JAKARTA--Penangkapan berjemaah yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap anggota DPRD Provinsi Riau, Selasa (3/4) cukup menghentak. Meski belum ditetapkan sebagai tersangka, namun 7 angggota DPRD Riau, diketahui tertangkap tangan sedang terlibat upaya suap dengan barang bukti mencapai Rp900 juta.
Kasusnya pun terkait penyelenggaran Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII, yang akan digelar September mendatang. Akankah dugaan suap terkait proyek venues PON Riau, akan bergulir seperti bola salju kasus suap wisma atlet Palembang, yang hingga kini proses hukumnya belum tuntas?
"Hingga saat ini kami masih melakukan pendalaman pada kasus ini dulu.Sementara perkembangan kasus belum bisa diekspos," ujar wakil ketua KPK, Busyro Muqaddas pada JPNN, Rabu (4/4).
Saat ditanya sejauh mana KPK akan mendalami kasus dugaan suap venues PON Riau? Akankah ada penambahan calon tersangka lainnya? kembali mantan Ketua KPK ini meminta semua pihak bersabar."Tolong bersabar, kami masih bekerja," katanya singkat.
Hanya juru bicara KPK Johan Budi, yang berkenan memberi sedikit keterangan. Selain membenarkan perihal pemeriksaan 7 anggota DPRD Riau, 4 pihak swasta dan 2 pejabat Dispora Riau, Johan mengatakan status mereka masih saksi. Namun dalam waktu dekat, akan ada penetapan tersangka.
Dalam kasus ini penyidik KPK menangkap 7 anggota DPRD Riau, diantaranya MFA, AA, RS, TA, TM, MD dan II. Selain itu juga 4 orang swasta inisial RS, BT, SW dan D serta dua staf Dispora Provinsi Riau ED dan RR.
"Penangkapan berkaitan dengan pembahasan Perda nomor 6 tahun 2008 tentang multiyears main stadium PON di Riau," kata Johan.
Diintai Sejak Lama
Informasi mengenai dugaan suap pembangunan venues PON di Riau, ternyata sudah lama dikantongi KPK. Namun tidak semua serta merta bisa ditindaklanjuti karena butuh bukti yang kuat. Hingga akhirnya, bisa menangkap tangan sejumlah anggota DPRD Riau Selasa kemarin.
Kasus tangkap tangan anggota DPRD Riau ini merupakan kasus pertama terkait PON Riau sekaligus menjadi penangkapan berskala jemaah perdana bagi KPK jilid III di bawah kepemimpinan Abraham Samad.
"Memang tim KPK sudah lama melakukan pengintaian. Kami datang ke Riau beberapa hari lalu atas informasi yang diberikan masyarakat," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha, tanpa berkenan menyebutkan sumber informasi terkait dugaan suap yang dilakukan anggota DPRD Riau.
Laporan dari masyarakat, memang menjadi andalan utama KPK untuk melakukan penindakan. Bahkan di lantai satu kantor KPK, jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, disediakan tiga ruang khusus guna melayani pengaduan masyarakat terkait dugaan tindak pidana korupsi.
Pelaporan dugaan korupsi ke KPK juga biasanya diterima melalui surat, email, telepon, SMS, dan online melalui KPK Whistleblower's System (KWS). “Jika ditotal jumlah pengaduan yang diterima KPK, baik secara langsung maupun tidak langsung setiap bulannya mencapai rata-rata 500,” ujar Direktur Pengaduan Masyarakat KPK, Eko Marjono.
Akankah kasus dugaan suap venues PON yang dilakukan anggota DPRD Riau, menjadi pintu masuk KPK untuk memeriksa secara total penyelenggaraan PON Riau yang hingga saat ini sudah menghabiskan anggaran Rp3,8 triliun?
Juru bicara KPK Johan Budi menegaskan, tidak semua pengaduan dari masyarakat bisa langsung ditindaklanjuti KPK. Bahkan terhadap dugaan penyelenggaraan PON Riau, KPK baru bisa melakukan penindakan bila sudah ada bukti cukup terjadi penyalahgunaan anggaran oleh pejabat berwenang. Untuk itu dibutuhkan laporan resmi dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Jadi tidak semua bisa ditindak langsung. Kalau ada hasil audit BPK atau BPKP yang menyatakan kerugian negara atau ada indikasi korupsi oleh pejabat negara, baru KPK bisa masuk ke sana,” tegas Johan.
Jika mengacu pada hal tersebut, BPK baru saja mengumumkan keberhasilan Pemerintah Provinsi Riau mempertanggungjawabkan laporan keuangan mereka hingga tahun 2010. Sementara persiapan venues PON telah dimulai sejak tahun 2006 lalu.
Dari 516 LKPD 2010 yang diperiksa BPK pada tahun ini, hanya ada 34 pemda yang mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Sebanyak 66 persen atau 341 LKP memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), sementara lima persen atau 26 LKPD mendapat opini Tidak Wajar (TW) serta 22 persen atau 115 LKPD memperoleh opini Tidak Menyatakan Pendapat( TMP).
“Dari 34 pemda, hanya ada enam Pemda Provinsi yang memperoleh opini WTP dalam laporan keuangannya,” ujar Ketua BPK Hadi Poernomo saat menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS) II Tahun Anggaran 2011 kepada DPR di Senayan.
Diantara Provinsi berprestasi tersebut adalah Provinsi Riau, Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi DI Yogyakarta, Provinsi Jawa Timur,Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Sulawesi Selatan. Pemprov Riau menjadi satu-satunya pemerintah daerah di Provinsi Riau yang mendapatkan prediket laporan keuangan terbaik tersebut dari BPK.
Hal ini pula yang disampaikan Gubernur Riau HM Rusli Zainal, melalui pesan pendeknya pada JPNN. Menurutnya, selama ini persiapan penyelenggaraan PON dari sisi anggaran dilakukan dengan sangat hati-hati dan taat aturan. Bahkan guna memastikan tidak terjadi kebocoran dan penyalahgunaan, PB PON melakukan perekrutan khusus tenaga akuntan.
“Saya selalu mengingatkan dalam berbagai kesempatan kepada seluruh jajaran Pemprov Riau untuk memastikan dan menegaskan, bekerjalah sesuai aturan. Baru minggu ini kami merekrut 50 sarjana Akuntan dan 18 orang diantaranya kita tempatkan di PB PON,” kata Gubri.
Penempatan tenaga Akuntan ini, sejak lama telah dilakukan Pemprov Riau. Hal ini pula yang mengantarkan Pemprov Riau mampu meraih prediket WTP.’’Yang hanya bisa diraih 6 Provinsi saja di Indonesia,’’ tambah Gubri tanpa berkomentar lebih jauh mengenai penangkapan berjemaah anggota DPRD Riau kemarin malam.(afz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... BNN: Bandar Narkoba Harus Dimiskinkan
Redaktur : Tim Redaksi