jpnn.com - JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan lima titik rawan korupsi dalam pengelolaan Jaminan Kesehatan Nasional oleh Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) bidang kesehatan. Hal ini diungkapkan oleh Kepala BPJS Fahmi Idris dalam konferensi pers di KPK, Selasa (11/2).
"Jadi ada lima titik yang menjadi potensi korupsi di lembaga baru ini. Untuk kami sangat penting untuk kami sosialisasikan kejajaran internal kami," kata Fahmi.
BACA JUGA: Sengman Tjahja Mangkir Dari Panggilan KPK
Hadir pula dalam konferensi pers itu, Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja, Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Firdaus Djaelani, dan Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron.
Fahmi mengatakan lima titik potensi korupsi itu adalah investasi dan divestasi dana, potensi korupsi di investasi dana jaminan sosial, potensi korupsi dalam pengadaan aset, potensi korupsi penggunaan operasional dan pada saat pembayaran jaminan keshatan.
BACA JUGA: SBY Diminta Segera Cari Pengganti Gita
"Kami sangat berterima kasih pada KPK yang sejak awal mengingatkan kami, karena mencegah lebih baik dari mengobati," ujarnya.
Adnan menyatakan, KPK bisa mengawal BPJS karena ada dana hampir Rp 40 triliun setiap tahun yang akan dikelola oleh BPJS. Anggaran ini berpotensi bisa dinikmati oleh orang-orang yang tidak berkepentingan.
BACA JUGA: KPU Mengeluh Kekurang Anggaran Rp 1,7 Triliun
"Karena itu KPK berkepentingan untuk mengawasi bersama-sama dengan teman-teman dari OJK dan sebagainya. Sehingga lembaga baru ini bisa melayani masyarakat lebih optimal," ujar Adnan.
Menurut Adnan, sebuah sistem bisa saja berpotensi korupsi sekalipun diciptakan oleh negara maju seperti Amerika Serikat.
"Sebagai perbandingan, Amerika serikat, negara yang IPK (indeks persepsi korupsi)-nya lebih dari Indonesia, IT nya baik, setiap tahun potensi fraudnya 10 persen atau sekitar 4,2 miliar dollar. Karena itu, untuk menghindari seperti itu, kita mengawal BPJS," ucapnya.
Namun Fahmi mengaku bahwa BPJS kesehatan telah memiliki sistem yang bekerja dengan baik meskipun baru dibentuk pada 1 Januari 2014.
Menurut Fahmi, jika ada potensi korupsi maka dewan pengawasan internal BPJS kesehatan siap turun untuk memeriksanya. Sementara untuk pengawasan eksternal dilakukan OJK dan Dewan Jaminan Sosial Nasional .
"Kita punya satuan pengawas internal, manajemen risiko, menejemen mutu, intinya sudah tertata. Kami pun memiliki dewan pengawas internal, dengan KPK kami berharap dibimbing agar tidak salah jalan," ujar Fahmi.
Sedangkan mengenai kemungkinan adanya tumpang tindih pengawasan eksternal antara OJK dan DJSN, Firdaus mengatakan, bahwa pihaknya telah menandatangani nota kesepahaman dengan DJSN yang membagi-bagi bidang pengawasan.
"Kalau OJK lebih kepada bagaimana tingkat kesehatan keuangan BPJS, bagaimana menjalankan programnya, manajemen risikonya kayak apa, potensi sistemiknya kayak apa," ucap Firdaus. (gil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Megawati Pertimbangkan jadi Saksi Meringankan untuk Sudjanan
Redaktur : Tim Redaksi