KPK Desak Presiden Moratorium Remisi Korupsi

Jumat, 17 Agustus 2012 – 05:37 WIB
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera menerbitkan aturan yang memperketat remisi terhadap narapidana tindak pidana korupsi. KPK menginginkan semua koruptor tidak mendapat remisi dan potongan hukuman selama menjalani vonis majelis hakim.

Juru bicara KPK Johan Budi menegaskan, korupsi adalah kejahatan ekstraordinari yang menyengsarakan masyarakat. Jadi sebaiknya mereka tidak diberi keringanan apapun. Apalagi selama ini hukuman yang diberikan hakim kepada beberapa koruptor masih dibawah tuntutan jaksa.
   
Menurutnya, hukuman yang tidak maksimal ditambah dengan potongan-potongan akan membuat efek jera tidak tercapai. Dengan begitu, orang akan tetap ingin melakukan korupsi, toh jika tertangkap dan dihukum mereka hanya menghabiskan waktu yang sebentar di penjara. 
   
Tapi, kalaupun Kemenkum HAM benar-benar memberikan diskon hukuman sebaiknya itu diberikan dengan sarat-sarat yang sangat ketat. Jangan sampai koruptor yang tidak layak diberi potongan. "Jangan sampai mereka mendapatkan remisi dengan mudah," kata Johan.
   
Johan juga mengaku heran mengapa beberapa koruptor kelas kakap bisa mendapatkan remisi. Salah satunya adalah Gayus. Padahal mantan pegawai Dirjen Pajak Golongan IIIA itu terjerat beberapa kasus. Mulai dari mafia pajak, penyuapan hakim, penyuapan petugas rutan hingga pencucian uang.
   
Meski begitu, kata Johan KPK tidak bisa berbuat banyak. Sebab itu adalah kewenangan Kemenkum HAM sepenuhnya. Meski sebagai pihak yang menjebloskan korptor ke penjara, KPK tidak bisa berbuat apa-apa.

"KPK tidak bisa mengintervensi dan itu sepenuhnya kewenangan Kememkum HAM. Mudah-mudahan kedepan pemberian remisi koruptor harus diperketat,"  tegasnya.

Direktur Bina Narapidana dan Pelayanan Tahanan Kementerian Hukum dan HAM, Rachmat Priyosutardjo, Rabu (15/8) lalu mengatakan, pengetatan pemberian remisi terhadap koruptor belum bisa terlaksana tahun ini karena Presiden SBY belum menandatangani draft revisi Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2006.

Dalam draft revisi yang diajukan Kementerian Hukum dan HAM, terdapat ketentuan pengetatan pemberian remisi terhadap narapidana koruptor. Dalam PP tersebut memang diatur dasar hukum remisi bagi tindak pidana korupsi, teroris, dan pengedar serta pemakai narkoba.

"Kami sudah melakukan upaya-upaya untuk mengetatkan (remisi), tetapi (saat ini) kami masih kembali ke PP 28/2006 karena peraturan baru belum siap," kata dia

Kementerian Hukum dan HAM sebelumnya sudah berupaya melakukan penghentian pencabutan pembebasan bersyarat dan remisi bagi terpidana korupsi, namun kalah dalam gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara pada 7 Maret lalu.

Karena aturan moratorium kandas, pemerintah terpaksa kembali merujuk pada PP No 28 tahun 2006. Sementara syarat narapidana yang berhak mendapat remisi merujuk pada Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 tentang Pemasyarakatan.
Kementerian Hukum dan HAM memberikan remisi khusus terhadap narapidana, termasuk 235 narapidana korupsi. Remisi diberikan terkait Idul Fitri 1432 Hijriah.

Remisi terbanyak diterima 27 orang narapidana korupsi di Kalimantan Selatan dan 24 orang di DKI Jakarta. Dari 44.423 orang narapidana yang mendapat remisi, sebanyak 1.229 orang diantaranya bebas, termasuk delapan narapidana korupsi.

Remisi khusus diberikan berkisar antara 15 hari sampai dua bulan pemotongan masa tahanan. Rinciannya 14.612 orang mendapat potongan 15 hari, 25.288 orang mendapat potongan 1 bulan, 3.848 orang potongan 1 bulan 15 hari, dan 904 orang sisanya mendapat potongan 2 bulan masa tahanan. (kuh/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Yang Akan Dibangun Pemerintah di 2013

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler