Konflik Internal PPRN Sudah Selesai Secara Hukum

Rabu, 28 November 2012 – 19:48 WIB
JAKARTA -- Persoalan konflik internal Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN) sesungguhnya telah selesai secara hukum. Bahkan, hingga tingkat putusan kasasi dan upaya hukum luar biasa PK (peninjauan kembali) oleh Mahkamah Agung (MA). Intinya, MA menolak permohonan PK Amelia A Yani, yang berarti Amelia A Yani tidak berhak lagi mengatasnamakan pengurus PPRN .

Sekretaris Jenderal DPP PPRN Joller Sitorus mengatakan putusan kasasi MA itu dinyatakan dalam putusan bernomor 194/K/TUN/2011,yang membatalkan putusan PTUN No.91/G/2010/PTUN yang menjadi dasar hukum Menteri Hukum dan Ham RI yang saat itu dijabat oleh Bapak Patrialis Akbar mengeluarkan SK.No.M.HH-17.AH.11.01 tahun 2010( SK Amelia yang premature atas dasar hukum yang belum berkekuatan hukum tetap).

“Sesungguhnya persoalan PPRN secara hukum sudah terang-benderang, putusan PTUN dibatalkan oleh kasasi, didukung lagi dengan Fatwa MA yang mmenyatakan kepengurusan PPRN yang sah adalah yang menang dalam putusan kasasi, di perkuat lagi dengan Putusan PK no 150 PK/TUN/2011 tgl 19 Januari 2012 yang secara jelas mengatakan bahwa SK.No.M.HH-17.AH.11.01 tahun 2010 (Amelia) tersebut bersifat premature dan tidak memiliki dasar hukum serta demi penegakan hukum yang bersendikan keadilan,keputusan dimaksud harus  dibatalkan,dan dengan di terbitkannya SK Menteri Hukum dan HAM No.17.AH.11.01 tanggal 19 Desember 2011 sebagai eksekusi putusan kasasi yang mengesahkan DPP PPRN di bawah kepemimpinan Ketua Umum H Rouchin ,maka SK yang pernah terbit sebelumnya menjadi batal demi hukum,” kata Joller Sitorus kepada wartawan menyikapi pemberitaan keliru terkait PPRN di salah satu media nasional di Jakarta, Selasa (28/11).

Putusan PK, kata Joller Sitorus, adalah putusan hukum tingkat terakhir dan tidak ada lagi upaya hukum ataupun pengadilan di atas PK,sekitar 500 ribu kader PPRN di seluruh Indonesia juga sudah mengetahui bahwa konflik internal PPRN di masa lalu dengan mantan Ketua Umum Amelia A. Yani sudah berakhir dengan hukum.

“Untuk itu kami mohon agar aparat hukum maupun aparatur negara hati-hati, jangan mau dipengaruhi maupun diprovokasi oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab hanya untuk kepentingan pribadinya,” tegas Joller Sitorus.

Pernyataan tegas DPP PPRN ini sesungguhnya merupakan kecaman keras atas pemberitaan di salah satu media nasional yang berupaya memutarbalikkan fakta atas persoalan hukum yang sesungguhnya telah berakhir di PPRN. Bahkan, kecaman terhadap pemberitaan yang seolah-olah menyatakan SK Kepengurusan DPP PPRN Nomor M.HH-17.AH.11.01 tertanggal 19 Desember 2011 yang diterbitkan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin adalah palsu,bagaimana mungkin Menteri Negara yang sah mengeluarkan SK palsu,hanya SK menteri palsu yang bisa dikatakan palsu.

“Tidak ada lagi pengadilan di atas PK dan SK Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin tersebut secara hukum sudah tidak bisa diganggugugat lagi,karena sebuah keputusan atas eksekusi putusan hukum kasasi MA,” katanya.

Pasca keluarnya SK Menteri Hukum dan HAM tertanggal 19 Desember 2011 yang mengesahkan kepengurusan DPP PPRN, lanjut Joller Sitorus, pihak Amelia A Yani melalui kuasa hukumnya  kembali mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta untuk membatalkan SK kepemimpinan PPRN yang sah secara hukum, artinya putusan eksekusi MA diadili kembali???

Sesungguhnya, upaya hukum Amelia A. Yani ini dapat dikatakan aneh karena mencoba menggugat suatu surat keputusan yang notabene merupakan eksekusi  Putusan Kasasi yg sudah di perkuat putusan PK MA. Dan, cilakanya, majelis hakim PTUN mengabulkan permohonan Amelia A. Yani tersebut.

“Proses hukum ini tentu sangat merusak tatanan peradilan dan hukum di Indonesia, karena bagaimana mungkin eksekusi kasasi bisa diadili di PTUN dan dimenangkan, dan bagaimana mungkin pula SK eksekusi putusan kasasi MA dan PK MA dibatalkan dan diganti dengan SK eksekusi putusan PTUN yang belum berkekuatan hukum tetap ,” kata Joller Sitorus.

Menyikapi hasil dan proses hukum di PTUN tersebut, lanjut Joller Sitorus, DPP PPRN tentu menyesalkan dan telah mengajukan upaya hukum banding sehingga putusannya belum berkekuatan hukum tetap. Selain itu, majelis hakim PTUN yang menangani perkara ini juga telah diadukan ke MA dan instansi terkait agar diberikan tindakan tegas.

Pemberitaan bohong yang sangat menyesatkan juga di sebut seolah-olah setelah Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin mengeluarkan SK pengurus PPRN yang sah,sdr Amelia A Yani mengajukan Kasasi dan di putus tanggal 11 Nopember 2011, dan  dalam pemberitaan tsb di paksa seolah-olah Menteri Amir Syamsudin membuat pernyataan mengakui kesalahan,bagaimana mungkin putusan kasasi di kasasikan lagi,padahal putusan kasasi yang terbit tanggal dimaksud adalah gugatan kasasi DPP PPRN terhadap kesalahan Menteri Patrialis Akbar di pengadilan negeri Jakarta Pusat, putusan kasasi tersebut bernomor 652 K/PDT.SUS/2011 dengan putusan:kompetensi absolute,artinya pengadilan negeri Jakarta Pusat tidak berhak mengadili putusan Menteri,pokok perkara tidak diadili,tidak ada yang menang/kalah dalam kasasi tsb,jadi tidak benar dan tidak mungkin Amelia mengajukan kasasi.

Seperti diketahui, konflik internal yang berujung pada sengketa hukum di tubuh PPRN berawal dari dinonaktifkannya Amelia A. Yani oleh rapat pleno DPP PPRN guna menyikapi mosi tidak percaya atas kepemimpinannya sebagai Ketua Umum yang dinilai arogan dari seluruh DPW Provinsi. Kebijakan penonaktifan sebagai Ketua Umum partai dari DPP ini selanjutnya digugat Amelia A. Yani ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan permohonan agar pengadilan tetap mengakui Amelia A. Yani sebagai Ketua Umum DPP PPRN yang sah, namun permohonan itu ditolak oleh pengadilan. Dan, putusan pengadilan ini pun telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) karena baik pemohon Amelia A. Yani maupun DPP PPRN tidak melakukan upaya kasasi atas putusan tersebut.

Selanjutnya, persoalan baru muncul ketika Amelia A. Yani merekayasa Musyawarah Nasional (Munas) I DPP PPRN serta meminta Menteri Hukum dan HAM yang saat itu dijabat Patrialis Akbar untuk mengesahkan hasil-hasilnya. Namun, permohonan pengesahan hasil Munas I versi Amelia A. Yani tersebut waktu itu ditolak oleh Menteri Patrialis Akbar. Amelia A. Yani pun kembali menggugat sikap Menteri Hukum dan HAM itu ke PTUN Jakarta dan PTUN mengabulkan permohonannya. Sebagai tergugat intervensi, DPP PPRN melakukan upaya hukum banding atas putusan pengadilan tersebut sehingga amar putusan pengadilan pertama ini belum berkekuatan hukum tetap.

Belum lagi tuntas proses hukum, secara mengejutkan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar mengeluarkan SK Kepengurusan DPP PPRN yang mengesahkan hasil Munas I versi Amelia A. Yani. Tentu, kebijakan Menteri Patrialis Akbar ketika itu keliru dan dapat dikatakan sebagai suatu bentuk pelanggaran hukum. Keputusan itu pun diprotes oleh ratusan ribu kader PPRN.

Pada tingkat kasasi, putusan PTUN Jakarta yang mengabulkan permohonan Amelia A. Yani dibatalkan oleh MA. Putusan kasasi ini pun diperkuat oleh PK MA dan fatwa MA. 

“Dengan demikian secara hukum, SK yang pernah diterbitkan sebagai produk putusan PTUN menjadi batal demi hukum. Janganlah memutarbalikkan fakta hukum untuk kepentingan pribadi,sebab PPRN adalah milik rakyat bukan milik pribadi,rakyat yang akan marah bila ada yang mencoba menzolimi PPRN,dengan mempermainkan hukum,” ujar Joller Sitorus. (sam/adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mahfud, JK, Dahlan, Paling Pantas Nyapres

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler