jpnn.com, BANYUWANGI - Festival Gandrung Sewu yang akan digelar di Banyuwangi Sabtu (20/10) nanti adalah perhelatan untuk kedelapan kalinya. Selama tujuh kali digelar sejak 2011, festival yang menampilkan seribu penari gandrung itu mampu menggerakkan ekonomi lokal serta menjadi media untuk mempelajari sejarah kepahlawanan melawan penjajahan.
“Alhamdulillah, selama ini Festival Gandrung Sewu telah disambut antusias oleh wisatawan. Dan ini berdampak positif ke ekonomi lokal, ada ribuan warga yang menerima berkah ekonominya, mulai warung, jasa transportasi, restoran, homestay, hotel, sampai UMKM produsen oleh-oleh,” ujar Kepala Dinas Pariwisata MY Bramuda.
BACA JUGA: Bupati Anas: Ajang IMF-WB Bawa Berkah Ekonomi ke Banyuwangi
Dia menjelaskan, kedatangan ribuan wisatawan dalam dan luar negeri secara langsung ikut menambah pendapatan warga Banyuwangi. “Semoga ini bisa terus meningkat dan ikut menciptakan peluang ekonomi bagi warga,” ujarnya.
Tari Gandrung sendiri adalah tarian khas daerah yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Bukan Benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Di masa kolonialisme, Tari Gandrung adalah bagian tak terpisahkan dari taktik untuk melawan penjajahan.
BACA JUGA: ASN Banyuwangi Gelar Doa Bersama Untuk Keselamatan Bangsa
Bramuda menjelaskan, tahun ini, pergelaran Gandrung Sewu mengangkat tema “Layar Kumendung”. Penonton tidak hanya akan menyaksikan kemegahan tarian, tapi juga fragmen drama kepahlawanan yang menyertainya. Pertunjukan ini melibatkan sebanyak 1173 penari, 64 penampil fragmen, dan 65 pemusik.
BACA JUGA: Keren! Banyuwangi Punya Taman Seribu Penari Gandrung
“Di pertunjukkan ini koreografi tarian akan diselingi dengan fragmen drama Layar Kumendung dengan perbandingan 70 persen tarian dan 30 persen fragmen. Dijamin pertunjukan Gandrung Sewu akan semakin menarik,” ujar Bramuda.
Tema Layar Kumendung merupakan salah satu judul tembang yang menjadi pengiring pada tari Gandrung. Tema ini masih berkaitan dengan tema di tahun-tahun sebelumnya yang juga mengangkat gending-gending pengiring gandrung seperti Podo Nonton, Seblang Lukinto, dan Kembang Pepe.
Bramuda mengatakan, tema Layar Kumendung yang diangkat pada tahun ini akan menampilkan kisah heroisme bupati pertama Banyuwangi Raden Mas Alit dalam menentang pendudukan VOC Belanda. Meski kemudian Raden Mas Alit harus gugur dalam sebuah ekspedisi pelayaran (Layar) hingga menyebabkan kesedihan (Kumendung) bagi rakyat Banyuwangi.
“Kisah kepahlawanan itu dikemas dalam fragmen menarik, sehingga pertunjukan ini tidak sekadar peristiwa seni dan budaya, tapi juga menjadi media untuk kembali mengingat sejarah pahlawan yang telah berjasa bagi daerah ini. Sehingga kita bisa terus mencintai daerah ini serta tergerak untuk memajukannya,” ujar Bramuda.
“Seperti tahun-tahun sebelumnya, sebelum dimulai acara selalu dilakukan santunan kepada anak yatim dan warga kurang mampu untuk menyampaikan pesan solidaritas agar semua saling membantu,” pungkas Bramuda. (adk/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jazz Gunung Ijen, Lesung Pipitnya Senyum Musik Indonesia
Redaktur : Tim Redaksi