jpnn.com, JAKARTA - Pemuda Muhammadiyah melaporkan sejumlah kejanggalan penuntutan jaksa penuntut umum (JPU) sidang dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama, ke Komisi Kejaksaan (Komjak) kemarin (26/4).
Mereka mengendus bahwa Jaksa Agung H M. Prasetyo menginstruksikan penundaan pembacaan tuntutan, sekaligus sebab dibalik tuntutan ringan JPU.
BACA JUGA: Dapat Ribuan Karangan Bunga, Pak Ahok Nangis gak ya?
Direktur Satgas Advokasi PP Pemuda Muhammadiyah Ghufroni menuturkan, laporan terhadap JPU sidang dugaan penistaan agama pada Komjak dikarenakan ada sejumlah kejanggalan.
Diantaranya, JPU menyebut terdakwa tidak terbukti secara sengaja menista agama, penghilangan pasal 156 a dalam tuntutan dan penundaan pembacaan penuntutan. ”Jadi, JPU ini melemahkan sendiri tuntutannya,” paparnya.
BACA JUGA: Karangan Bunga Tanda Terima Kasih Untuk Ahok
Padahal, dalam persidangan itu sudah ada lima video lain yang mendukung video pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu.
Dengan lima video lain itu, seharusnya unsure kesengajaan itu terpenuhi. ”Namun, JPU malah merasa tidak terpenuhi,” terangnya.
BACA JUGA: Karangan Bunga untuk Ahok-Djarot Capai 2 Ribu
Lalu, dalam tuntutan itu juga dihilangkan pasal 156 a. Padahal, dalam surat dakwaan ada dua pasal yang digunakan, pasal 156 dan 156 a.
”Penghilangan pasal ini sangat aneh, sebab dalam proses sidang yang sejak awal ingin dibuktikan adalah pasal 156 a ini,” ujarnya.
Dia menuturkan, belum lagi dengan penundaan pembacaan tuntutan dengan asalan yang sangat tidak masuk akal, karena belum selesai mengetik.
”Bahkan, Jaksa Agung juga sempat menyebut sepakat dengan penundaan pembacaan tuntutan. Setelah mendapatkan anjuran dari Polda Metro Jaya,” jelasnya.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa Kejagung bisa diintervensi dalam melakukan penuntutan alias tidak independen.
Sekaligus menunjukkan peran dari Jaksa Agung yang menginstruksikan ditunda pembacaan tuntutannya. Sekaligus, berperan untuk meringankan tuntutan.
”Ini jelas sekali, Jaksa Agung patut diduga tidak independen. Dia adalah orang partai politik, tidak murni semata-mata untuk hukum,” jelasnya.
Sementara Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah Pedri Kasman mengungkapkan, JPU itu merupakan pengacara negara yang seharusnya menguatkan tuntutan.
Namun, dengan tuntutan hanya setahun penjara dengan percobaan dua tahun, JPU mengingkari pembuktian yang dilakukan selama ini.
”JPU itu memiliki puluhan saksi dan banyak barang bukti, mereka malah mengingkarinya sendiri,” jelasnya.
Karena itu, dia berharap Komjak bisa memeriksa JPU dalam kasus tersebut. Bila, hasilnya dipastikan mereka melakukan pelanggaran, maka sanksi harus diberikan.
”Jaksa Agung sebagai penanggung jawab penuntutan harus dipanggil Presiden dan DPR untuk menjelaskan semuanya,” terangnya.
Sementara Komisioner Komjak Indro Sugianto menuturkan, saat ini fokus dari Komjak untuk mengkaji laporan tersebut.
Selama proses pengkajian tersebut maka akan dilakukan klarifikasi, permintaan keterangan pada berbagai pihak. Termasuk JPU dan pelapor. ”Ini dalam rangka membuat terang dugaan yang disampaikan tadi,” terangnya.
Karena itu, Komjak mengimbau pelapor dan masyarakat yang menemukan informasi sekecil bisa disusulkan.
Apapun, informasinya bila terhubung dengan penyebab JPU melakukan hal yang diduga oleh pelapor itu penting. ”Semua dalam proses,” terangnya.
Komisioner Komjak lainnya, Andi Lolo mengungkapkan bila melihat standard operational procedure (SOP) jaksa memang tidak terlihat adanya penyimpangan.
Namun, tidak menutup kemungkinan kedepan menemukan hal baru. ”Kita lihat saja,” ujarnya.
Apakah menunda sidang dengan alasan belum selesai mengetik bukan pelanggaran? Andi menuturkan bahwa tentunya masih perlu untuk mengklarifikasi semua itu pada jaksa.
”Kami tidak berwenang untuk berkomentar soal hakim yang menyebut baru kali ini menemukan adanya penundaan karena belum selesai mengetik,” jelasnya. (idr/jun)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ahok Kebanjiran Karangan Bunga, Beginilah Reaksinya...
Redaktur & Reporter : Soetomo