jpnn.com, PALEMBANG - Suhendro Wang menceritakan kisah sukses dirinya mendirikan usaha pempek Palembang, yang populer dan terkenal dengan nama Pempek CRP.
Awalnya, Suhendro Wang telah 10 tahun lebih menjadi importir dengan membeli barang dari pabrik China, lantas mendistribusikan lagi ke kota-kota besar yang ada di Indonesia.
BACA JUGA: Ustaz Yusuf Mansur Ajak Ibu-ibu dan Remaja Putri Berinvestasi Emas
Suhendro Wang berkeinginan untuk naik kelas dengan mencoba menjadi produsen kecil-kecilan.
“Karena saya orang Palembang, jadi setidaknya saya ingin ada satu bisnis yang bisa berkaitan erat dengan kota kelahiran saya. Maka dari itu saya memulai produksi pempek, dan saya juga sangat bangga karena bisa mempunyai satu bisnis yang mencerminkan dari mana asal diri saya,” ujar Suhendro.
BACA JUGA: Kirin Bagikan Tips Mengolah Sisa Makanan jadi Hidangan Baru
Pabrik Pempek CRP bernaung di bawah PT. Citra Rasa Palembang ini telah berdiri beberapa tahun yang lalu.
Pempek CRP juga telah memiliki sertifikat SNI, BPOM, Halal, GMP, dan ISO 22000, serta sedang tahap pengurusan HACCP, untuk keperluan export ke mancanegara.
BACA JUGA: Gandeng Prodia, AIA Edukasi Pentingnya Medical Check-up
Suhendro Wang mengaku, tidak asal-asalan dalam membangun dan memproduksi Pempek CRP, karena tak ingin setengah hati.
“Seperti kalau kita ke negara Jepang, ada istilah jika kalau belum makan sushi atau ramen, berarti kita belum pernah menginjak Jepang. Sama seperti halnya pempek, jika ke kota Palembang belum makan pempek berarti belum menginjak Palembang,” ujarnya.
Selain itu, Suhendro juga membagikan pemikirannya bisnis di bidang kuliner, yang memiliki tiga level.
Untuk level yang pertama, level hit and run, di level ini makanan akan sebegitu booming-nya pada suatu waktu akan tetapi, setelah lewat 1-2 tahun, makanan ini akan menghilang dan lenyap begitu saja.
Kedua, level yang berkaitan dengan habit kesehatan.
"Misalnya jika saya ke mal, saya akan lebih memilih yoghurt frozen dibandingkan es krim merk A. Karena memakan yogurt frozen terasa lebih enteng rasanya di tenggorokan dan pencernaan pun lebih lancar setelah mengonsumsi itu," jelasnya.
Dan yang terakhir, level ketiga dalam bisnis makanan yaitu, berkaitan dengan budaya (culture).
Di titik ini, bisnis akan bertahan selamanya. Karena makanan sudah menyatu dan melekat dengan budaya tertentu.
Suhendro Wang juga bermimpi, kelak suatu hari nanti, setiap hotel di Indonesia bisa memiliki menu pempek pada saat breakfast, brunch, dan saat coffee break.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy