jpnn.com, JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merekomendasikan kegiatan susur sungai Sempor Dusun Dukuh, Kecamatan Turi, Sleman, Yogyakarta yang berujung petaka diusut secara hukum.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, susur sungai dalam rangkaian kegiatan kepramukaan yang melibatkan 248 siswa SMPN 1 Turi, Sleman, itu mengakibatkan korban meninggal sebanyak delapan orang.
BACA JUGA: Ratusan Siswa SMP di Sleman Hanyut saat Kegiatan Pramuka, Empat Meninggal
"KPAI mendorong kepolisian menyelidiki kasus ini, jika terbukti ada kelalaian pihak sekolah, maka proses hukum harus dilakukan, karena ada delapan anak yang telah kehilangan nyawa dalam kegiatan ini, dan dua anak belum ditemukan," kata Retno dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (22/1).
Retno yang juga mantan guru ini meminta ditelusuri apakah kegiatan ini diputuskan melalui rapat dewan guru dengan sudah mempertimbangkan dan menghitung segala factor resiko yang akan terjadi.
BACA JUGA: 6 Siswa SMP di Sleman yang Hanyut Ditemukan Meninggal, Ini Identitasnya
Kemudian, mencari tahu apakah ada susunan panitia dan penanggungjawab kegiatan. Antara jumlah anak dengan pembimbing dan pelatih proporsional atau tidak.
"Apakah survei dilakukan minimal sepekan sebelum kegiatan untuk menghitung faktor risiko? Apakah ada antisipasi sekolah dengan menyiapkan perahu karet, ambulan, pelampung, hingga izin kegiatan dari Dinas Pendidikan?" tutur Retno mempertanyakan.
BACA JUGA: Soal Turis Tiongkok di Indonesia, Luhut Binsar: Cuma Dua Juta Saja Sudah Ribut
Selain itu, KPAI mendorong Pemerintah Daerah melalui P2TP2A dan Dinas PPPA untuk melakukan pemulihan psikologi melalui psikososial terhadap anak-anak yang selamat dan mengalami shock dan masalah psikologis akibat peristiwa ini.
"Momentum kasus ini, KPAI mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan evaluasi terhadap kebijakan yang menjadikan Pramuka sebagai ekskul yang wajib diambil setiap anak, bahkan mempengaruhi kenaikan kelas," tegas Retno.
Diketahui, aturan yang mewajibkan Pramuka sebagai ekskul wajib tertuang dalam Permendikbud No. 63 Tahun 2014 tentang Pendidikan Kepramukaan Sebagai Ekstrakurikuler Wajib mulai jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dan SMK.
Persoalannya, tambah Retno, selama ini kebijakan mewajibkan siswa sekolah untuk mengikuti pendidikan kepramukaan telah menjadikan latihan kepramukaan menjadi pelajaran kepramukaan.
"Kebijakan yang awalnya berniat baik untuk membentuk kompetensi sosial peserta didik, malah merusak esensi pendidikan kepramukaan itu sendiri. Masifnya pendidikan kepramukaan menyebabkan hal-hal yang esensial menjadi terlupakan," tandasnya. (fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam