Koalisi Masyarakat Sipil Minta Presiden Prabowo Memastikan Transisi Energi Inklusif

Kamis, 19 Desember 2024 – 15:31 WIB
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transisi Energi Berkeadilan merekomendasikan delapan quick wins transisi energi untuk 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran. Foto: dok KataData

jpnn.com, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transisi Energi Berkeadilan yang terdiri dari 30 lembaga riset dan organisasi masyarakat sipil, merekomendasikan delapan quick wins transisi energi untuk 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran. 

Hal tersebut disampaikan pada Focus Group Discussion (FGD) yang dihadiri PT PLN (Persero) dan Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada Rabu, 18 Desember 2024 di Kantor Katadata.

BACA JUGA: Wujud Komitmen Ketahanan Energi, Pertamina Tambah 31 Titik Baru BBM Satu Harga

Plt. Direktur Program Koaksi Indonesia, Indra Sari Wardani, selaku perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transisi Energi Berkeadilan 

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transisi Energi Berkeadilan menyatakan penyerahan quick wins ini bertujuan mendukung target pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas dan inklusif melalui percepatan transisi energi yang sejalan dengan visi misi Asta-Cita. 

BACA JUGA: Sustain Sebut Peningkatan Pungutan Batu Bara Bisa Dialokasikan untuk Transisi Energi

Apalagi, Presiden Prabowo secara resmi menyampaikan akan menghentikan operasi pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) dalam lima belas tahun mendatang, yang disertai penambahan 75 GW kapasitas energi terbarukan hingga 2040 pada pertemuan G20 di Brasil. 

“Ini merupakan langkah awal yang harus diapresiasi dan perlu dikawal agar komitmen tersebut dapat terlaksana secara inklusif dan berkeadilan untuk mencapai kedaulatan energi Indonesia”, ujar Indra Sari dikutip, Kamis (19/12).

BACA JUGA: Tingkatkan Stamina dengan Mengonsumsi 5 Minuman Energi Ini

Indra Sari menekankan hal krusial dalam quick wins yang perlu dipenuhi, untuk mengimplementasikan rencana Presiden Prabowo tersebut. 

Pertama, memastikan mekanisme pelibatan dan partisipasi bermakna masyarakat dalam perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan dan implementasi kebijakan strategis di sektor energi dan turunannya. 

Hal ini untuk memastikan agar pendapat dan usulan masyarakat didengar dan dipertimbangkan, serta mendapat penjelasan informatif sebagaimana amanat Undang-Undang No.13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. 

Executive Vice President Transisi Energi & Keberlanjutan PT PLN, Kamia Handayani mengatakan pemerintah tengah menyelaraskan beberapa kebijakan energi nasional berupa Kebijakan Energi Nasional (KEN), Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). 

Saat ini PLN tengah menyusun RUPTL 2025 - 2034 yang selaras dengan target NDC 2030 dan Net Zero Emission (NZE) 2060.

Merespons pernyataan tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil menekankan pemerintah perlu mengevaluasi Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) agar memprioritaskan energi terbarukan seperti tenaga surya, angin mikro/mini hidro dan panas bumi. 

Pasalnya, potensi energi terbarukan di Indonesia mencapai 3.716 GW (RPJPN, 2025-2035), tapi baru dimanfaatkan kurang dari 14 GW (0,37 persen). 

Senior Strategist Indonesian Center for Environmental Law Grita Anindarini menyebut pembangunan energi terbarukan selain lebih efektif pangkas emisi, juga lebih murah dan minim risiko, alih-alih energi baru seperti nuklir, hilirisasi batu bara, gas, dan CCS/CCUS, yang justru akan menghambat rencana dekarbonisasi dan pengembangan energi terbarukan ke depan.

“Kami mengharapkan pengembangan energi ke depan lebih mengutamakan sumber energi yang tidak berisiko tinggi terhadap lingkungan, aman, tidak memberikan tekanan lebih pada ekosistem, dan tidak berkonflik dengan masyarakat” kata Grita.

Pensiun Dini PLTU Batubara dan Dukungan Insentif Energi Terbarukan

Pembangunan energi terbarukan mencapai 13,9 persen pada semester 1 2024. 

Koordinator Rencana dan Laporan Direktorat Jenderal EBTKE, Kementerian ESDM, Widya Adi Nugroho mengatakan angka ini mencakup seluruh energi terbarukan, baik yang dikelola PLN, maupun off-grid dan dari independent power producer (IPP).

“Persentase ini meningkat karena akan ada beberapa pembangkit listrik tenaga panas bumi, air, dan surya yang akan beroperasi di penghujung tahun ini” lanjut Widya.

Menurut Koalisi Masyarakat Sipil, untuk mendapat ruang dalam bauran energi nasional, pengembangan energi terbarukan juga harus diiringi dengan penghentian operasi PLTU. 

Oleh karena itu, dalam quick wins kedua, Koalisi Masyarakat Sipil mengusulkan, pemerintah harus segera menyusun rencana peta jalan pensiun dini PLTU yang jelas, beserta tindakan pengamanan (safeguard) sebagai turunan dari Perpres 112/2022. 

Peta jalan tersebut harus dapat mengakomodasi perlindungan sosial dan lingkungan terutama bagi pekerja dan masyarakat yang terdampak ketika pensiun dini PLTU dilaksanakan.

Kamia mengungkapkan PLN telah menyiapkan rencana untuk meningkatkan bauran energi terbarukan dalam rencana pembangkitannya, sekaligus membangun jaringan transmisi listrik smart grid.

“Dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) sebelumnya, PLN telah merencanakan kapasitas terpasang energi terbarukan sebesar 21 GW hingga 2030. Dengan revisi terbaru untuk RUPTL 2025–2034, kapasitas ini bisa lebih besar lagi,” katanya.

Namun, untuk mengimplementasikan rencana tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil menyerukan agar pemerintah memberikan dukungan insentif dan pendanaan inovatif bagi energi terbarukan serta pemberdayaan dan peningkatan akses usaha mikro, kecil, dan menengah serta koperasi. 

Perlu ada prosedur pengadaan energi terbarukan yang jelas dan transparan, serta pentingnya desentralisasi energi yang memungkinkan pengembangan energi terbarukan yang demokratis dan berkelanjutan.

Selanjutnya, aspek ESG (environment, social, and governance), yang mencakup prinsip kelestarian lingkungan, keadilan sosial dan tata kelola yang baik, merupakan prasyarat yang harus dipenuhi oleh pelaku industri untuk mendapatkan perizinan investasi.(mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler