jpnn.com, JAKARTA - Komisi VI DPR RI mengapresiasi langkah PT PLN (Persero) dalam menekan beban Take or Pay (TOP) hingga Rp 47,05 triliun pada 2022.
Langkah cerdas PLN dalam mengoptimasi kontrak supply listrik dengan Independent Power Producer (IPP) mampu meningkatkan efisiensi PLN selama pandemi berlangsung.
BACA JUGA: Kelistrikan Nasional Dipastikan Aman, PLN tak Khawatir Ancaman Krisis Energi Global
Anggota Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih menyampaikan apresiasi upaya PLN yang mampu mengoptimasi kontrak ini. Gde menjelaskan ini menjadi perhatian Komisi VI agak tak menjadi beban bagi PLN, mengingat kondisi penurunan konsumsi listrik terjadi karena adanya pandemi covid-19.
"Ini apresiasi saya kepada Pak Darmo dan tentu saja seluruh jajaran PLN. Renegosiasi TOP bisa dilakukan bahkan mencapai Rp 47 triliun," ujar Gde dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI, Rabu (15/2).
BACA JUGA: Ganjar Ajak Petani Milenial Ikut Genjot Produktivitas Padi di Panen Raya
Sementara, anggota Komisi VI DPR RI Herman Haeron juga mengapresiasi capaian PLN. Herman menilai, era rezim TOP mestinya disudahi saja karena menjadi beban PLN ke depannya.
Oleh karena itu Komisi VI mendukung PLN memiliki kontrak, baik pengadaan maupun kontrak jual beli listrik yang lebih fleksibel.
BACA JUGA: Gandeng PLN, BerdayaBareng Gelar Pelatihan untuk Perempuan
"Menurut saya, harus diakhiri era take or pay untuk energi yang basisnya memang bisa dikurangi. Untuk gas memang agak sulit ya, tapi kalau batubara bisa dimanage, pembakarannya bisa disiasati. Jadi bisnis lebih fair, dan ini menguntungkan bagi PLN," ujar Herman.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan di tengah kondisi pandemi covid-19 kemarin memang PLN menghadapi tantangan oversupply. Untuk memitigasi adanya beban TOP, PLN melakukan optimasi kontrak khususnya dengan IPP.
"Di tengah kondisi oversupply, kami secara mandiri bernegosiasi dengan IPP untuk memundurkan COD-nya supaya oversupply tidak semakin parah. Dan akhirnya kami berhasil memperjuangkan cost saving hingga Rp 47 triliun dari konsultasi bersama dengan 17 IPP secara mandiri untuk mencari titik temu solusi," papar Darmawan saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR, Rabu, (15/2).
Darmawan memerinci, sampai dengan akhir 2021 konsultasi bersama dengan IPP telah berhasil menekan TOP sebesar Rp 37,21 triliun.
Upaya optimasi kontrak terus dilakukan PLN pada 2022 sehingga TOP yang berhasil ditekan adalah Rp 9,83 triliun.
Darmawan menjelaskan dalam menyiasati kondisi oversupply, PLN juga melakukan berbagai langkah untuk meningkatkan konsumsi listrik.
PLN melakukan strategi ekstensifikasi dan intensifikasi untuk menambah konsumsi listrik.
Adapun strategi intensifikasi meliputi program pemasaran tambah daya bagi pelanggan eksisting.
Sementara strategi ekstensifikasi meliputi penciptaan demand listrik baru melalui electrifying lifestyle.
PLN juga menjalankan program akuisisi captive power dengan berkolaborasi dengan industri untuk memakai listrik PLN.
"Di tengah kondisi Covid-19, PLN bukan hanya survive tetapi bahkan berhasil membukukan pertumbuhan positif," sebut Darmawan.(chi/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Yessy Artada