Kisruh Minyak Goreng, Ekonom UI: Bukan Mafia

Kamis, 24 Maret 2022 – 11:13 WIB
Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi menilai kisruh minyak goreng bukan tentang mafia. Ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi menilai kisruh minyak goreng bukan tentang mafia.

Menurutnya, orang yang menjual crude palm oil (CPO) ke luar negeri karena keuntungan yang lebih banyak bukan dikategorikan sebagai mafia.

BACA JUGA: Simpang Siur Mafia Minyak Goreng, Arief Poyuono: Copot Saja Mendag Cuma Bikin Gaduh

“Itu orang cari untung bukan mafia. Undang-undang kita tidak menganut anti profiteering, yang kita anut KPPU atau antitrust seperti di Amerika. Ketika dia mau mengambil keuntungan ya sah-saja. Ini kan mekanisme pasar,” kata Fithra dalam keterangan yang diterima JPNN.com, di Jakarta, Kamis (24/3).

Menurutnya, seharusnya penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) dilakukan di atas harga pokok produksi, sehingga tidak membuat produsen minyak goreng rugi.

BACA JUGA: Pak Mendag, Mafia Minyak Goreng Kapan Diungkap? Rakyat Menunggu

“Kalau ada dual pricing, ada curah ada minyak goreng kemasan yang tidak disubsidi, ini nanti curahnya ilang. Di Jawa Tengah, Jawa Timur, udah ilang semua karena dual pricing. Adanya black market,” jelasnya.

Fithra pun memberikan sejumlah solusi yang bisa dilakukan oleh Kemendag dalam menjaga stabilitas harga minyak goreng.

BACA JUGA: Mafia Minyak Goreng Segera Terbongkar, Mendag: 1-2 Hari Lagi

Menurutnya, Kemendag dapat menggunakan sistem resi gudang selain membentuk mekanisme hedging dan menstabilisasi harga karena ada efek skala ekonomis, apalagi dipadukan dengan Bulog.

Di sisi lain, dia mengingatkan, ini bukan hanya tanggung jawab Kemendag saja.

Pemerintah bisa menggunakan data Kemensos yang sudah sangat lengkap untuk menyalurkan bantuan sosial yang lebih sesuai target sasaran.

“HET ditetapkan harga Rp 19 ribu, untuk yang kaya tidak masalah, yang punya masalah kita bantu. Ada konsolidasi dengan kalangan produsen. Jangan dimusuhin. Justru harusnya diajak ngobrol untuk kepentingan nasional. Jangan dituduh mafia juga,” beber Fithra.

Ketua Umum ILUNI UI Andre Rahadian meminta pemerintah membuat strategi yang pas untuk memenuhi aspek kebutuhan pangan pokok.

"Jika kilas balik, ini merupakan janji di awal pemerintahan Presiden Jokowi untuk ketahanan pangan," ucapnya.

Selain itu, ILUNI UI menilai ini hal penting, apalagi akan masuk Ramadan.

"ILUNI UI akan memberikan berbagai masukan yang diperlukan. Apalagi kita sebagai bangsa agrikultur harusnya punya potensi besar ketahanan pangan dan pembatasan impor,” kata Andre.

Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi menyatakan berbagai hal yang sudah dilakukan untuk menjaga ketersediaan pangan.

Menurutnya, jelang Ramadan dan Lebaran, sembilan komoditas yang ada di Perpres No. 66 tahun 2021 jadi perhatian bersama.

Koordinasi dengan kementerian lembaga pun telah dilakukan, melibatkan BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

“Kami duduk dengan pengusaha-pengusaha untuk support sehingga sembilan komoditas dalam Perpres bisa dijaga bersama-sama. Jadi, kuncinya hari ini adalah kolaborasi dan sinergisitas,” ujarnya.

Badan Pangan Nasional juga melakukan pemantauan berdasarkan data atau lapangan.

Beberapa di antaranya, lanjut Arief, pengecekan sumber produksi dan tempat pemasarannya, serta mengupayakan ketersediaan daging sapi dengan menambah pasokan sapi hidup dari Jatim, Jateng, serta Sumbawa ke Jabodetabek. (mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler