jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah Indonesia resmi melakukan depository International of Regulation (IoR) kepada Sekretariat Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat, Jumat (22/9).
Langkah ini dilakukan setelah 20 September 2017 lalu, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo mengesahkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Minamata Convention on Mercury (Konvensi Minamata Mengenai Merkuri)
BACA JUGA: Penghormatan Tiongkok, Indonesia Bisa Kembangbiakkan Panda
Dokumen IoR Konvensi Minamata diserahkan langsung oleh Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi kepada Under Secretary General for Legal Affairs/UN Legal Counsel, Miguel de Serpa Soares, pukul 11.00 waktu setempat.
BACA JUGA: Hari Badak Sedunia, Lestarikan Hewan Langka Indonesia
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya bersyukur proses ratifikasi berjalan lancar.
“Alhamdulillah, acara Depository Konvensi Minamata telah dilakukan Menteri Luar Negeri di Markas PBB New York malam ini pukul 22.15 WIB atau 11.15 LT," kata Menteri Siti.
BACA JUGA: Manggala Agni Berhasil Padamkan Api di Kalimantan
Pengesahan Konvensi ini memberikan ruang kepada Indonesia berperan lebih aktif dan memiliki hak suara penuh dalam proses pengambilan keputusan pada forum regional dan global yang terkait dengan berbagai pengaturan pelaksanaan Konvensi Minamata termasuk dalam pengembangan prosedur, pedoman dan modalitas lainnya.
Di sisi lain, pengesahan ini juga memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk memperoleh manfaat dalam mengakses sumber pendanaan, teknologi transfer, peningkatan kapasitas dan kerjasama internasional untuk mendukung Rencana Aksi Nasional penanganan merkuri.
Merkuri/raksa adalah unsur kimia berupa logam berat yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan hidup karena bersifat toksik, persisten, bioakumulasi dan dapat berpindah antar wilayah, antar negara.
Di Indonesia, merkuri sebagian besar digunakan pada Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) untuk proses amalgamasi emas. Selain itu merkuri juga digunakan di sektor industri klor-alkali dan sektor kesehatan (alat kesehatan).
Dampak pencemaran merkuri terhadap kesehatan yang ditimbulkan meliputi tremor, gangguan motorik, gangguan syaraf, pencernaan, kekebalan tubuh, ginjal dan paru-paru, serta iritasi kulit, mata dan saluran pencernaan. Ibu hamil yang terpapar merkuri akan melahirkan anak dengan IQ rendah.
Hal ini bila dibiarkan berpotensi menimbulkan penurunan kualitas lingkungan hidup dan kesehatan, bahkan dapat mengakibatkan kematian dan hilangnya generasi penerus bangsa ini.
Di samping itu, dampak lanjut secara sosial-ekonomi meliputi beralihnya mata pencaharian utama, konflik horizontal masyarakat pendatang dengan masyarakat setempat, meningkatnya kriminalitas serta mobilisasi tenaga kerja wanita dan anak di bawah umur.
Pengesahan Konvensi Minamata sejalan dengan amanat Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yang berbunyi, “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
Jaminan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat juga diatur dalam Pasal 28H ayat (1) UUD Tahun 1945 yang berbunyi: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Salah satu upaya untuk mewujudkannya adalah melalui pengaturan, pengendalian, dan pengawasan bahan berbahaya dan beracun termasuk merkuri.
Pengesahan Konvensi Minamata mempertegas arahan Presiden RI pada Rapat Kabinet Terbatas 9 Maret 2017 terkait Penanganan Merkuri pada Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) dalam hal kebijakan dan peraturan perundang-undangan; tata kelola PESK diluar maupun di dalam kawasan hutan; tata niaga pengadaan dan distribusi Merkuri; pengembangan alternatif mata pencaharian bagi para penambang; serta bantuan medis atau kesehatan kepada masyarakat terpapar Merkuri dan untuk secara lebih luas sosialisasi dari aspek kesehatan.
Upaya membebaskan Indonesia dari bahaya merkuri tidaklah dapat dengan mudah diatasi di tingkat individu saja. Namun, memerlukan suatu kebijakan dan strategi serta sinergi yang kuat baik di tingkat individu, lembaga maupun negara, di tingkat pusat dan daerah, secara nasional, regional bahkan internasional.
Kunci keberhasilan dalam implementasi Konvensi Minamata di tingkat nasional, terletak pada leadership (kepemimpinan) antar strata pemerintahan pusat-daerah, yang didukung koordinasi dan koherensi lintas sektor. Lebih lanjut pelibatan para pemangku kepentingan seperti swasta dan dunia usaha, pendidik, penggiat lingkungan, insan pers, organisasi kemasyarakan serta akademisi dan para tokoh masyarakat menjadi sangat penting. Upaya yang telah dilakukan oleh berbagai pihak selama ini menjadi modalitas untuk menangani bahaya merkuri secara nyata dan terukur serta menyeluruh.
Dengan demikian, segala upaya membebaskan Indonesia dari bahaya merkuri yang melibatkan semua pihak merupakan perwujudan agregasi semua usaha yang telah ada menjadi lebih tegas dan lebih kuat sebagai pelaksanaan amanat konstitusional dan upaya memenuhi salah satu tujuan negara yakni melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Jangan sampai tragedi Minamata ke-2 terjadi di Indonesia.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pesan Menteri Siti di Perayaan Negara Nordik
Redaktur : Tim Redaksi