Kontraktor Gedung SDN Gentong yang Roboh Hanya Lulusan SMA dan SMP

Senin, 11 November 2019 – 20:56 WIB
Polisi merilis kasus robohnya SDN Gentong, Kota Pasuruan, Senin (11/11), yang menyebabkan dua orang meninggal dunia dan belasan siswa lainnya luka. Foto: Bidhumas Polda Jatim/Antara

jpnn.com, SURABAYA - Polda Jawa Timur menetapkan dua tersangka kasus robohnya atap kelas di SDN Gentong, Kota Pasuruan. Keduanya berinisial DM dan SE.

Dirreskrimum Polda Jatim Kombes Pol Gidion Arif Setiawan mengatakan, DM yang merupakan kontraktor dan pelaksana proyek dari CV Andalus hanyalah lulusan SMA.

BACA JUGA: Kapolda Jatim Geleng-Geleng Kepala Lihat Bangunan SDN Gentong yang Roboh

Sedangkan SE yang merupakan mandor proyek dari CV DHL Putra hanya tamatan SMP. Kendati demikian, kata Arif, keduanya sudah menggarap banyak bangunan sejak 2004.

"Jadi, latar belakang yang bersangkutan memang bukan teknik dan tidak memiliki kecakapan khusus," ujar Arif saat merilis kasus tersebut di Mapolda Jawa Timur di Surabaya, Senin (11/11).

BACA JUGA: Bangunan Gedung Miring, Tiga Ruang Kelas SD Roboh

Dia menjelaskan, proyek yang dikerjakan kedua tersangka hanya renovasi bagian atap untuk empat kelas dan sifatnya swakelola. Anggaran proyek berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2012 sebesar lebih dari Rp 200 juta. "Dalam satu paket (DAK) mereka mengerjakan beberapa proyek," ucapnya.

Berdasarkan hasil uji laboratorium forensik, semua material bagian atap gedung SDN Gentong diketahui tidak sesuai spesifikasi sehingga menjadi bukti kelalaian yang disangkakan kepada keduanya dan tinggal menunggu waktu saja untuk roboh.

Arif menambahkan, ketidaksesuaian spesifikasi bangunan yang dikerjakan tersangka cukup mencolok, semisal pada kolom atau ring balok yang semestinya diisi empat besi berdiameter 12 milimeter, hanya diisi tiga besi itu pun spesifikasinya kurang dari perencanaan.

“(Yang dipakai tersangka) istilahnya menggunakan besi banci. Kalau berdasarkan hasil uji laboratorium ketemu delapan koma sekian mili diameternya,” katanya.

Begitu pula dengan material pada beton, lanjut dia, juga dikurangi dari seharusnya yang tertuang dalam kontrak.

Selain itu, pasir yang digunakan tersangka pada beton menggunakan pasir biasa, tidak sesuai dengan perencanaan yang seharusnya menggunakan pasir dari Lumajang.

"Kalau di sini pasir yang terkenal bagus ialah Pasir Lumajang, daya ikatnya cukup bagus," katanya.

Dia menjelaskan, sementara ini penyidik baru menetapkan dua orang sebagai tersangka, namun polisi masih mendalami kemungkinan adanya pihak lain yang harus dimintai pertanggungjawaban.

Keduanya dianggap lalai karena proyek yang dikerjakan tujuh tahun lalu berupa gedung empat kelas di SDN Gentong 1 Pasuruan akhirnya ambruk dan membuat dua orang meninggal dunia, yaitu siswa kelas 2B Irza Almira (8) dan guru Sevina Arsy (19).

Tak itu saja, jumlah korban luka akibat peristiwa tersebut mencapai 16 orang. "Kedua tersangka terjerat Pasal 359 dan 360 ayat (1) yang ancaman hukuman lima tahun penjara," tuturnya. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler