jpnn.com, JAKARTA - Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Felly Esterlita Runtuwene meminta pemerintah serius dalam penanganan wabah virus corona baru Covid-19 lewat anggaran yang ada di Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2020.
Felly menegaskan penanganan virus ini tidak boleh ada batasan. Menurut dia, minimal Rp 250 triliun atau 10 persen-15 persen dari APBN 2020 yang berjumlah Rp 2.540 triliun, harus segera dikucurkan untuk daerah-daerah yang tingkat kasus Covid-19 sangat tinggi.
BACA JUGA: Prof Purnawan Sebut 3 Sumber Penularan Corona, Jangan Remehkan!
“Jumlah korban meninggal sudah lebih dari 100, padahal kasus positifnya di angka 1.000 lebih. Death rate berarti 8,8 persen. Ini menjadi angka tertinggi di Asia dan nomor dua di dunia. Dan ini terjadi setiap hari. Berarti ada yang salah atau belum on the track dalam penanganannya,” kata Felly dalam siaran pers, Minggu (29/3).
Bagi Felly, angka tersebut menunjukkan lemahnya penanganan Covid-19 dalam dua sisi, yakni perlindungan dan pelayanan terhadap warga negara. Terlebih, perlindungan terhadap para tenaga medis.
BACA JUGA: Lihat di Sini Update Corona 29 Maret 2020, Ngeri, Masih Mau Keluar Rumah?
“Ayo fokus bereskan Covid-19 ini dulu. Apa guna pembangunan infrastruktur maju, tetapi generasi bangsa tewas karena virus ini. Jika Covid ini beres, baru bicarakan pembangunan,” tambahnya.
Politikus Partai Nasional Demokrat (NasDem) itu mendesak pemerintah untuk menahan anggaran pembangunan infrastruktur dan direalokasikan ke Covid-19.
BACA JUGA: Darurat Corona, 2 Pembantu Bang Hotman Ngotot Mudik
“Kami, Komisi IX sangat memahami keadaan pemerintah hari ini, tetapi tidak ada jalan lain selain fokus anggaran ke Covid-19. Untuk pembangunan fisik, infrastruktur sebaiknya di-hold dulu, realokasikan ke Covid-19,” ungkap Felly.
Menurut dia, anggaran sebesar Rp 250 triliun tersebut akan digunakan untuk pembangunan dan penambahan infrastruktur laboratorium Covid-19 yang memadai di seluruh provinsi, khususnya di rumah sakit-rumah sakit rujukan.
“Untuk menekan penyebaran Covid-19 di Indonesia yang sudah mencapai 8 persen, harus punya infrastruktur laboratorium yang memadai dengan alat-alat yang berstandar WHO,” kata Felly.
Selain itu, lanjut dia, anggaran yang dialihkan nanti akan digunakan untuk pemeriksaan secara massal kepada seluruh warga, agar diagnosa Covid-19 bisa segera diikuti dengan perawatan intensif.
“Pemerintah harus segera melakukan rapid test secara massive di tiap-tiap kecamatan, dan diteruskan dengan pemeriksaan Swab dan PGR (Polymerase Chain Reaction, red),” katanya.
Ia menambahkan anggaran ini juga untuk membiayai tenaga medis dan volunteer untuk test Covid-19. “Harus sediakan payung sebelum hujan. Bukan sudah hujan baru cari payung. Jangan sampai sudah dilakukan partial lockdown, tetapi kemudian hanya menunggu jika ada pasien yang positif baru bergerak,” ujar Felly.
Menurut dia, meski pemerintah telah menyiapkan Wisma Atlet Jakarta menjadi tempat mengisolasikan pasien positif corona, peralatan kesehatan di sana belum secanggih di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof Dr Sulianti Saroso, Sunter, Jakarta Utara.
“Jadi anggaran yang akan direalokasi ini juga untuk melengkapi peralatan-peralatan kesehatan di rumah sakit-rumah sakit rujukan, ataupun tempat-tempat yang disediakan pemerintah untuk mengisolasi pasien positif corona,” ujarnya.
Felly juga menyoroti dua sisi yang dalam hematnya menjadi kendala utama pola penanganan Covid-19 sejauh ini. Pertama adalah birokrasi, kedua sisi administrasi.
Menurut Felly, ini berarti birokrasi masih menjadi persoalan. Kemudian, administrasi atau kerja sama di antara lembaga-lembaga pemerintahan tidak terjadi dengan baik. “Dan ini tidak bisa menunggu lagi, korban jiwa bisa semakin banyak jika situasinya terus begitu,” kata dia.
Felly menilai harus ada terobosan yang dilakukan oleh pemerintah. Pertama, dia mengusulkan adanya keputusan presiden tentang status bencana nonalam. Kedua, harus ada alokasi anggaran yang memadai.
Menurut Felly, belum optimalnya penanganan adalah dalam hal alokasi anggaran yang belum jelas. Oleh karena itu, Felly mengusulkan, seiring dengan rencana karantina wilayah yang tengah disiapkan oleh pemerintah, anggaran untuk penanganan Covid-19 setidaknya di angka 10 sampai 15 persen APBN.
“Ini angka minimal. Amerika mengalokasikan 32 ribu triliun rupiah untuk menangani virus ini. Malaysia hampir 1.000 triliun. Bahkan Singapura saja terakhir mengalokasikan 505 triliun. Ini yang namanya serius menangani,” tuturnya.
Untuk mengalokasikan anggaran tersebut, Presiden Jokowi segera mengeluarkan Perppu pengganti UU APBN Tahun Anggaran 2020. Dengan Perppu tersebut, lanjut Felly, realokasi anggaran berbagai sektor bisa dilakukan dengan cepat.
Felly juga menilai Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) tidak memadai untuk pola penanganan yang serius terhadap wabah ini.
Selain pelaksanaannya juga belum terlihat hingga detik ini, alokasinya juga jauh dari memadai.
“Rp 121 triliun untuk melindungi dan melayani 270 juta lebih rakyat itu tidak cukuplah. Apalagi kalau alokasinya tidak hanya untuk penanganan kesehatan. Angka ini sangat tidak memadai, dan kita sedang berkejaran dengan waktu. Pemerintah harus cepat,” tutupnya. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy