JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Aboebakar Alhabsy menyesalkan terjadinya konflik di Sumbawa Nusa Tenggara Barat. Menurutnya, konflik di Sumbawa seharusnya tidak perlu terjadi bila fungsi Babinkantibmas dan Polmas berjalan dengan baik.
"Yang saya dengar kerusuhan timbul akibat berkembangnya informasi tidak benar berujung pada sensitifitas SARA yang berakhir pada kerusuhan," ujarnya, Rabu (23/1).
Dijelaskan Aboebakar, ada dua persoalan utama yang terjadi.
Pertama, matinya fungsi deteksi dini di aparat kepolisian sehingga potensi kerusuhan tidak teridentifikasi. Kedua, aparat gagal menjalankan fungsi komunikasi dengan warga untuk mengklarifikasi isu sesat ataupun untuk menetralisir suasana.
"Kondisi seperti ini sebenarnya tidak perlu terjadi bila aparat menerapkan fungsi Babinkantibmas dengan baik dan menjalin kemitraan dengan masyarakat melalui Polmas," paparnya.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu mengatakan Babinkamtibmas berperan penting sebagai fungsi pencegahan terjadinya kejahatan dan kerusuhan. Guna mencegah terjadinya tindak kejahatan di lingkungan masyarakat, Babinkamtibmas berfungsi sebagai garda terdepan yang memiliki fungsi intelijen.
Sedangkan dengan fungsi Polmas petugas berperan sebagai motivator dalam membangun tugas kemitraan antara polisi dengan masyarakat dalam berbagai hal. Dengan adanya kemitraan, berarti terbangunlah kerjasama yang egaliter antara Polisi dengan masyarakat.
Terbangunnya kerjasama yang egaliter tersebut diharapkan dapat membangun kepercayaan masyarakat terhadap polisi yang lebih dalam lagi. Sehingga bila berkembang isu yang menyesatkan di masyarakat, polisi bisa langsung memberikan penjelasan atau menetralisir suasana. "Sepertinya hal ini tidak berjalan dengan baik si Sumbawa, sehingga meletuslah kerusuhan tersebut," ungkapnya.
Aboebakar meminta Polri untuk mengevaluasi pola penempatan dan kemampuan adaptasi anggotanya. "Seharunya seorang aparat yang ditempatkan dalam sebuah wilayah hukum benar-benar memahami kondisi lokal setempat dan mampu beradaptasi dengan baik," pungkasnya. (boy/jpnn)
"Yang saya dengar kerusuhan timbul akibat berkembangnya informasi tidak benar berujung pada sensitifitas SARA yang berakhir pada kerusuhan," ujarnya, Rabu (23/1).
Dijelaskan Aboebakar, ada dua persoalan utama yang terjadi.
Pertama, matinya fungsi deteksi dini di aparat kepolisian sehingga potensi kerusuhan tidak teridentifikasi. Kedua, aparat gagal menjalankan fungsi komunikasi dengan warga untuk mengklarifikasi isu sesat ataupun untuk menetralisir suasana.
"Kondisi seperti ini sebenarnya tidak perlu terjadi bila aparat menerapkan fungsi Babinkantibmas dengan baik dan menjalin kemitraan dengan masyarakat melalui Polmas," paparnya.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu mengatakan Babinkamtibmas berperan penting sebagai fungsi pencegahan terjadinya kejahatan dan kerusuhan. Guna mencegah terjadinya tindak kejahatan di lingkungan masyarakat, Babinkamtibmas berfungsi sebagai garda terdepan yang memiliki fungsi intelijen.
Sedangkan dengan fungsi Polmas petugas berperan sebagai motivator dalam membangun tugas kemitraan antara polisi dengan masyarakat dalam berbagai hal. Dengan adanya kemitraan, berarti terbangunlah kerjasama yang egaliter antara Polisi dengan masyarakat.
Terbangunnya kerjasama yang egaliter tersebut diharapkan dapat membangun kepercayaan masyarakat terhadap polisi yang lebih dalam lagi. Sehingga bila berkembang isu yang menyesatkan di masyarakat, polisi bisa langsung memberikan penjelasan atau menetralisir suasana. "Sepertinya hal ini tidak berjalan dengan baik si Sumbawa, sehingga meletuslah kerusuhan tersebut," ungkapnya.
Aboebakar meminta Polri untuk mengevaluasi pola penempatan dan kemampuan adaptasi anggotanya. "Seharunya seorang aparat yang ditempatkan dalam sebuah wilayah hukum benar-benar memahami kondisi lokal setempat dan mampu beradaptasi dengan baik," pungkasnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... MA Kabulkan Pemecatan Bupati Garut
Redaktur : Tim Redaksi