jpnn.com, SEOUL - Pada sore Oktober yang cerah dan tidak berawan, Lee Insook mendatangi lapangan berumput di tengah Seoul, kemudian duduk, dan mulai meratapi tragedi berdarah di Itaewon pada Sabtu (29/10) malam.
Mencengkeram tanda buatan tangan bertuliskan "Maafkan saya, teman-teman", dia mengarahkan tangisannya yang menusuk ke panggung besar yang dipenuhi bunga - altar publik untuk menghormati nyawa-nyawa muda yang hilang dalam tragedi perayaan Halloween itu.
BACA JUGA: Kepolisian Korsel Mengaku Gagal Memprediksi Potensi Tragedi Halloween di Itaewon
Dia adalah salah satu dari ribuan penduduk Seoul yang berbondong-bondong ke altar di Balai Kota, Senin (31/10), untuk mengekspresikan duka atas bencana terburuk di negara itu sejak 2014 lalu, ketika feri Sewol tenggelam dan menewaskan lebih dari 300 orang
Dengan khidmat, mereka mengantre. Keluarga dengan anak kecil, pekerja kantoran, ibu rumah tangga, dan pensiunan.
BACA JUGA: Sikapi Tragedi Halloween Itaewon, Puan: Euforia Kerumunan Massa Pasca-Covid Harus Jadi Perhatian
Penyelenggara membagikan tangkai krisan putih, simbol kesedihan di Korea Selatan, yang diletakkan para pelayat di altar dengan membungkuk dalam-dalam.
Beberapa menggumamkan doa. Yang lain menangis.
BACA JUGA: 4 Warga China Tewas di Itaewon, Begini Reaksi Xi Jinping
Beberapa kilometer dari lokasi bencana di Itaewon, ratusan juga berkumpul untuk meletakkan karangan bunga krisan.
Di antara lautan buket itu juga ada botol kecil soju, minuman beralkohol yang populer di Korsel.
Itu adalah persembahan kepada orang mati agar arwah mereka bisa menikmati satu minuman terakhir.
Jung Chankyung, seorang ibu rumah tangga dari Gimpo, sebuah lingkungan di luar Seoul, melakukan perjalanan lebih dari satu jam untuk mencapai jantung ibu kota untuk memberi penghormatan.
Menonton adegan tragedi di berita "hanya terasa tidak nyata, sangat memilukan dan mengejutkan", katanya, matanya berlinang air mata. "Saya menelepon anak-anak saya untuk memastikan mereka aman."
Banyak dari mereka yang muncul di Balai Kota masih muda - berusia 20-an, seperti Kim Min-jeong.
"Cukup mengejutkan. Saya merasa sangat sedih karena korbannya seusia saya, banyak juga yang perempuan. Saya kira mungkin karena kurangnya kontrol," katanya.
Dari 154 orang yang meninggal, 98 adalah perempuan dan 56 laki-laki.
Koo Jaehoon hampir selalu menghabiskan malam minggunya di Itawewon. Namun, akhir pekan lalu pemuda 29 tahun itu membatalkan niatnya berpesta setelah mendengar bahwa tempat tersebut semakin padat.
"Saya tidak merasa beruntung. Saya merasa sedih sebenarnya saya sudah berkali-kali ke gang itu, di situlah saya bertemu teman, merokok, berbicara dan menunggu dalam antrean untuk masuk pub)".
"Jika ada seseorang yang bertanggung jawab, orang ini harus dihukum. Namun, saya tidak ingin orang memperdebatkan kurangnya kekuatan polisi dan kurangnya ketertiban umum saat ini. Saya ingin orang punya waktu untuk berduka."
Meski begitu, pertanyaan-pertanyaan sudah bermunculan.
Meskipun belum jelas bagaimana himpitan itu dimulai, tuduhan telah dilontarkan kepada pihak berwenang, dengan mengatakan bahwa mereka dapat berbuat lebih banyak untuk mencegah apa yang diyakini banyak orang sebagai bencana yang sepenuhnya dapat dihindari.
Perdana Menteri Korea Selatan Han Duck-soo telah menjanjikan penyelidikan menyeluruh, termasuk membuat perubahan kelembagaan yang diperlukan sehingga kecelakaan seperti itu tidak terulang.
Sementara itu, media setempat membandingkan pengamanan saat pesta Halloween di Itaewon kemarin dengan konser BTS di Busan beberapa pekan sebelumnya.
Sebanyak 2.700 personel kepolisian dikerahkan untuk mengawal konser K-Pop yang dihadiri 55 ribu penonton tersebut.
Sementara hanya 137 petugas yang dikerahkan ke Itaewon pada Sabtu malam untuk mengatur kerumunan yang mencapai ribuan dalam acara Halloween tanpa masker pertama sejak Covid. (bbc/dil/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif