Kontroversi Pajak Hiburan dan Jalan Tengah Gibran Rakabuming Raka

Oleh: Siti Adawiyah

Kamis, 08 Februari 2024 – 18:36 WIB
Wali Kota Surakarta yang juga Cawapres Gibran Rakabuming Raka. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Pada saat pemerintah merencanakan peningkatan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan, terutama dalam kategori diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, muncul kekhawatiran dari berbagai pihak, termasuk pengusaha spa di Bali.

Pada kesempatan ini, calon Wakil Presiden (cawapres) nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka memberikan responsnya terhadap isu ini dengan menegaskan bahwa peningkatan pajak hiburan seharusnya tidak memberatkan industri spa di daerah destinasi pariwisata seperti Solo, Yogyakarta, dan Bali.

BACA JUGA: Pertama di Dunia, Komunitas Rainbow Moto Builder Rilis NFT Motor Kampanye Prabowo-Gibran

Gibran mengambil sikap yang berpihak kepada pengusaha spa dengan menegaskan bahwa kenaikan pajak hiburan berpotensi tidak akan terjadi.

Pendekatan ini sejalan dengan semangat mendukung sektor wellness tourism di kota-kota yang telah diumumkan sebagai destinasi tersebut.

BACA JUGA: Survei INES: Prabowo-Gibran Masih Unggul dari Ganjar-Mahfud dan Anies-Cak Imin

Namun, bagaimana sebenarnya implikasi dari penolakan peningkatan pajak ini terhadap kebijakan yang sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022?

Pertama-tama, penting untuk memahami latar belakang dari kebijakan peningkatan pajak ini. Pemerintah mengusulkan peningkatan PBJT untuk jasa hiburan dari 15 persen menjadi kisaran 40 hingga 75 persen.

BACA JUGA: TKN: Kampanye Akbar Prabowo-Gibran di GBK Akan Dihadiri 500 Ribu Orang

Alasan di balik kebijakan ini adalah untuk meningkatkan pendapatan negara, terutama di tengah kondisi ekonomi yang masih terdampak oleh pandemi global.

Pajak hiburan dianggap sebagai sumber potensial untuk menambah pemasukan negara.

Namun, kritik muncul ketika pengusaha Spa di Bali, yang tergabung dalam “Gerakan Bali SPA Bersatu”, mengecam kebijakan ini karena dianggap dapat memberatkan usaha mereka.

Gibran Rakabuming Raka merespon keluhan ini dengan menegaskan bahwa jika kenaikan pajak memberatkan, maka hal tersebut tidak seharusnya dilaksanakan.

Argumen ini menunjukkan kepekaan terhadap kondisi ekonomi sektor tertentu, khususnya yang terkait dengan pariwisata.

Inisiatif Gibran bisa benar, mengingat bahwa destinasi pariwisata seperti Solo, Yogyakarta, dan Bali telah diumumkan sebagai kota destinasi wellness tourism.

Peningkatan pajak hiburan dapat dinilai sebagai kontraproduktif terhadap upaya pemerintah untuk mendorong sektor pariwisata kesehatan dan kebugaran.

Penurunan daya saing spa di Indonesia, terutama di destinasi populer, dapat merugikan industri pariwisata secara keseluruhan.

Namun, perlu diperhatikan juga bahwa penerimaan negara adalah faktor krusial untuk menjaga stabilitas ekonomi dan penyediaan layanan publik.

Peningkatan pajak, jika dilakukan secara bijak, dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pengentasan masalah ekonomi.

Dalam konteks ini, argumen pro-kenaikan pajak mengedepankan kepentingan nasional dan keberlanjutan keuangan negara.

Sebagai tambahan, peningkatan pajak bisa menjadi instrumen pengendalian ekonomi yang efektif.

Dengan mengatur pajak, pemerintah dapat mengarahkan arus dana ke sektor-sektor yang lebih produktif dan mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Pajak hiburan yang lebih tinggi dapat menjadi salah satu cara untuk mengarahkan dana ke sektor lain yang lebih mendesak atau memiliki dampak positif yang lebih besar pada ekonomi nasional.

Pertanyaannya adalah apakah peningkatan pajak ini seimbang dan adil.

Apakah sektor-sektor yang diuntungkan dari peningkatan pajak memberikan kontribusi yang setara dengan dampak negatifnya pada sektor yang terkena dampak?

Menghadapi tantangan ini, solusi yang harus dipertimbangkan adalah mengimplementasikan skema pembebasan pajak atau insentif khusus untuk industri yang terdampak.

Ini dapat membantu mengamankan keberlanjutan bisnis Spa di tengah kenaikan pajak yang direncanakan, sambil tetap memenuhi target penerimaan negara.

Skema ini dapat dirancang secara bijak untuk memastikan bahwa insentif tersebut memberikan dukungan maksimal pada periode penyesuaian dan tidak merugikan target penerimaan negara dalam jangka panjang.

Kebijakan pajak yang tidak seimbang dapat merugikan sektor industri tertentu, terutama dalam konteks pariwisata.

Industri hiburan memiliki peran penting dalam menarik minat wisatawan, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional.

Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi mendalam terkait dampak ekonomi dari peningkatan pajak hiburan ini.

Pemerintah harus mempertimbangkan keseimbangan antara mendapatkan pendapatan tambahan melalui pajak dan mendukung pertumbuhan sektor industri yang memiliki dampak positif pada perekonomian.

Melihat kebijakan yang diterapkan oleh negara-negara tetangga, penurunan tarif pajak dapat menjadi strategi yang lebih cerdas dalam menjaga daya saing industri pariwisata dan ekonomi kreatif.

Sebagai contoh, kita bisa merujuk pada kebijakan negara-negara tetangga seperti Thailand, Singapura, Filipina, dan Malaysia yang malah menurunkan tarif pajaknya guna menarik minat wisatawan.

Penting untuk dicatat bahwa PBJT adalah pajak yang dibebankan kepada konsumen akhir atas konsumsi barang dan/atau jasa tertentu.

Oleh karena itu, dengan kenaikan hingga 75 persen, jelas bahwa jumlah uang yang harus dibayar oleh konsumen akan mengalami peningkatan yang signifikan.

Sebab itu, menghindari potensi kontradiksi antara kebijakan pajak dan upaya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam meningkatkan jumlah wisatawan adalah hal yang perlu dipertimbangkan.

Kenaikan pajak hiburan yang signifikan dapat mengurangi daya tarik destinasi pariwisata, mengingat beberapa dari wisatawan mencari pengalaman hiburan yang terjangkau.

Isu peningkatan pajak hiburan dan respons Gibran Rakabuming Raka membawa kita pada dilema kompleks antara kebutuhan akan penerimaan negara dan perlindungan sektor industri tertentu.

Meskipun langkah-langkah untuk menjaga stabilitas ekonomi sangat penting, kebijakan harus diarahkan untuk mencapai keseimbangan yang bijak, mempertimbangkan kepentingan nasional, kesehatan ekonomi sektor pariwisata, dan keadilan sosial.

Penulis Adalah Aktivis Kajian Gender yang berbasis di Surabaya

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler