Konflik Lahan, 30 Ribu Massa Mengancam

Selasa, 07 Februari 2012 – 13:14 WIB

JAKARTA - Konflik lahan di Sumut sudah pada level berbahaya. Jika Ketua Komisi A DPRD Sumut Ahmad Ikhyar Hasibuan menyebut konflik terbuka bakal pecah Maret 2012, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Rahmat Shah malah memprediksi, ledakan bisa lebih cepat lagi, bisa bulan-bulan ini.

Pernyataan Rahmat tidaklah sembarangan. Dia mengatakan, sudah ada 30 ribuan massa yang setiap saat siap bergerak anarkis. Rahmat mengaku, selama ini dirinya senantiasa meminta agar massa jangan bergerak.

"Kalau ada yang mengatakan Maret, saya percaya. Bahkan bisa lebih cepat, kapan saja bisa meledak. Saya sudah tahan-tahan 30 ribuan massa. Saya katakan jangan, karena saya berkomitmen untuk mencarikan solusi. Tapi sampai kapan saya bisa menahan?" ujar Rahmat Shah kepada koran ini di Jakarta, kemarin (6/2).

Di mana 30 ribuan massa itu" Rahmat tidak mau menyebut secara spesifik. Tapi dia katakan, ini menyangkut konflik tanah eks HGU PTPN II dan tanah Sari Rejo. "Mereka tidak mendapatkan keadilan. Mereka mau menduduki, saya katakan saya tak mau anarkis. Kalau sampai anarkis, saya mundur. Kalau bulan ini saja tidak selesai, saya mundur saja," tegas Ketua Pansus Agraria DPD itu.

Dia menyarankan Pemprov Sumut dan pemkab yang wilayahnya terdapat konflik lahan, bisa cepat bergerak. "Termasuk juga tokoh-tokoh masyarakat, harus ikut membantu memfasilitasi penyelesaiannya," imbuhnya.

Dia juga menyatakan, masalah tanah ini merupakan tantangan Plt Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho. "Berhasil tidaknya gubernur, cukup dilihat berhasil tidaknya dia menyelesaikan konflik tanah," cetus Rahmat.

Rahmat juga menyebut Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai biang persoalan. BPN dinilai tidak mampu melakukan pemetaan tanah secara benar dan berkeadilan. "BPN hanya memberikan izin kepada pengusaha besar, tapi tidak mau peduli kepada warga. Kalau kepala BPN tidak diganti pada bulan-bulan ini, akan muncul gejolak. Saya berharap pemerintah pusat dan pemerintah daerah, menggunakan hati nurani dalam melihat persoalan ini," kata Rahmat.

Dia mengaku sangat heran, tatkala sudah ada putusan hukum yang memenangkan warga, tapi tetap saja hukum diabaikan. Ini terkait kasus tanah Sari Rejo, yang sebenarnya secara hukum sudah jelas karena sudah ada putusan Mahkamah Agung (MA) tanggal 18 Mei 1995, yang menyatakan tanah-tanah sengketa adalah tanah garapan penggugat. Karena sudah ada putusan MA, warga berharap BPN menerbitkan sertifikat kepemilikan tanah mereka. Nyatanya, tak ada sertifikat itu.

"Putusan hukum saja tak dihormati, ya sudah BPN saja yang mengurus negeri ini. Mengapa rakyat harus ribut dulu untuk memperoleh haknya" Pemerintah harus sadar!" cetusnya dengan nada tinggi. (sam)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 650 CPNS Terima SK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler