Klaster Perpajajakan UU Cipta Kerja Beri Angin Segar Bagi Pelaku UMKM

Senin, 01 Februari 2021 – 16:21 WIB
UU Cipta Kerja diklaim sangat berpihak kepada UMKM dan Koperasi. Ilustrasi Foto: Antara

jpnn.com, JAKARTA - Undang–undang Omnibuslaw atau Cipta Kerja, khususnya klaster perpajakan dinilai memberikan angin segar, meringankan beban  sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Sekaligus juga dapat mendukung pengembangan dunia usaha di tanah air. 

BACA JUGA: Tim Buruh Menggugat Nilai Pemerintah Tak Serius Hadapi Uji Materi UU Cipta Kerja

Salah satu peraturan  yang dianggap cukup membantu UMKM dan pengembangan usaha itu adalah peraturan yang menyebutkan, pemerintah akan menerapkan pengaturan ulang sanksi bunga atas kekurangan bayar karena pembetulan surat pajak terhutang (SPT) tahunan.

Dan SPT Masa yang saat ini tarifnya sebesar 2% perbulan dari pajak kurang dibayar. 

BACA JUGA: Galih Ginanjar Dekat dengan Cewek Lain, Kumalasari: Butuh Uang Banget ya

Pemerintah menurunkan sanksi denda menjadi 1%. Relaksasi bagi hak untuk kredit pajak pengusaha kena pajak (PKP) menjadi suku bunga acuan ditambah 5% dibagi 12 bulan (suku bunga acuan + 5%)/12 bulan.  

Besaran bunga per bulan dan denda ditetapkan Menteri keuangan (Menkeu) lewat PMK (peraturan menteri keuangan) setiap bulannya.

BACA JUGA: BTN Salurkan KPR Subsidi dengan Skema BP2BT

Penurunan besaran sangsi denda pajak juga berlaku bagi perusahaan kena pajak ( PKP)  yang tidak membuat Faktur Pajak atau membuat Faktur Pajak tidak tepat waktu yang saat ini dikenakan 2% dari dasar pengenaan pajak.  

Dendanya akan diturunkan sebesar 1% dari dasar pengenaan pajak.

Selanjutnya, sanksi denda bagi pengusaha yang tidak lapor usaha untuk dikukuhkan menjadi PKP saat ini tidak dikenakan sanksi, namun nanti akan dikenakan sangsi sebesar 1% dari dasar pengenaan pajak untuk kesetaraan dengan PKP yang tidak membuat faktur pajak atau tidak tepat waktu.

Hal ini disampaikan dosen Program Studi (Prodi) Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Administrasi Institut Ilmu Sosial dan Manajemen STIAMI, yang juga sekretaris Komisi I Dewan Riset Daerah (DRD) Provinsi DKI Jakarta, Eman Sulaeman Nasim.

Seminar online nasional bertema 'Dampak Kebijakan Omnibuslaw Terhadap Peraturan Perpajakan Yang Berlaku Saat ini: Penerimaan dan Kepatuhan Wajib Pajak' ini diikuti ratusan peserta dati pelaku usaha, dosen dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di  berbagai pelosok di Pulau Jawa.

“Jika diaturan sebelumnya, wajib pajak yang terlambat membuat faktur atau terlambat membayar PPN maupun PPH karena satu dan lain hal dikenai denda pajak. Jika denda pajaknya tidak dibayar, maka denda tersebut akan berbunga. Ini sangat memberatkan wajib pajak, apalagi wajib pajak UMKM," papar Eman.

Namun di UU Omnibuslaw klaster perpajakan, pasal tersebut dihapus. Diganti dengan denda satu persen. Dan jika dendanya belum dibayar, makan bunga atas denda pajak tersebut bukan 2 persen.

"Tapi mengikuti suku bunga bank. Besarannya akan ditentukan oleh Menteri Keuangan. Ini lebih meringankan wajib pajak. Dibandingkan wajib pajak masih terus kena denda pajak. Jika denda pajaknya tidak dibayar dikenai bunga yang cukup besar,” imbuh Eman.

Meski begitu, sebagai salah seorang wajib pajak, Eman mengimbau pemerintah khususnya pihak DItjen Pajak tidak mengenakan bunga atas denda pajak yang belum dibayarkan para wajib pajak. 

Alasannya, bisa saja wajib pajak yang terkena denda pajak tersebut selain tidak sengaja melakukan pelanggaran juga  karena ketidak tahuan informasi atau bahkan mungkin belum memiliki dana untuk membayar denda pajak tersebut.

Sebaiknya kantor pajak melalui account referesentative atau AR Pajak di setiap kantor perwakilan pajak pratama, memberikan pemberitahuan melalui saluran pribadi media sosial seperti WhatsApp atau email kepada para wajib pajak yang dianggap melanggar peraturan pajak.

Bisa jadi wajib pajak tersebut tidak tahu atau tidak sengaja melanggar pajak.

“Harusnya kantor pajak memberitahu dahulu kepada WP, ini ada indikasi Anda melanggar ketentuan pajak. Kalau Anda teruskan, Anda akan terkena denda. Jadi jangan diteruskan. Segera perbaiki.  Jadi sifatnya preventif. Jangan langsung dikenai denda. Apalagi, sudah tidak diberitahu eh dendanya berlipat lipat dan berbunga-berbunga,” papar Eman.

Meski bunga atas denda pajaknya sudah diperkecil dalam UU Cipta Kerja, menurut Eman, sebaiknya, pemerintah melalui Ditjen Pajak tidak mengenakan bunga atas denda pajak yang terlambat dibayarkan oleh para wajib pajak itu sendiri.

“Sebaiknya kantor pajak memperlakukan para wajib pajak sebagai mitra kerja. Karena dari para wajib pajak itulah, negara memperoleh penghasilan yang sangat besar untuk menutupi kebutuhan anggaran pendapatan," tutur Eman.

Eman menyebut secara umum, Undang undang cipta kerja klaster perpajakan bernilai positif.

Selain bertujuan menciptakan dan meningkatkan lapangan kerja dengan memberikan kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan terhadap koperasi dan UMKM serta industri dan perdagangan nasional.

“Sekarang, UU Cipta Kerja ini sudah resmi menjadi UU. Masyarakat yang semula setuju maupun tidak setuju, tetap harus mematuhi UU ini. Sekarang pemerintah, harus lebih transparan dan mensosialisasikan proses pembuatan peraturan pemerintahnya sebagai turunan dari UU ini. Jika transparan dan tersosialisasikan dengan baik, bukan tidak mustahil tujuan dan azas dari UU Cipta kerja bisa dicapai dengan baik," saut Eman.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler