jpnn.com, JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyesalkan para guru masih mengejar ketercapaian kurikulum.
Menurut Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti, ini sangat kontradiktif dengan semangat dan aturan dari Kemendikbud yang tertuang dalam Surat Edaran Mendikbud Nomor 4. Tahun 2020. Di dalamnya tertulis sekolah tidak harus mengejar ketuntasan pembelajaran.
“Yang terjadi guru-guru malah menambah beban siswa di masa pandemi COVID-19. Siswa dihujani berbagai tugas karena mengejar capaian kurikulum," kata Retno di Jakarta, Selasa (28/4).
Di tengah bencana nasional COVID-19 ini, lanjut Retno, fleksibilitas dan kelonggaran kurikulum adalah kunci agar anak serta guru tetap “merdeka dalam belajar”. Fenomena ini bisa terjadi setidaknya karena dua hal.
BACA JUGA: Siswa Mulai Jenuh Belajar di Rumah, Menteri Nadiem Diminta Bikin Terobosan
Pertama, konformasi SE Mendikbud tersebut tidak sampai atau tidak dipahami dengan baik oleh Dinas Pendidikan Daerah (Disdik, Pengawas) dan Sekolah (guru, kepala sekolah). Kedua, lebih karena faktor psikologis guru yang tetap ingin “bersikap” ideal dalam menuntaskan kurikulum.
“Sebab akan ada rasa yang “mengganjal” di pikiran, jika pembelajaran tak tuntas. Jadi lebih ke faktor “subjekivitas” guru, rasanya tak sempurna jika kurikulum tak selesai," terang Retno.
Satriwan Salim, Wasekjen FSGI menambahkan mayoritas guru sebenarnya sudah mendapatkan pedoman dan arahan yang jelas dari sekolah serta dinas pendidikan setempat terkait bagaimana tenis pengelolaan PJJ (pembelajaran jarak jauh). Baik melalui surat, penjelasan melalui grup WA Guru, maupun video. Artinya dari segi persiapan umumnya sekolah sudah memberikan petunjuk dan pedoman teknis bagi guru.
Sayangnya arahan/pedoman sekolah tersebut lebih terfokus kepada jadwal dan manajemen kegiatan pembelajaran.
“Perhatian sekolah untuk mendata dan memberikan bantuan pada siwa yang memiliki keterbatasan terhadap gawai atau laptop, kuota internet sangat minimalis," beber Satriwan.
Dia mengungkapkan, masih adanya sekolah yang melaksanakan PJJ sesuai dengan jadwal sekolah normal, sebelum masa COVID-19, adalah hal yang patut dirisaukan. Betapa beratnya beban yang harus ditanggung oleh siswa di masa sulit seperti sekarang.
BACA JUGA: Masuk Sekolah 18 Mei, Maksimal 10 Siswa per Kelas, Sudah Boleh ke Salon
Fakta di lapangan, dengan jumlah mata pelajaran yang kurang dari 2 mata pelajaran saja, siswa sudah terbebani. Apalagi PJJ dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang normal.(esy/jpnn)
BACA JUGA: Belanda Tetapkan Tanggal Siswa SD Bersekolah Lagi, Sudah Dekat
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad