Etika Pejabat Publik

Korupsi, Bentuk Pelanggaran Etika Paling Serius

Senin, 23 Oktober 2017 – 20:55 WIB
Guru Besar Psikologi Politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk (kanan) dan Anggota MPR RI dari Fraksi Gerindra, Ahmad Riza Patria saat diskusi “Etika Pejabat Publik” di Media Center DPR RI, Jakarta, Senin (23/10). Foto: JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Psikologi Politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk mengatakan korupsi merupakan bentuk paling tinggi dari pelanggaran etika pejabat publik.

“Jadi dari banyak persoalan etiket atau tata krama, maka korupsi dapat dikatakan sebagai bentuk pelanggaran etika pejabat publik paling tinggi, itu yang paling serius,” kata Hamdi Muluk saat diskusi bertajuk “Etika Pejabat Publik” bersama Anggota MPR RI dari Fraksi Gerindra, Ahmad Riza Patria di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (23/10).

Namun, Hamdi mengingatkan, yang harus dipahami juga adalah bahwa setiap pelanggaran hukum seperti korupsi sudah pasti dianggap melanggar etika.

BACA JUGA: Cegah Kampanye Terselubung Mendompleng Dana Desa

“Itu sudah pasti. Tapi, pelanggaran etika belum tentu berujung pada pelanggaran hukum. Orang melihat dari tingkat keseriusan,” tegasnya.

Menurut Hamdi, baik persoalan etiket dan etika pejabat publik sebenarnya ukurannya menyangkut kepantasan dari aspek moralitas yakni baik atau tidak baik.

BACA JUGA: Pola KPK Sudah Kontraproduktif bagi Pembangunan Nasional

Dia mencontohkan, misalnya ada anggota DPR yang seharusnya rapat dari awal sampai akhir misalnya pukul 08.00 sampai 16.00, tapi datang cuma sebentar kemudian keluar lagi ini tidak bisa dipidana.

Namun, kata dia, publik bisa bertanya, kenapa harus keluar padahal baru ikut rapat satu jam membahas UU. Nah, ketika dijawab diketahui bahwa keputusannya keluar karena mengurus bisnis pribadi.

BACA JUGA: Seperti ini Cara ASDP Cegah Tindakan Korupsi

“Jelas ini sudah melanggar etika pejabat publik dan kita bisa persoalkan tindakannya secara etis,” tegas Hamdi.

Di tempat yang sama, Anggota MPR Fraksi Partai Gerindra Riza Patria mengatakan sudah belasan tahun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tapi rasuah ternyata tidak berkurang.

Menurut dia, maraknya persoalan korupsi tidak terlepas dari persoalan etika pejabat publik yang tidak pernah kapok berbuat rasuah. Ironisnya, tidak sedikit pejabat munafik tampil seolah baik di depan publik, tapi di belakang ternyata berbuat korupsi.

“Padahal setiap pejabat itu sangat sadar betul bahwa lingkungannya sudah diawasi handphone-nya sudah disadap, sadar dan paham betul tetapi tidak kapok-kapok,” kata Riza.

Riza menyatakan selain karena etika, penyebab maraknya korupsi ini bisa jadi karena hukumannya terlalu ringan.

“Apa kita harus seperti Tiongkok (menerapkan) hukum mati bagi koruptor. Saya kira mesti dipertimbangkan,” ujar Riza.

Menurut Riza, yang tidak kalah penting dan luar biasa adalah soal kemunafikan pejabat publik. Riza menambahkan persoalan semacam ini sudah menyelimuti oknum elite dan pejabat di Indonesia. Ciri-cirinya banyak bicara, jika tampil di depan publik sudah seperti yang paling top dan benar.

“Padahal di balik semuanya, ya mohon maaf dipenuhi dengan berbagai masalah yang stidak saja etika tetapi masalah-masalah prinsip yang lain,” jelasnya.

Selain itu, Riza menambahkan, banyak pula elite dan pejabat yang menjadi safety player. Mereka tidak mau ambil pusing dengan persoalan rakyat.

Padahal, mereka tahu tapi tidak mau memperjuangkan. Mereka bukannya tidak punya gagasan. Namun, tidak mau menuangkan gagasan itu demi kepentingan rakyat.

“Hatinya tahu tapi mulutnya tidak berbicara, langkahnya tidak bergerak, tangannya tidak berbuat, pikirannya tidak disampaikan. Jadi, tidak sedikit elite dan para pejabat yang mengambil posisi safety player,” jelasnya.

Padahal, Riza berujar, di saat-saat kritis dan sulit seperti sekarang ini dibutuhkan para pemimpin yang memiliki kekuasaan untuk berani berbeda memperjuangkan kepentingan bangsa.

“Bicaranya sangat manis, ideal, Pancasila, tapi perilakunya sehari-hari masih diselimuti berbagai masalah,” ungkap anak buah Prabowo Subianto di Partai Gerindra itu.

Menurut Riza, ini merupakan tantangan sebagai bangsa dan negara ke depan. Persoalan ini kalau tidak dituntaskan akan menambah kekisruhan.(boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kader Golkar Harus Terus Dididik agar Tak Terjaring OTT KPK


Redaktur : Boy
Reporter : Boy, Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler