JAKARTA - Anggota Komisi III DPR, Martin Hutabarat mengatakan, pengawasan menjadi salah satu titik lemah dalam pemberantasan korupsi dan pemberian efek jera kepada koruptor.
Hal itu disampaikan Martin menanggapi pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad yang mengatakan bahwa narapidana koruptor tidak bermalam di tahanan Lembaga Permasyarakatan (Lapas). Mereka bisa tidur di rumah.
Politikus Partai Gerindra tersebut menilai, narapidana koruptor yang bisa keluar masuk Lapas sudah menjadi rahasia umum. "KPK pun juga sudah lama mengetahuinya," ujar Martin saat dihubungi, Jumat (10/5).
Lebih lanjut, Martin menerangkan, seorang terpidana setelah mendapat putusan hukum tetap dari pengadilan dan dimasukan ke dalam Lapas, pengawasan dan izinnya berada di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Meski begitu, sambung dia, pejabat tinggi Kemenkumham belum tentu terlibat dalam pemberian izin keluar para narapidana koruptor tersebut. "Namun kebijakan yang mudah memberi izin di level bawah tentu membuat tanda tanya muncul," ucapnya.
Martin menyatakan untuk mencegah koruptor bebas keluar masuk Lapas, Kemenkumham sebaiknya melibatkan atau membuat kerjasama dengan KPK terkait pengawasan terhadap para tahanan koruptor di Lapas.
"Bisa dicoba mantan pimpinan atau pejabat di KPK ditempatkan menjadi penjabat di Kemenkumham. Mereka ikut mengatur Lapas," terang Martin. Selain itu bisa juga dibuat Lapas khusus koruptor. Ia mencontohkan, semua koruptor ditahan di Lapas Sukamiskin Bandung.
Menurut Martin, korupsi merupakan kejahatan luar biasa, karena itu semua institusi penegak hukum harus bersinergi untuk memberantasnya. "Salah besar kalau tugas ini hanya diserahkan pada KPK saja tanpa dukungan dari institusi-institusi lain," pungkasnya.(gil/jpnn)
Hal itu disampaikan Martin menanggapi pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad yang mengatakan bahwa narapidana koruptor tidak bermalam di tahanan Lembaga Permasyarakatan (Lapas). Mereka bisa tidur di rumah.
Politikus Partai Gerindra tersebut menilai, narapidana koruptor yang bisa keluar masuk Lapas sudah menjadi rahasia umum. "KPK pun juga sudah lama mengetahuinya," ujar Martin saat dihubungi, Jumat (10/5).
Lebih lanjut, Martin menerangkan, seorang terpidana setelah mendapat putusan hukum tetap dari pengadilan dan dimasukan ke dalam Lapas, pengawasan dan izinnya berada di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Meski begitu, sambung dia, pejabat tinggi Kemenkumham belum tentu terlibat dalam pemberian izin keluar para narapidana koruptor tersebut. "Namun kebijakan yang mudah memberi izin di level bawah tentu membuat tanda tanya muncul," ucapnya.
Martin menyatakan untuk mencegah koruptor bebas keluar masuk Lapas, Kemenkumham sebaiknya melibatkan atau membuat kerjasama dengan KPK terkait pengawasan terhadap para tahanan koruptor di Lapas.
"Bisa dicoba mantan pimpinan atau pejabat di KPK ditempatkan menjadi penjabat di Kemenkumham. Mereka ikut mengatur Lapas," terang Martin. Selain itu bisa juga dibuat Lapas khusus koruptor. Ia mencontohkan, semua koruptor ditahan di Lapas Sukamiskin Bandung.
Menurut Martin, korupsi merupakan kejahatan luar biasa, karena itu semua institusi penegak hukum harus bersinergi untuk memberantasnya. "Salah besar kalau tugas ini hanya diserahkan pada KPK saja tanpa dukungan dari institusi-institusi lain," pungkasnya.(gil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Butuh 160 Ribu PNS Baru
Redaktur : Tim Redaksi