Koordinator RRJHM: Kami Seperti Kucing Beranak

Selasa, 09 Desember 2014 – 06:26 WIB
Koordinator RRJHM, dr Danang Ardiyanto. Foto Arwan Mannaungeng/JPNN.com

jpnn.com - SOLO - Pasien Rumah Riset Jamu Hortus Medicus (RRJHM) terus meningkat. Sejak beroperasi tahun 2007, jumlah orang yang berobat di rumah sakit herbal milik pemerintah itu bertambah sampai puluhan ribu pasien per tahunnya.

Koordinator RRJHM, dr Danang Ardiyanto mengatakan penambahan jumlah pasien ini disebabkan karena masyarakat sudah menerima kehadiran rumah sakit yang secara khusus melayani pasiennnya dengan jamu.

BACA JUGA: Ini Efek Negatif Minum Susu bagi Tubuh

"Dulu kita tepuk nyamuk. Pasein itu dua, tiga, empat, sekarang sudah meningkat. Setiap harinya sudah melayani 150 sampai 200 pasien," kata Danang kepada wartawan di Tawangmangu, Senin (8/12).

Dalam angka kunjungan pasien sepanjang lima tahun terakhir dari periode 2009-2013, terjadi lonjakan yang signfikan. RRJHM mencatat pada 2009 sebanyak 4.982 pasien, 2010 ada 7.999,  2011 naik 18.544, 2012 kemudian terus tumbuh di 2012 dengan 25.004 dan 2014 mencapai 36.516 pasien.

BACA JUGA: Easing Menstrual Cramps Kurangi Dilep

RRJHM merupakan rumah sakit herbal satu-satunya di Indonesia yang dibangun di Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Kliniknya kini berstatus Tipe A berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 003/2010 tentang Saintifikasi Jamu Dalam Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan.

Langkah ini merupakan terobosan yang dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan mengitegrasikan jamu ke dalam sistem kesehatan. RRJHM didirikan sebagai ujung tombak dari saintifikasi jamu.

BACA JUGA: Easing Menstrual Cramps Kurangi Dilep

Untuk bisa melayani  jumlah pasien yang terus bertambah, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) Badan Litbangkes Kemenkes yang menaungi RRJHM membangun gedung baru. Pada 30 April 2012, RRJHM akhirnya beroperasi di gedung dengan fasilitas laboratorium riset klinik dan unit pelayanan umum dengan fasilitas rawat jalan dan rawat inap.

"Kami seperti kucing beranak, sudah tujuh kali pindah tempat," kata Danang sambil tertawa.

Perubahan paradigma pengobatan dari kimiawi ke tradisional yang ditunjukkan dengan peningkatan jumlah pasien di RRJHM sebenarnya bukan hal yang baru. Lembaga kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa ada sekitar empat miliar atau 80 persen dari populasi dunia saat memanfaatkan pengobatna herbal dan berbahan natural untuk beberapa aspek perawatan demi meningkatkan kualitas kesehatannya.

Sementara di Indonesia, pengobatan dengan jamu sebetulnya sudah membudaya. Tradisi minum jamu yang berasal dari tanaman obat dikenal turun temurun. "Ini membutuhkan dasar pembuktian ilmiah sehingga dapat diterima masyarakat," kata Kepala Badan Litbangkes, Prof Dr dr Tjandra Yoga Aditama Sp, P (K).

Pembuktian ilmiah yang dimaksud adalah saintifikasi jamu dengan melakukan penelitian mengenai pemanfaatan jamu serta bahan herbal dalam upaya memperoleh bukti ilmiah atas manfaat untuk menjaga dan memelihara kesehatan serta mengobati penyakit berdasarkan kaidah ilmiah.

Saintifikasi jamu ini juga dipandang perlu oleh industri farmasi. Vice President Sales and Marketing for Professional Products SOHO Global Health, Sugiharjo mengatakan produk obat dengan bahan herbal asli Indonesia bisa bersaing secara global bila mutunya dan keamanannya terjamin.

"Tentu ini akan berekses pada terciptanya kemandirian obat bagi bangsa Indonesia, serta mampu meningkatkan kesejahteraan para petani herbal," kata Sugiharjo.

Sejauh ini, program pendidikan dan latihan dokter mengenai saintifikasi jamu sudah digelar 13 kali. Sudah ada 343 dokter yang mengikuti pelatihan. Angkatan XIII saat ini digelar dari 5-10 Desember 2014 atas kerja sama SOHO Global Health dengan B2P2TOOT di Diklat Iptek dan Jamu, Tawangmangu. (awa/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sang Pembunuh itu Bernama Miras Oplosan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler