Kompol Novel Baswedan, Penyidik KPK yang "Diburu" Kawan Sendiri

Tangani Kasus Nazaruddin, Angie, hingga Irjen Djoko Susilo

Minggu, 07 Oktober 2012 – 08:08 WIB
Rumah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kompol Novel Baswedan di kawasan Kelapa Gading Jakarta Utara. Foto : Raka Denny/Jawa Pos

Penyidik KPK Novel Baswedan kini sedang berada dalam ’’pengamanan’’ khusus tim KPK. Dia diincar tim penyidik Polda Bengkulu untuk sebuah kasus delapan tahun silam. Siapa Novel"

SOFYAN H.-RIDWAN H., Jakarta

"SAYA mau dijemput. Tolong jaga Ibu ya.’’ Itulah sebaris kalimat yang dikirimkan Komisaris Polisi (Kompol) Novel Baswedan kepada kakak kandungnya, Taufik Baswedan, beberapa saat setelah puluhan polisi mulai mengepung gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (5/10).

Menurut Taufik, Novel memang kerap mendapat teror dari orang-orang tak dikenal. Terutama sejak Novel menjadi ketua satuan tugas yang menyidik dugaan korupsi simulator SIM (surat izin mengemudi) di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Mabes Polri.

"Ancaman sangat sering didapat sejak dia (Novel) menangani kasus simulator. Misalnya, ada orang datang ke rumah untuk foto-foto,’’ kata Taufik yang datang bersama kakak sepupunya, Anies Baswedan, rektor Universitas Paramadina, di gedung KPK, Sabtu dini hari (6/10).

Novel menjadi penyidik KPK sejak tujuh tahun lalu. Sebelumnya, pria kelahiran Semarang, Jawa Tengah, 35 tahun silam tersebut bertugas di Polres Bengkulu pada 1999-2005. Dia adalah perwira lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 1998.

Saat terjadi kasus penembakan terhadap enam pencuri sarang burung walet di Bengkulu pada 2004 oleh aparat kepolisian, Novel menjabat Kasatserse Polres Bengkulu. Salah seorang di antara enam tersangka itu akhirnya tewas. Setahun kemudian, Novel ditarik ke Jakarta dan ditugaskan sebagai penyidik KPK dari unsur Polri.

Kini, tujuh tahun berselang, Novel menjadi salah seorang penyidik terbaik yang dimiliki KPK. Dia tak hanya teliti dalam menelisik barang bukti dan memeriksa tersangka. Putra kedua di antara empat bersaudara itu juga menjadi jagoan di lapangan.

Publik mungkin masih ingat rekaman gambar drama penangkapan Bupati Buol Amran Batalipu yang tertangkap tangan menerima uang Rp 3 miliar dari Yani Anshori, manajer PT Hardaya Inti Plantations. Novel dan petugas lain mendapat serangan dari para pendukung Amran. Sepeda motor yang dia kendarai ringsek karena ditabrak mobil yang mengawal Amran. Novel selamat dan berhasil menangkap Amran keesokannya.

Novel juga dikenal sebagai penyidik kasus korupsi wisma atlet yang menyeret mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin. Metode penyidikan dengan sistem whistle-blower yang dikembangkan Novel mendapat protes dari para legislator di komisi hukum DPR. Novel pula yang menghalangi para anggota DPR yang ingin menjenguk Nazaruddin di Rutan Mako Brimob, Depok, Jawa Barat.

Tekanan yang sama dilakukan pihak Nazaruddin dengan mendesak pimpinan KPK mengganti Novel. Hasilnya, bukan Novel yang diganti. Atasan Novel, Brigjen Pol Yurod Saleh, malah dikembalikan pimpinan KPK ke Mabes Polri.

Pengungkapan barang bukti kasus Nazaruddin itu kini telah merembet ke kasus lain. Novel pula yang akhirnya menahan mantan anggota DPR Angelina Sondakh (Angie) dalam kasus suap soal penganggaran di Kemenpora dan Kemendikbud. Kasusnya berkembang ke dugaan suap penganggaran pengadaan Alquran dengan tersangka legislator Partai Golkar Zulkarnaen Djabar. Novel juga turut menggeledah ruang Zulkarnaen.

Gongnya adalah Novel menjadi ketua satuan tugas penyidikan kasus simulator SIM Korlantas Mabes Polri. Novel beserta timnya bersikeras menggeledah markas Korlantas di Jalan M.T. Haryono, Jakarta. Dia beserta timnya sempat tertahan sepuluh jam karena dilarang membawa barang bukti kasus yang akhirnya menjerat mantan Kepala Korlantas Irjen Pol Djoko Susilo tersebut.

Di tengah riuhnya penyidikan kasus simulator, ditambah kengototan KPK yang mengancam akan menahan Djoko Susilo, tiba-tiba muncullah "kasus baru". Para penyidik dari Polda Bengkulu yang didampingi anggota dari Polda Metro Jaya dan Mabes Polri tiba-tiba mendatangi gedung KPK. Mereka bermaksud "menjemput" Novel yang mendadak ditetapkan sebagai tersangka kasus penganiayaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa salah seorang pencuri burung walet yang terjadi pada 2004. Dari situlah ketegangan antara KPK dan Polri memuncak.

Pihak Polda Bengkulu "berdasar laporan masyarakat" merasa perlu menangkap Novel malam itu, sedangkan pihak KPK tetap bertahan melindungi penyidiknya tersebut.  Hingga tadi malam belum ada kejelasan tentang keberadaan Novel. Rumahnya di Jalan Kelapa Puan Timur II ND2, Jakarta Utara, tampak tertutup. Yang ada justru sejumlah wartawan yang menyanggong di rumah berwarna cokelat itu.

Menurut warga, Novel mulai tinggal di rumah tersebut sekitar tiga tahun lalu. "Beliau lapor ke kami karena baru pindah," kata Soedirman, ketua RW 12, yang membawahkan wilayah rumah Novel.

Menurut Soedirman, saat itu Novel bersama istrinya melaporkan perpindahan mereka ke wilayah tersebut. Mereka juga mengurus perpindahan kartu identitasnya. "Yang ngurus saat itu Novel sendiri ke saya," ujar dia.

Soedirman mengatakan, sejak kepindahan ke RT 9, RW 12, Novel sering ikut dalam kegiatan-kegiatan lingkungan. Novel juga cukup sering ikut nongkrong bersama warga sebagai bentuk solidaritas terhadap komunitas di situ.

"Saya kenal muka dengan beliau. Saya juga kenal dengan istri dan anaknya yang masih kecil-kecil," ucapnya.
Namun, belakangan Soedirman jarang bertemu Novel dan keluarganya. "Sudah sekitar setahun ini kami tidak ada komunikasi lagi," tuturnya.

Soedirman malah mendapat laporan dari petugas keamanan setempat bahwa Novel tidak lagi tinggal di perumahan itu. Kini rumah Novel ditempati ibu dan adiknya.

Kemarin pukul 16.45 seorang perempuan setengah baya keluar dari rumah. Tapi, dia menolak difoto dan disorot kamera. Dia juga tidak bersedia menyebutkan identitasnya.

"Sampaikan saja ke masyarakat, Novel baik sekali terhadap keluarga, tidak mungkin dia menganiaya orang," ungkap perempuan berambut putih tersebut.

Dia juga mengatakan bahwa keluarga Novel sudah kenyang menghadapi ancaman. "Kami sudah biasa diteror. Novel berbuat baik, tapi banyak yang tidak suka," katanya.

Lantaran sering diteror dan diancam itu, rumah Novel terpaksa dipasangi tujuh kamera CCTV. Dua kamera di antaranya dipasang di dekat pintu gerbang dan sebuah di atas tembok samping. Rumah Novel termasuk asri dengan berbagai tanaman yang terawat baik.

Soedirman menambahkan, beberapa malam terakhir suasana di sekitar rumah Novel biasa-biasa saja. "Tidak benar kalau dibilang ada pengepungan. Memang ada orang-orang luar lewat, tapi tidak berhenti," ucapnya.

Sementara itu, menurut salah seorang adik Novel, Hafidz Baswedan, kakaknya sering mendapat teror. "Misalnya, saat melakukan penggeledahan, ada ancaman," tulis Hafidz dalam akun Facebook-nya tadi malam.

Selain itu, ada bentuk teror di rumah. "Ada perintah menghadap Kabareskrim pada 29 September 2012. Melalui orang suruhan, ancamannya akan dikriminalisasi kalau tidak menghadap dan terbukti," katanya.

Menurut Hafidz, Novel selalu tegas dalam bersikap. "Kakak saya dari kecil terkenal pendiam dan penurut, tapi tegas. Dia orangnya sangat hormat dan patuh pada orang tua. Jadi, saya sangat tidak heran jika dia jadi penyidik yang keras dalam hal menindak kejahatan," tandasnya. (*/c5/c10/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Orang-Orang Penting di Ekspedisi Dewaruci Keliling Dunia (2)


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler