KPA Curiga Ada Cincai-cincai

Kamis, 11 April 2013 – 07:54 WIB
JAKARTA - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencurigai ada kongkalikong yang melibatkan banyak pihak di balik terbitnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dikeluarkan Pemerintah Kabupaten Deliserdang untuk pembangunan puluhan ruko di atas lahan  eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II Kebun Helvetia.

Deputi Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPA, Iwan Nurdin menyebutkan alasan kecurigaannya tersebut.  Menurutnya, jika lahan masih lahan sengketa, mestinya PTNP II langsung teriak begitu melihat di lahan tersebut ada bangunan ruko.

"Bagaimana bisa PTPN II tidak melaporkan adanya aktivitas di lahan yang masih sengketa itu? Jangan rasanya jika pihak PTPN II tidak tahu. Masak di tanah yang diklaim miliknya dibangun rumah oleh orang lain, diam saja?," ujar Iwan Nurdin kepada JPNN, kemarin (10/4).

Seperti diberitakan, yang 'teriak' melihat kasus ini justru anggota Komisi A DPRD Sumut, bukan pihak PTPN II.

Iwan juga menyebut, langkah Pemkab Deliserdang mengeluarkan IMB juga sudah jelas salah. "Karena lahan statusnya masih sengketa. Kalau PTPN melalui Kementerian BUMN sudah melakukan pelepasan, sudah tentu statusnya bukan lagi tanah sengketa," ujar Iwan.

Menurut alumni Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu, pendirian ruko atau bangunan lainnya di atas lahan sengketa, biasa dimainkan sebagai modus penguasaan lahan.

Karena sudah telanjur ada bangunan di atas lahan itu, pihak investor biasanya melobi warga dan pihak PTPN. "Karena sudah ada rukonya, ya sudahnya, warga dikasih ganti rugi berapa gitu, PTPN dikasih berapa, yang akhirnya investorlah yang menikmati keuntungan maksimal atas lahan itu," kata Iwan.

Dijelaskan, jenis sengketa di lahan PTNI II ada dua macam. Pertama, dulunya merupakan tanah yang ada SK Land Reform-nya, yang diberikan kepada warga sekitar tahun 1967-1968. Lahan diberikan kepada warga sebagai lahan garapan oleh Penguasa Darurat Militer saat itu.

Hanya saja, lanjut Iwan, tanah tersebut tidak diberikan sertifikat kepemilikan, tapi malah belakangan menjadi lahan HGU PTN. "Maka jadilah lahan sengketa," kata dia.

Kedua, lahan PTPN II saat ini kebanyakan dulunya merupakan tanah adat, yang disewa Kolonial Belanda untuk perkebunan, dengan akta konsesi. Setelah merdeka, mestinya tanah itu dikembalikan ke rakyat. Tapi nyatanya, malah dijadikan lahan HGU PTPN II.

Nah, Iwan menyarakan Komisi A DPRD Sumut, sebelum mengambil langkah pencarian penyelesaian masalah, harus dipastikan dulu, lahan yang di atasnya sudah ada rukonya itu, masuk tipologi sengketa yang mana.

"Komisi A DPRD Sumut harus mendorong dilakukan pemetaan, mana lahan yang dulunya akta konsesi, dan mana yang land reform," kata dia.

Iwan mengatakan, Kantor Setwapres dan Komisi II DPR, juga sudah menempatkan masalah sengketa lahan di PTPN II ini sebagai prioritas untuk dicarikan solusinya.

Sementara, pihak Kementerian BUMN belum bisa dimintai keterangan terkait kasus ini. Deputi Bidang Usaha Industri Primer Kementerian BUMN, Moh Zamkani, tidak mengangkat ponselnya saat dihubungi. (sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Surabaya Terancam Hujan Badai

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler