JAKARTA - Tim Investigasi bentukan TNI AD telah menyimpulkan bahwa pelaku penyerbuan Lapas Cebongan, Sleman, DIY adalah sembilan anggota Grup II Kopassus Kartosuro. Namun, aksi ini sebenarnya berawal dari 3 orang anggota Kopassus yang berlatih di Gunung Lawu.
"Mereka dengar ada anggota dikeroyok dan dibunuh secara biadab. Karena jiwa rasa korps, mereka bereaksi dan ajak temannya. Apalagi proses penganiyaan begitu tinggi dan biadab," kata Ketua Tim Investigasi, Brigjen TNI Unggul K Yudhoyono dalam jumpa pers di Kartika Media Center di Jalan Abdurahman Saleh I No. 48, Jakarta Pusat, Kamis (4/4).
Menurut Unggul, para pelaku memutuskan untuk mencari 4 orang pengeroyok rekan mereka dengan membawa 3 pucuk senjata AK 47 yang awalnya dipakai untuk keperluan latihan. Mereka juga menggunakan senjata replika.
Sesampainya di wilayah Jogja, para pelaku mencari informasi mengenai keberadaan empat tersangka pengeroyokan terhadap anggota Kopassus, Serka Heru Santosa. "Ini informasi didapatkan secara tak sengaja, dia jalan dengar dari orang, ini ada pengawalan mobil ketat. Makanya dia bergerak ke Cebongan, jadi secara kebetulan, masyarakat ditanya di jalan," sambung Unggul.
Sesampainya di LP Cebongan, tutur Unggul, para pelaku berusaha masuk dengan mengelabui penjaga. Caranya, dengan menunjukan surat peminjaman tahanan dari Polda DIY. Unggul memastikan bahwa surat itu adalah palsu.
"Supaya dibukakan pintu. Saya rasa nggak mungkin juga anggota Kopassus bisa punya surat dari Polda," imbuh Unggul.
Soal kejadian penyerangan, Unggul enggan mengungkapkan secara ditail. Ia beralasan, temuan tim investigasi sudah terlalu banyak diungkapkan dalam kesempatan itu. "Kalau saya jelaskan bisa sampai pagi ini," tandas Unggul.
Penyerangan Lapas Cebongan terjadi pada Sabtu (23/3) dini hari. Kesembilan anggota Kopassus memaksa masuk ke dalam sel tempat keempat tahanan yang menjadi target mereka. Keempatnya yakni Dicky Sahetapi alias Dicky Ambon, Dedi, Ali, dan YD alias Johan. Mereka dieksekusi dengan cara ditembak setelah dipisahkan dari tahanan lainnya.(dil/jpnn)
"Mereka dengar ada anggota dikeroyok dan dibunuh secara biadab. Karena jiwa rasa korps, mereka bereaksi dan ajak temannya. Apalagi proses penganiyaan begitu tinggi dan biadab," kata Ketua Tim Investigasi, Brigjen TNI Unggul K Yudhoyono dalam jumpa pers di Kartika Media Center di Jalan Abdurahman Saleh I No. 48, Jakarta Pusat, Kamis (4/4).
Menurut Unggul, para pelaku memutuskan untuk mencari 4 orang pengeroyok rekan mereka dengan membawa 3 pucuk senjata AK 47 yang awalnya dipakai untuk keperluan latihan. Mereka juga menggunakan senjata replika.
Sesampainya di wilayah Jogja, para pelaku mencari informasi mengenai keberadaan empat tersangka pengeroyokan terhadap anggota Kopassus, Serka Heru Santosa. "Ini informasi didapatkan secara tak sengaja, dia jalan dengar dari orang, ini ada pengawalan mobil ketat. Makanya dia bergerak ke Cebongan, jadi secara kebetulan, masyarakat ditanya di jalan," sambung Unggul.
Sesampainya di LP Cebongan, tutur Unggul, para pelaku berusaha masuk dengan mengelabui penjaga. Caranya, dengan menunjukan surat peminjaman tahanan dari Polda DIY. Unggul memastikan bahwa surat itu adalah palsu.
"Supaya dibukakan pintu. Saya rasa nggak mungkin juga anggota Kopassus bisa punya surat dari Polda," imbuh Unggul.
Soal kejadian penyerangan, Unggul enggan mengungkapkan secara ditail. Ia beralasan, temuan tim investigasi sudah terlalu banyak diungkapkan dalam kesempatan itu. "Kalau saya jelaskan bisa sampai pagi ini," tandas Unggul.
Penyerangan Lapas Cebongan terjadi pada Sabtu (23/3) dini hari. Kesembilan anggota Kopassus memaksa masuk ke dalam sel tempat keempat tahanan yang menjadi target mereka. Keempatnya yakni Dicky Sahetapi alias Dicky Ambon, Dedi, Ali, dan YD alias Johan. Mereka dieksekusi dengan cara ditembak setelah dipisahkan dari tahanan lainnya.(dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Presiden Diminta Pertimbangkan Usulan DJSN
Redaktur : Tim Redaksi