Koalisi di Pilkada Bersifat Acak, Tak Bisa Diklaim Sepihak

Rabu, 04 Juli 2018 – 16:59 WIB
Said Salahudin. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Said Salahudin menilai hasil Pilkada Serentak 2018 di 171 daerah tak serta-merta bisa dianggap sebagai kemenangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) maupun Prabowo Subianto. Sebab, yang terjadi di pilkada adalah koalisi acak yang tak paralel dengan konfigurasi kekuatan pendukung pemerintahan saat ini.

“Sampai saat ini Jokowi merupakan kader PDIP. Ketika PDIP tak banyak bicara di pilkada, apa bisa dikatakan Jokowi pemenangnya," ujar Said kepada JPNN, Rabu (4/7).

BACA JUGA: Jokowi Terima Presiden Bank Dunia di Istana Bogor

Said menambahkan, kemenangan pasangan calon kepala daerah yang diusung partai pendukung Jokowi pada Pilkada 2018 tidak mencerminkan peta koalisi penyokong pemerintah saat ini. Sebab, partai yang beroposisi di tingkat pusat, justru berkoalisi untuk pilkada.

"Itu adalah koalisi acak. Di situ kan ada parpol oposisi. Contoh di Sumut, bagaimana dikatakan kemenangan Jokowi, wong Edy Rahmayadi dan calon wakilnya lebih cenderung ke Prabowo dan PKS. Meski demikian di koalisi itu terdapat Partai NasDem dan Golkar," ucapnya.

BACA JUGA: Duet Jokowi-Cak Imin Moncer di Kalangan Pemilih Muslim

Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) itu juga mencontohkan hasil hitung cepat Pilgub Jawa Timur yang menempatkan pasangan Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak sebagai pemenangnya. Said mengakui Khofifah memang diusung Golkar.

Namun, katanya, hal yang juga perlu diketahui adalah adanya partai lain seperti Partai Demokrat yang ikut mengusung Khofifah. Saat ini, partai pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu bukanlah bagian koalisi partai politik pendukung pemerintah.

BACA JUGA: Kubu Prabowo Tak Perlu Sinis Merespons Wacana JK-AHY Berduet

"Di Jawa Barat, Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum memang didukung parpol pendukung pemerintah. Yaitu, NasDem, PPP dan PKB. Tapi raihan suaranya kecil sekali jika dibanding populasi Jabar. Kan hanya menang sekitar 30 persen. Artinya sekitar 70 persen tak mendukung," ucapnya.

Said juga mencontohkan hasil di Pilgub Jawa Tengah. Menurutnya, kemenangan duet Ganjar Pranowo-Taj Yasin yang diusung PDIP-PPP tak terlalu jauh dari duet Sudirman Said-Ida Fauziyah. Padahal, Jateng disebut-sebut sebagai provinsi kandang banteng.

Kemudian di Sulsel, Nurdin Abdullah yang memenangi hitung cepat juga bukan tokoh sentral pendukung Jokowi. Selain itu, dalam koalisi pengusung Nurdin juga terdapat Partai Gerindra.

"Jadi sekali lagi, tak bisa disebut kemenangan Jokowi. Hal yang sama juga, tak bisa disebut kemenangan Prabowo. Karena di Pilkada 2018 itu yang berlaku koalisi acak, tak menggambarkan koalisi nasional yang tertata," pungkas Said.(gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pilpres 2019: Golkar Diprediksi Main Dua Kaki Lagi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler