Kominfo Ajak Warganet Gunakan Bahasa Positif di Medsos

Rabu, 20 Oktober 2021 – 21:35 WIB
Kominfo menggelar diskusi tentang Berbahasa Positif Dalam Konten Kreatif. Foto dok Kominfo

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengingatkan pengemasan konten-konten di media digital tidak hanya harus kreatif, tetapi juga memuat padanan bahasa-bahasa yang tepat.

Terlebih, media digital saat ini menjadi sebuah platform penting dalam penyebaran informasi publik.

BACA JUGA: Pengakuan Ruben Onsu yang tak Takut Mati, Hingga Siapkan Warisan

Kualitas penggunaan kata-kata dan bahasa dalam konten-konten di media digital akan mendorong kualitas diseminasi informasi yang diberikan kepada masyarakat.

Hal ini disampaikan oleh Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kominfo Usman Kansong.

BACA JUGA: Yuk, Teladani 3 Hal ini dari Peringatan Maulid Nabi

“Bahasa merupakan komponen utama dalam keberhasilan komunikasi. Ketepatan berbahasa akan berpengaruh terhadap bagaimana informasi diterima oleh masyarakat,” ujar Usman dalam diskusi Berbahasa Positif dalam Konten Kreatif, Rabu, (20/10).

Bahasa Indonesia, lanjut Usman merupakan kekuatan yang menyatukan kemajemukan bangsa Indonesia.

BACA JUGA: Kominfo Dukung Digitalisasi UMKM di Majelis Taklim MNU

Maraknya penggunaan bahasa gaul, seperti bahasa gaul di radio yang disebarkan melalui media sosial apabila tidak diimbangi dengan edukasi yang tepat bisa menimbulkan pergeseran berbahasa di kalangan anak muda.

“Begitu penggunaan bahasa Indonesia secara positif dalam berbagai kanal komunikasi menjadi unsur penting dalam menyampaikan informasi serta memberikan pemahaman ke publik,” kata Usman.

Sementara, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek, E. Aminudin Azis menerangkan masyarakat Indonesia pada umumnya bercirikan sebagai masyarakat oral, ditandai dengan, antara lain, banyaknya dongeng-dongeng yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Budaya masyarakat Indonesia mengandalkan bahasa lisan untuk menceritakan sesuatu secara turun temurun.

Bahasa lisan tidak memiliki jejak seperti bahasa tulisan sehingga sulit melacar sumber utamanya.

“Bahasa lisan itu mengandalkan ingatan, apa yang kita ingat dalam waktu lama. Nanti akan berbeda-beda (ceritanya) dari setiap orang karena kapasitas berpikir seseorang itu berbeda. Bahasa lisan itu mengandalkan ingatan," ujarnya.

Sedangkan bahasa tulisan potensi untuk tersimpan secara aman, makanya kalau perpustakaan-perpustakaan besar ada dokumen yang sudah 1.000 tahun gitu atau bahkan lebih tetap tersimpan rapi.

Direktur Utama Narabahasa yang juga Wikipediawan Ivan Lanin meminta agar lembaga pemerintah memperhatikan padanan bahasa dalam mengkreasikan konten informasi.

Dia juga mengimbau agar informasi tidak hanya disalurkan melalui media sosial seperti Instagram, Twitter dan Facebook, tetapi juga harus memperhatikan konten di situs web atau laman.

“Jangan pernah lupakan situs web karena selalu berada di tengah, terutama untuk organisasi (pemerintah) situs web itu adalah tempat yang benar-benar kita bebas untuk menentukan apa pun (konten) dan bahasa. Tidak semua konten bisa dimuat di Instagram atau media sosial lainnya,” kata Ivan.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler