KontraS Bongkar Kematian Siyono yang Dianggap Teroris oleh Densus

Minggu, 27 Maret 2016 – 06:15 WIB
Densus 88 Antiteror. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Komisi untuk Korban Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) akhirnya membeberkan fakta tersembunyi di balik kematian Siyono, 33. Warga Klaten, Jawa Tengah itu, diklaim tewas karena melawan Detasemen Khusus 88 Antiteror oleh Mabes Polri.

Staff  Divisi Hak Sipil dan Politik Kontras, Satrio Wiratari mengungkapkan, Densus awalnya menjemput paksa Siyono di kediamannya daerah Klaten, Jawa Tengah pada Selasa (8/3) lalu. Namun, berselang tiga hari kemudian, Jumat (11/3), Densus mengembalikan Siyono pada keluarganya dalam keadaan tak bernyawa.

BACA JUGA: Fahri Hamzah: Mestinya Pemerintah Panggil Dubes Tiongkok

"Saat dibuka (peti), keluarga korban mengatakan melihat luka memar di pipi, mata kanan lebam dan patah tulang hidungnya," kata Satrio di Gedung Kontras, Jakarta Pusat, Jumat (26/3).

Kondisi serupa terlihat di beberapa bagian bawah tubuhnya. Berdasarkan penuturan keluarga, tambah Satrio, paha hingga betis membengkak dan memar. Salah satu kuku jari kaki hampir patah dan bagian belakang kepalanya terus mengeluarkan darah.

BACA JUGA: Menko Rizal Yakin Tiongkok Tak Punya Niat Buruk

"Tidak ada rekam medis yang menunjukkan bahwa Siyono sempat mendapat perawatan atas luka-luka sebelum meninggal dunia," bebernya.‎ Menurut dia, pada saat itu, Suyono hanya menyandang status terduga teroris.

Bahkan yang menjadi pertanyaan besar, kata dia, pihak kepolisian meminta keluarga Siyono menandatangani surat pertanyaan. Inti surat itu menyebut, keluarga korban sudah ikhlas dan tidak menuntut secara hukum.

BACA JUGA: Jangan Kesampingkan Peran Muslimat dalam Politik

"Orang tua Siyono tidak bisa membaca, mengetahui surat hanya berdasarkan penjelasan kepolisian. Akhirnya surat tersebut ditandatangani," jelasnya.

‎KontraS pun meminta agar Kapolri Jenderal Badrodin Haiti‎ bertanggung jawab atas hal itu. Selain itu, dia meminta, agar Ombudsman RI dan Komisi Nasional HAM harus mengusut hal tersebut lantaran besar dugaan Siyono disiksa hingga tewas.

"Secara bersamaan saling melengkapi antara mekanisme hukum pidana maupun etik, atas serangkaian dugaan mal administrasi dan penyiksaan yang menyebabkan kematian Siyono," katanya.

Di samping itu semua, lanjut Satrio, polisi saat ini seakan tutup mata dan enggan bertanggung jawab pada keluarga Siyono. "Itu terkait dengan segala penderitaan dan kerugian yang disebabkan oleh pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan dalam operasi Polri," imbuhnya.

Sebelumnya, Siyono yang merupakan terduga teroris diringkus aparat Densus 88 Antiteror di masjid sebelah rumahnya, pada Selasa (8/3) lalu.

Kadiv Humas Polri Irjen Anton Charliyan mengklaim, Siyono melawan di kendaraan saat digiring ke lokasi penyimpanan senjata di daerah Klaten. Karenanya, anggota densus menghantamkan Suyono ke bagian besi mobil. Suyono pun tewas saat hendak dibawa ke rumah sakit. (mg4/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pak Jokowi, Ini Komitmen Ulama dan PKB se-Jabar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler