Kontemporer Jazz, Tarian dengan Gerakan Fun

Sabtu, 25 April 2015 – 18:09 WIB
Foto: M Ali/Jawa Pos

jpnn.com - MENJELANG malam (22/4) murid-murid kelas kontemporer jazz Gigi Art of Dance melakukan pemanasan untuk bersiap latihan.

Dengan arahan Gianti Giadi, sang artistic director, hari itu mereka mempelajari koreografi dengan lagu Sepatu milik Tulus. Lagu medium beat dengan lirik bercerita tersebut diekspresikan lewat gerak. Mulai olah tubuh, melompat, berputar, menyentuh lantai, menghasilkan performa yang menarik.

BACA JUGA: Warna yang Mengagumkan, Siklop Jayapura, Makin Jernih, Kian Mahal

Tidak butuh waktu lama, setiap orang mampu menghafal koreografi dan menampilkannya dengan penuh ekspresi. Sesuai dengan namanya, kontemporer jazz memadukan teknik tarian kontemporer dan jazz.

Gigi –sapaan Gianti Giadi– menuturkan, teknik jazz memiliki gerak yang bertempo cepat dan sharp (tegas). Kontemporer merupakan perpaduan sistem gerak dengan konsep tari modern, postmodern, serta balet klasik.

BACA JUGA: Awas! Anak Terpapar Pemutih Berisiko Terkena Infeksi

Hal itu membuat kontemporer jazz memiliki variasi gerak yang luas. ’’Dalam kontemporer ada penggunaan teknik lantai, sedangkan di jazz banyak lompatan. Itu semua dipadukan sehingga menghasilkan gerak yang cepat, tetapi juga menggunakan perasaan,’’ urai perempuan 29 tahun yang akrab disapa Ms Gigi tersebut.

Sebenarnya, genre itu ada sejak era 1800-an. Para tokohnya seperti Isadora Duncan, American dancer yang ingin menari dengan lebih bebas tanpa mengenakan point shoes. Ada juga pionir-pionir modern dance dari AS lainnya, Martha Graham dan Merce Cunningham.

BACA JUGA: Apakah Suhu Tubuh Anda Terlalu Panas?

Budaya urban turut mendongkrak popularitas kontemporer jazz. Genre dance itu sering ditampilkan lewat film-film dance atau musikal seperti Step Up, Center Stage, serta lewat kontes So You Think You Can Dance. Kontemporer jazz tidak jarang pula ditampilkan dalam koreografi untuk klip lagu.

Pemilihan genre dance yang diikuti umumnya berkaitan dengan personality seseorang. ’’Kadang ada orang yang ’di antara’. Kalau hip-hop kesannya macho, balet terlalu lemah lembut, sehingga mencari yang di antaranya. Pilihannya jatuh ke kontemporer jazz,’’ tutur Gigi.

Kebanyakan peminatnya usia muda, remaja hingga usia 20-an. Namun, sebenarnya teknik itu bisa dipelajari di usia berapa pun. Para moms juga tertarik mempelajarinya.

Yang menjadi ciri khas kontemporer jazz adalah pemilihan lagu-lagu yang lebih ’’kekinian’’ dengan tempo medium. Gerakannya pun dibuat lyrical (mengikuti lirik). Timing-nya tidak menggunakan hitungan five, six, seven…, tetapi mengikuti tempo dan lirik lagu, sehingga mudah untuk melakukan penjiwaan.

Misalnya, dalam koreografi lagu Sepatu-Tulus, gerakannya mengalir dan sesuai dengan penggalan lirik. Contohnya, gerakan menggunakan payung dan memeluk tubuh karena kedinginan untuk menggambarkan lirik "Ku tak masalah bila terkena hujan. Tapi, aku takut kamu kedinginan.’’

’’Gerakannya lebih bebas. Saya merasa lebih nyaman berekspresi lewat kontemporer jazz,’’ ujar Taqiyya Ramadhani, 19, yang sebelumnya mempelajari balet, lalu beralih ke hip-hop. Hal serupa diungkapkan Adella Maharani.

Pelajar kelas XI SMA tersebut berlatih balet sejak usia lima tahun. Kemudian, sekitar dua bulan ini, dia tertarik mempelajari kontemporer jazz di studio yang terletak di kawasan Radio Dalam, Jakarta Selatan, itu.

Benang merah teknik balet yang juga diterapkan dalam kontemporer jazz membuat Adella tidak menemui kesulitan. ’’Basic baletku terpakai di sini. Kontemporer jazz gerakannya lebih fun. Kalau di balet, kan lebih slow dan fisik terkuras,’’ ucapnya.

Hingga saat ini dia juga masih menari balet. Sebab, baginya, dance merupakan ekspresi gerak. (nor/c19/dos)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... ASI Lindungi Bayi dari Paparan Arsenik


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler