jpnn.com, JAKARTA - Pasangan suami istri berinisial DK dan KA ditangkap Subdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya, karena diduga menipu seorang pengusaha dengan sejumlah investasi bodong dan menimbulkan kerugian Rp 39,5 miliar.
Kasus ini dimulai sejak Januari 2019 dan terkuak setelah dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada 21 Januari 2021.
BACA JUGA: AS Bilang Vaksin Sinovac Berbahaya, Polisi Gerak Cepat
"Ada beberapa proyek penipuan yang dilakukan tersangka dan ada dua yang sudah dilakukan penahanan, yang pertama adalah adalah DK alias DW, ini yang punya ide melakukan penipuan dan yang kedua istrinya sendiri inisialnya KA," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus di Mapolda Metro Jaya, Rabu (27/1).
Yusri menyatakan, cara tersangka DK alias DW meyakinkan korbannya adalah dengan mengaku sebagai menantu mantan petinggi Polri.
BACA JUGA: Listyo Sigit Menunduk ke Jokowi, Lalu...
"Modus operandinya adalah memperkenalkan diri kepada korban dan menyampaikan bahwa dia adalah menantu mantan petinggi Polri untuk meyakinkan korban dan mulai bermain proyek-proyek," tambahnya.
Adapun proyek bodong yang ditawarkan tersangka yang pertama adalah pembelian lahan senilai sekitar Rp24 miliar pada Januari 2019 dan kedua pada April-Mei 2019 menawarkan proyek pasokan MFO (marine fuel oil) dari Cilegon hingga korban mengeluarkan dana sekitar Rp4,5 miliar.
BACA JUGA: Kusnadi Ikus Dibunuh Secara Sadis, Pelakunya 3 Pemuda Ini
Proyek bodong ketiga pada Juni 2019 adalah proyek pengelolaan parkir senilai Rp117 juta dan Rp50 juta dan proyek batubara di Jawa Timur dengan nilai Rp5,8 miliar.
Proyek kelima pada Juli 2019 adalah proyek MFO di Cilegon senilai Rp3 miliar dan penawaran tanah di Depok senilai Rp2,2 miliar.
Seiring berjalannya waktu, korban pun sadar telah ditipu dan dirugikan oleh yang bersangkutan dan melaporkan kasus tersebut kepada polisi dan sehingga penyidik berhasil mengamankan dua orang tersangka.
Yusri juga menjelaskan jika setelah dilakukan pendalaman diketahui tersangka DK merubah KTP menjadi nama DW dan menggunakan nama DW untuk membuka rekening dan membuat perjanjian serta mengaku menantu salah satu mantan petinggi Polri untuk meyakinkan korban ikut melakukan investasi kepada tersangka.
Sedangkan peran KA selaku istri DK adalah melakukan tindak pidana pencucian uang (TTPU) dengan menerima transfer dari korban dan uang hasil kejahatan ini dibelikan beberapa aset yang lain seperti tanah dan rumah.
“Kami ancam dengan Pasal 372 dan 378 KUHP tentang penipuan dan penggelapan, pasal 263 KHUP tentang pemalsuan dokumen, juga Pasal 3, Pasal 5 dan Pasal Jo Pasal 8 UU no.8 2010 tentang TPPU dengan ancaman 20 tahun penjara,” kata Yusri.
Pada kesempatan yang sama Kasubdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Dwiasi Wiyatputera menjelaskan, sebenarnya ada tujuh tersangka dalam kasus tersebut, namun hanya dua orang yang dilakukan penahanan.
"Investasi bodong dengan kerugian Rp39 miliar dengan tersangka tujuh orang, namun yang dilakukan penahanan hanya dua orang, karena lima orang ini pasif tapi perannya masing-masing ada dan dua orang ini yang aktif melakukan rangkaian kata-kata bohong hingga korban menjadi yakin," kata AKBP Dwiasi.
Adapun lima tersangka lainnya yakni FCT, BH, FS, DWI dan CN. Kelimanya ditetapkan sebagai tersangka dengan peran seperti membantu membuat rekening untuk menerima transfer dana, menerima fee sebagai broker dan terlibat dalam transaksi jual beli dalam investasi bodong tersebut.
"Kelimanya tidak ditahan tetapi tetap diproses hukum sesuai perannya masing-masing," kata Dwiasi. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti