jpnn.com - Theresia Onee Anggarawati alias Onee tak bisa menahan sedih setelah mengetahui sang suami, Paulus Iwan Boedi Prasetijo, PNS Bapenda Kota Semarang, menghilang tanpa kabar sejak Rabu (24/8). Terlebih lagi, setelah polisi mengidentifikasi bahwa jenazah yang ditemukan terbakar adalah suaminya.
Laporan Wisnu Indra Kusuma, Semarang
BACA JUGA: PNS Pemkot Semarang yang Terbakar Saksi Korupsi Anggaran Sertifikasi Tanah
Onee terlihat tengah menyisir rambut putrinya di sebuah teras rumahnya, Jalan Tembalang Selatan, Kelurahan Pedalangan, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (13/9).
Mentari sore itu mulai tenggelam.
BACA JUGA: Polisi Kantongi Identitas Pelaku Pembunuhan PNS Pemkot Semarang
Pandangan mata sang anak yang duduk di pangkuan ibunya itu terus tertuju ke gerbang.
Dia tetap berada di teras.
BACA JUGA: Identitas Jasad Terbakar di Semarang Terungkap, Kombes Iqbal Beber Fakta Terbaru
Menanti kepulangan sang ayah.
"Masuk dulu, nak, sudah sore," pinta sang ibu kepada putrinya yang memilih tetap berada di teras dan pandangannya selalu ke gerbang.
Sudah tiga pekan belum ada kabar tentang sang ayah yang pamit pergi mencari nafkah.
"Semenjak ayahnya belum ada kabar, dia selalu menempel dengan saya," kata Onee kepada JPNN.com.
Onee duduk di bangku kayu beralaskan busa.
Di tempat itulah, dia bersama anak-anaknya duduk dari siang hingga sore menanti kepulangan Iwan.
"Suami saya 75 persen berada di kantor, 25 persen di rumah. Sabtu dan Minggu full bersama keluarga," tuturnya.
Onee tak memiliki firasat buruk terhadap suaminya.
Sebab, sebelum berangkat bekerja, sang suami sempat sarapan bersamanya di meja makan.
Sang suami bahkan menyiapkan mobil untuknya pergi berangkat ke luar kota menghadiri acara komunitas perias di Kota Salatiga.
“Saya juga sempat menyeterika bajunya untuk menghadiri acara menjadi narasumber soal pajak di hotel,” katanya.
Iwan pun pamit bekerja. Onee kemudian pergi ke Salatiga.
Selama menjalankan aktivitas masing-masing, keduanya sengaja tidak menjalin komunikasi yang biasa dilakukan via WhatsApp.
Onee paham bahwa sang suami sedang menjadi narasumber.
Dia tidak ingin fokus suaminya memberi materi terganggu.
Setelah dari Kota Salatiga, Onee tiba di rumahnya daerah Tembalang Selatan, Kelurahan Pedalangan, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang sekitar pukul 20.00 WIB.
Sang suami belum pulang ke rumah.
Onee paham, karena sang suami selama menjadi PNS sering lembur menyelesaikan tugas.
Namun, hingga pukul 03.00 WIB, sang suami tak kunjung pulang.
“Saya cek di garasi, belum ada sepeda motornya,” ungkap Onee.
Lalu, Onee mencoba menghubungi rekan-rekan sang suami melalui telepon selulernya.
Namun, dia mendapatkan kabar mengejutkan.
Dia pun syok setelah mendengar kabar bahwa Iwan sejak pagi tidak berada di kantor di kawasan Balai Kota Semarang, maupun hotel tempat menjadi pemateri.
“Suami saya ke mana, kok, tidak pulang-pulang. Sempat hubungi beberapa rumah sakit, juga tidak ada,” katanya.
Dia menduga Iwan tengah menjalani pemeriksaan di Subdit 3 Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Tengah, sebagai saksi sebuah kasus korupsi.
"Suami saya pernah hadir Mei lalu, ini yang kedua jadi saksi klarifikasi," tuturnya.
Namun, dia mengingat jadwal pemanggilan Iwan bukan pada Rabu (24/8), melainkan Kamis (25/8).
Onee ditemani adiknya, Yosef Prastowo, melaporkan soal kehilangan suaminya ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polrestabes Semarang.
Hari terus berlalu, Iwan tak kunjung pulang.
Onee dan empat anaknya tak berhenti berdoa. Berharap Iwan dalam kondisi sehat dan cepat kembali ke pelukan keluarga.
Setelah 16 hari berlalu, Onee mendapat kabar tak enak. Suaminya dikaitkan dengan penemuan jenazah terbakar beserta sepeda motor dengan pelat nomor merah H 9799 RA.
Kendaran itu sesuai yang dikendarai Iwan.
"Saya tidak yakin, anak-anak saya juga sama," katanya.
Dalam logikanya, kejahatan yang ingin menghilangkan jejak tentunya tak akan meninggalkan bekas, seperti yang ada di sekitar lokasi penemuan yakni, name tag, handphone dan laptop, serta ikat pinggang.
"Tas saja tidak bawa saat berangkat kerja, laptop juga di rumah," tuturnya.
Dia mengetahui bahwa suaminya sering menjadi saksi, baik di kepolisian, inspektorat, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun demikian, dia tak percaya suaminya terlibat kasus korupsi alih lahan dari Perumahan Bukit Semarang Baru (BSB) yang dikembangkan PT Karyadeka Alam Lestari (KAL) kepada Pemkot Semarang pada 2010 silam. "Saya yakin suami tidak neko-neko, orangnya lurus," katanya.
Termasuk dengan adanya keterlibatan dalam proses penyertifikatan tanah delapan bidang senilai Rp 3 miliar yang baru diselesaikan dalam surat pertanggungjawabkan sekitar Rp 300 juta sampai Rp 400 juta.
"Mas Iwan sempat bilang SPJ Rp 400 juta untuk keperluan makan, alat, dan lain-lain," ujarnya.
Yosef Prastowo, adik ipar Iwan juga yakin pegawai fungsional itu tidak melanggar aturan kerja atau terkena hukuman disiplin.
"Kalau ada masalah selalu dihadapi, dipanggil KPK, kepolisian, dan BPK sudah biasa, itu makanan setiap hari," ujarnya.
Dirinya juga tak percaya bahwa suami dari kakaknya itu terlibat kasus korupsi dan menjadi korban pembunuhan di Kawasan Marina Kota Semarang.
Termasuk dengan adanya informasi yang beredar luas di permukaan masyarakat bahwa Iwan cenderung menjalani laku spiritual.
"Tidak ada seperti itu, kalau ada keris di rumah itu properti kakak saya seorang perias," tuturnya.
Hari terus berjalan. Onee pun tak bisa menahan sedih setelah mengetahui hasil tes DNA (deoxyribonucleic acid) dari kepolisian. Tes itu menyatakan bahwa jenazah yang ditemukan terbakar adalah suaminya.
Dia tak yakin suaminya hilang lalu meninggal dunia secara mengenaskan.
"Rapuh, sebetulnya saya seperti itu," kata Onee kepada JPNN.com Jateng sembari menyeka air matanya di rumah duka, Kamis (15/9).
Air matanya terus bercucuran saat menerima pelayat yang juga rekan kerja suaminya selama hidup mengabdi di Bapenda Kota Semarang.
Onee tampak berusaha tegar dengan kenyataan ditinggal suaminya.
Namun, dia menyebut kesedihan ini menjadi kekuatan untuk bangkit menerima kenyataan.
"Saya tidak bisa rapuh, apalagi bersedih terus-menerus," tuturnya.
Walau begitu, sang perias itu tak menyangka bahwa belahan jiwanya diperlakukan dengan keji.
Dihilangkan lalu dibunuh secara sadis. Jasadnya ditemukan terbakar hanya tinggal tulang belulang.
"Kenapa diperlakukan seperti ini. Kami itu orang kecil, tetapi saya percaya Mas Iwan orang baik," ujarnya.
Onee telah menerima informasi hasil tes DNA dari kepolisian bahwa jasad terbakar tersebut adalah suaminya yang selama ini berpamitan hendak bekerja.
"Keterangan resmi secara tertulis dari kepolisian belum kami terima," tutur Onee tak kuat menahan tangisnya.
Kabar tersebut disampaikan Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Irwan Anwar secara lisan saat berkunjung ke rumahnya pada Rabu (14/9) kemarin.
"Dari salah satu anak kami cocok dengan beliau," kata Onee.
Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar menunjukkan barang bukti pelat nomor sepeda motor dinas yang dikendarai Iwan Boedi sudah hangus. Foto: Wisnu Indra Kusuma/JPNN.com
Polisi telah menemukan beberapa tulang belulang Iwan Boedi di sekitar lokasi penemuan jasadnya yang terbakar pada Rabu (14/9).
Tulang-tulang yang ditemukan yaitu, tangan dan lengan kiri, lengan kanan, dan tungkai kanan. Sementara kaki kanan dan kepala masih dilakukan pencarian.
Beberapa waktu setelahnya, polisi mengumumkan hasil tes DNA yang menunjukkan identik dengan Iwan Boedi.
"Kami baru menerima kabar dari keluarga soal hasil DNA," kata Kepala Bapenda Kota Semarang Indriyasari di rumah duka.
Hasil tes DNA merujuk pada pencocokkan sampel dari dua anak laki-laki dan seorang anak perempuan yang diteliti oleh Puslabfor Mabes Polri Jakarta.
Iin, sapaan akrabnya menyebut telah mengenal Iwan Boedi sejak Januari tahun ini. Menurutnya, Iwan adalah sosok yang tekun dalam bekerja dan tak memiliki rekam jejak kasus disiplin. "Orangnya termasuk andalan kami di Bapenda," ujarnya. (mcr5/jpnn)
Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Tim Redaksi