Hal itu disampaikan Erman saat dihadirkan sebagai ahli pada persidangan perkara korupsi penyewaan pesawat MNA dengan terdakwa Hotasi Nababan dan Tony Sudjiarto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (29/10). Guru besar ilmu hukum di Universitas Indonesia itu menyatakan, direksi MNA tidak bisa disalahkan karena pihak penyedia pesawat, yakni Thirdtone Aircraft Leasing Group (TALG) melakukan wanprestasi.
"Karena yang wanprestasi pihak yang punya pesawat. Perbuatan tidak mengirim pesawat itu tidak ada hubungannya dengan direksi," ucap Erman di hadapan majelis hakim yang diketuai Pangeran Napitupulu.
Dalam kesempatan itu Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung juga bertanya tentang kewenangan direksi Merpati di bawah Hotasi yang mengubah tipe pesawat yang hendak disewa. Namun menurut Erman, hal itu tidak menyalahi aturan karena dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA) PT MNA yang disetujui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sudah dicantumkan bahwa direksi diberi kewenangan untuk mengubah tipe pesawat tanpa harus lapor ke pemegang saham.
"Jadi sah-sah saja tindakan direksi. Tidak harus ke RUPS karena RKA yang disetujui dalam RUPS itu membolehkan direksi mengubah pesawat," tegasnya.
Selain itu ditegaskannya pula, security deposit sebesar USD 1 juta yang dibayarkan MNA ke TALG merupakan hal wajar dalam bisnis penerbangan. Sebab, security deposit itu justru untuk menjamin bahwa MNA sebagai penyewa bakal menerima pesawat dari TALG. "Kalau untuk kelancaran penyewaan pesawat, ya nggak masalah," tegasnya.
JPU juga bertanya tentang penempatan security deposit di badan hukum non-perbankan sebagaimana dilakukan direksi MNA. Menurut Erman, hal itu tidak menyalahi aturan asalkan ada kesepakatan dari dua belah pihak dan kantor hukum di AS memang dapat menyimpan deposit itu.
"Kalau pihak penyedia pesawat minta security deposit ditaruh di badan hukum, tidak masalah. Tidak harus di bank. Diminta diserahkan ke pihak ketiga, tidak masalah," tegasnya.
Bagaimana jika security deposit itu dibayarkan ke pihak yang sebenarnya masih terafiliasi dengan perusahaan penyewaan pesawat? "Boleh saja. Sepanjang pihak ketiga itu tidak dilarang menerima uang oleh undang-undang," lanjut mantan Deputi Sekretaris Kabinet itu.
Pada bagian lain Erman juga ditanya tentang kehati-hatian direksi MNA dalam pengadaan dua unit Boeing itu. Erman menyatakan Direksi sudah hati-hati karena keputusan juga diputuskan secara kolegial. "Keputusan seluruh Direksi bukan keputusan perseorangan, tapi untuk Perusahaan," tegasnya.
Karenanya berkali-kali Erman menganggap kasus tersebut tidak tepat dibawa ke ranah pidana. "Ini tidak bisa dipidanakan. UU Perseroan Terbatas mengatakan, negara sebagai pemegang saham bisa menggungat untuk mendapat ganti rugi, tapi bukan pidana," lanjutnya.
Diberitakan sebelumnya, JPU Kejagung mendakwa Hotasi dan Tony telah korupsi USD 1 juta terkait penyewaan dua unit pesawat dari Thirdtone Aircraft Leasing Group (TALG) Washington DC pada 2006. Alasannya, karena Merpati telah mengeluarkan dana USD 1 juta namun pesawat yang akan disewa dari TALG masih dimiliki dan dikuasai oleh pihak lain, yaitu East Dover Ltd.
JPU, menganggap perbuatan terdakwa Hotasi selaku Dirut MNA dan Tony selaku Manajer Pengadaan Pesawat membayarkan security deposit USD 1 juta secara cash, telah memperkaya TALG dan mengakibatkan kerugian negara USD 1 juta. Karenanya Hotasi dan Tony dijerat dengan pasal 2 ayat (1) juncto pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rieke Surati Pemerintah Malaysia
Redaktur : Tim Redaksi