jpnn.com - JAKARTA – Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan 37 kasus dugaan korupsi yang terjadi pada Perguruan Tinggi Negeri. Kondisi tersebut tentu sangat memprihatinkan.
Peneliti ICW Siti Juliantari menyatakan, pihaknya memantau kasus korupsi yang terjadi di perguruan tinggi mulai 2006 hingga Agustus tahun ini.
BACA JUGA: Slank Cemaskan Kesehatan Dahlan
Korupsi itu terjadi di perguruan tinggi negeri yang melibatkan penyelenggara negara. Dalam hal ini adalah pejabat kampus.
Siti menjelaskan, kerugian negara yang ditimbulkan dari tindak pidana korupsi tersebut tidak main-main.
BACA JUGA: Sejumah Ulama Kunjungi Dahlan, Kiai Tasikmalaya Siap Jadi Penjamin
Menurut dia, nilainya mencapai Rp 218,804 miliar. ”Kerugian itu sangat besar,” ujar dia kepada Jawa Pos kemarin (29/10).
Banyak aktor yang terlibat dalam kejahatan tersebut. Menurut Siti, sedikitnya ada 65 pelaku.
BACA JUGA: Sri..Sri..Ngaku TKW, Malah Pamer Aurat di Hongkong
Mereka adalah civitas academica, pegawai pemerintah daerah, dan pihak swasta. Yang paling banyak berasal dari pegawai dan pejabat struktural di fakultas maupun universitas.
”Ada 32 orang dari pegawai maupun pejabat struktural kampus,” ucapnya.
Kemudian, yang terbanyak kedua adalah rektor dan wakil rektor. Jumlahnya mencapai 13 orang.
”Mantan rektor juga termasuk. Mereka ikut terlibat dalam korupsi yang merugikan perguruan tinggi,” ungkap dia.
Dekan fakultas pun terlibat. Ada tiga dekan yang menjadi pelaku. Begitu pula dosen atau pengajar yang berjumlah lima orang.
Sisanya adalah pejabat pemerintah daerah (dua orang) dan pihak swasta (sepuluh). Untuk pihak swasta, yang paling banyak rekanan atau kontraktor. Sebab, korupsi yang dilakukan berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa. Sesuai kajian oleh ICW, ada 12 pola korupsi yang dilakukan perguruan tinggi.
Pola itu diteliti dari perkara yang sudah ditangani penegak hukum.
”Kami petakan pola yang dilakukan para pelaku,” katanya. Modus yang dilakukan memang beragam.
Misalnya korupsi pengadaan barang dan jasa yang melibatkan pihak swasta. Pejabat kampus bekerja sama dengan pihak swasta untuk melakukan korupsi.
Mereka menggelembungkan anggaran dan berkongkalikong dengan rekanan agar mendapatkan keuntungan dalam proyek tersebut.
Selain pengadaan barang dan jasa, ada korupsi dana hibah pendidikan dan CSR serta korupsi anggaran internal perguruan tinggi dan dana penelitian.
Bahkan, dana beasiswa untuk mahasiswa pun dikorupsi. Para pelaku juga melakukan korupsi dalam penjualan aset milik kampus. Yang lebih memprihatinkan, korupsi juga dilakukan dalam penerimaan mahasiswa baru.
Ada juga suap jual beli nilai dan akreditasi program studi atau perguruan tinggi, korupsi dana sumbangan pembinaan pendidikan (SPP), serta gratifikasi mahasiswa kepada dosen.
Irjen Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Jamal Wiwoho mengaku belum mengetahui temuan ICW itu.
Meski demikian, dia tak menampik bahwa ada beberapa perguruan tinggi yang mismanajemen dalam pengadaan barang dan jasa.
Penyebabnya adalah masalah anggaran yang kerap turun terlalu mepet dengan berakhirnya tahun anggaran.
Lalu proses lelang yang sering menyisakan masalah dan kerap belum selesai. Padahal sudah keburu tutup anggaran di akhir tahun.
”Sehingga bermasalah dengan aparat penegak hukum,” ucapnya kemarin.
Disinggung soal pengawasan internal, Jamal mengklaim bahwa yang dilakukan inspektorat jenderal sudah cukup baik.
Pengawasan dilakukan secara simultan dan dilaporkan setiap tahun.
”Internal dan eksternal, baik Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) maupun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sudah simultan,” tegasnya. (lum/mia/c9/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Siaga Satu, Pengamat Intelijen Bilang...
Redaktur : Tim Redaksi