Paduan Suara Universitas Jember, apalagi hobi saya memang bernyanyi,” tutur Iva.
Kini mimpi Iva Maghfirah untuk menjadi dokter gigi sudah di depan mata. Cita-cita yang sudah tumbuh semenjak dirinya duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah. Kini dirinya tinggal berkonsentrasi menyelesaikan program profesinya.
“Ada dua keinginan saya jika nanti sudah jadi dokter gigi, memberangkatkan Ibu untuk umroh atau haji, dan mendirikan yayasan yang bisa membantu pendidikan anak-anak yang kebetulan berasal dari keluarga kurang mampu. Saya merasa punya kewajiban moral untuk turut membantu sesama yang kurang beruntung, mewujudkan cita-citanya melalui pendidikan,” imbuhnya.
Sebab dia sadar bisa menjadi dokter gigi juga karena bantuan pemerintah melalui Beasiswa Bidikmisi.
“Pokoknya jangan pernah takut untuk bermimpi. Teruslah bermimpi sambil berusaha dan berdoa, yakin bahwa Allah SWT akan mewujudkan impian kita,” pesan Iva untuk siswa berprestasi namun berasal dari keluarga kurang mampu. (Narto/c1/hdi/JPG)
Redaktur : Tim Redaksi