Neil Prakash, terdakwa kombatan dan penyebar propaganda kelompok teroris ISIS, menyatakan tak keberatan dengan tindakan pemerintah mencabut kewarganegaraan Australianya. Dia mengaku memang sudah tidak mau pulang ke negara itu.
Pengacara Neil Prakash, Resat Davran, mengatakan kliennya ini sama sekali tak kecewa dengan hilangnya status tersebut. Dia, katanya, tak ingin diekstradisi ke Australia untuk diadili dengan tuduhan terorisme.
BACA JUGA: Pemerintah Thailand Tangani Negosiasi Film Penyelamatan Tim Bola
Dalam persidangan di Kota Kilis, Turki, kemarin Neil Prakash juga mengaku bahwa dia bukan warga negara Fiji, seperti yang dikatakan Menteri Imigrasi Australia Peter Dutton.
Australia mencabut kewarganegaraan Prakash pada Desember 2018 dengan alasan bahwa dia juga memegang kewarganegaraan Fiji. Pemerintah Fiji kabarnya membantah hal tersebut.
BACA JUGA: Jejak Pesawat Terbang Berbentuk Tulisan Im Bored Di Angkasa Adelaide
Prakash sendiri lahir di Kota Melbourne dengan ayah yang berasal dari Fiji dan ibu dari Kamboja.
Dia jadi terkenal setelah muncul dalam video propaganda ISIS yang menyerukan generasi muda Muslim untuk memerangi negara-negara Barat.
BACA JUGA: Bentuk Penipuan Untuk Menjebak Turis Di Manca Negara
Dalam video ini dia juga menyerukan serangan terhadap sasaran di Australia. Prakash memuji dan mencontohkan penikaman yang dilakukan Numan Haider (18 tahun) terhadap dua polisi di Melbourne.
Dalam persidangan di Turki, Prakash menyampaikan keterangannya dalam Bahasa Turki.
"Saya tahu bahwa Australia telah melucuti kewarganegaraan saya. Tetapi saya tak memiliki kewarganegaraan lain," ujarnya.
Saat ditanya apakah terdakwa ingin menyampaikan sesuatu kepada petugas konsuler Australia yang hadir di persidangan, Prakash menjawab: "Tidak. Tak ada yang perlu saya katakan kepada mereka."
"Saya hanya ingin sampaikan bahwa saya tidak memiliki informasi tentang ISIS," tambahnya.
Keterangan Prakash di depan persidangan Turki ini disampaikan melalui video dari penjara di Gazientep, tak jauh dari Kota Kilis.
Terdakwa ditahan sejak ditangkap ketika masuk ke Turki dari Suriah pada November 2016.
Dia terancam hukuman penjara 15 tahun penjara jika terbukti sebagai anggota ISIS.
Dalam keterangannya di pengadilan, terdakwa membantah terlibat ISIS. "Saya bukan anggota ISIS atau anggota Al Qaeda, dan saya menyesal menjadi anggota," katanya.
Seusai sidang, pengacara Resat Davran yang ditunjuk untuk mendampingi terdakwa, mengaku telah menemuni kliennya itu pekan lalu.
Davran menjelaskan bahwa Prakash tampak baik-baik saja, tenang dan terbiasa berada di penjara - meskipun mengaku ingin dibebaskan.
Davran mengatakan Prakash bisa mendapatkan manfaat dari hukum "penyesalan efektif" yang berlaku Turki.
Menurut aturan tersebut, hukuman terdakwa akan dikurangi kalau dia menyatakan penyesalan atas perannya di ISIS.
Sidang kemarin sebenarnya untuk memeriksa dua warga Pakistan yang tertangkap berusaha memasuki Turki bersama Prakash. Namun kedua orang tersebut ternyata tidak dapat ditemukan dalam penjara.
Persidangan kasus Prakash akan memasuki tahap vonis pada 15 Maret.
Jika dibebaskan dan tanpa kewarganegaraan, Prakash kemungkinan ditempatkan di sebuah kamp pengungsi di Turki.
Ikuti juga berita lainnya dari ABC Indonesia.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Setelah Terjang Kaledonia Baru, Badai Topan Oma Ancam Queensland