KPK Diminta Prioritaskan Berantas Korupsi di Daerah

Minggu, 17 Februari 2013 – 14:05 WIB
JAKARTA – Giliran Masyarakat Anti-Korupsi (MAKI) angkat bicara soal dugaan korupsi yang terjadi di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) Provinsi Maluku yang diduga melibatkan Bupati SBT Abdullah Vanath. Koordinator MAKI,  Boyamin Saiman mengatakan Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) tak boleh menutup mata atas dugaan penyelewenangan ini karena mencapai miliaran rupiah.

"Jika tidak diproses secepatnya,  apalagi sampai berlarut-larut akan ditertawai oleh mereka yang selama ini merasa ’bebas’ meski diduga telah melakukan praktik korupsi hingga ratusan miliar rupiah," kata Boyamin dalam rilisnya yang diterima JPNN, Minggu (17/2).

Koalisi Masyarakat untuk Indonesia Transparans (KOMITs) juga melakukan aksi unjuk rasa di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kuningan, Jakarta, Rabu (13/2). Mereka mendesak KPK untuk segera memproses dugaan korupsi yang terjadi di SBT.

Boyamin mengatakan KPK harus menunjukan kewibawaannya dengan menindaklanjuti laporan dugaan korupsi Abdullah Vanath. Kata dia, sebagai lembaga antirasuah, KPK harus merespon laporan yang dilakukan masyarakat. "Ini harus dilakukan sebagai upaya untuk memberikan efek jera bagi para koruptor yang masih ’bebas’ di sejumlah daerah sekaligus memberikan semangat bagi kejaksaan dan kepolisian untuk bekerja,” pungkasnya.

Sebelumnya, KOMITs melansir sejumlah data dugaan penyimpangan, korupsi dan gratifikasi yang diduga dilakukan Bupati SBT Maluku Abdullah Vanath. Juru bicara KOMITs Tommy DJ menyatakan dugaan korupsi Abdullah Vanath di antaranya diduga bersumber dari penggunaan kas daerah dan gratifikasi sejumlah proyek APBD yang diberikan sejumlah rekanan di daerah itu.

Dugaan tindak pidana korupsi Vanath antara lain penggunaan dana blokir senilai Rp 4.138.598.887 dari total dana blokir  Rp 12.084.742.669 (APBD 2006) yang tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh Bagian Keuangan Sekretariat Daerah. Laporan hasil pemeriksaan BPK RI Nomor: 01/HP/XIX.AMB/03/2008 tanggal 10 maret 2008, ditemukan anggaran senilai Rp 4.138.598.887 yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Selain penggunaan dana blokir APBD 2006, Vanath juga diduga terlibat tindak pidana korupsi dana belanja tak terduga dalam APBD SBT Tahun Anggaran 2006 senilai Rp 1.635.328.419.

Laporan hasil pemeriksaan BPK RI Nomor: 01/HP/XIX.AMB/03/2008 berdasarkan arus keluar kas dari aktivitas operasi per 31 Desember 2006, buku perhitungan APBD Tahun Anggaran 2006 dan arus keluar kas dari aktivitas operasi per 31 Desember 2007, BPK menemukan lima kali pencairan Surat Perintah Membayar Uang (SPMU) senilai Rp 2.364.733.419 yang tidak sesuai peruntukannya, termasuk pencairan hanya menggunakan disposisi Bupati Abdullah Vanath sebesar Rp 1.635.328.419 dari total anggaran Rp 2.958.054.811.

”Padahal realisasi sebenarnya dari pencairan anggaran sebanyak itu hanya Rp 765.995.000. Dengan temuan tersebut, Abdullah Vanath harus bertanggung jawab karena patut diduga keterlibatan dirinya atas berbagai kebijakan terhadap program atau kegiatan proyek yang diaksanakan oleh SKPD-SKPD di SBT yang merugikan keuangan daerah,” tegas Tommy.

Bahkan, Abdullah Vanath juga diduga melakukan korupsi anggaran pembangunan ibukota SBT di Hunimua. Sejak tahun 2011 dan 2012 pemerintah SBT telah mengaloksikan APBD SBT sebesar Rp 100 miliar untuk pembangunan ibukota SBT di Hunimua. Namun hingga kini tidak terlihat adanya pembangunan fisik di lokasi tersebut. Bupati SBT diduga telah melakukan korupsi dana tersebut dan pelanggaran ini harus diproses secara hukum. (awa/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Petani Ghat Tuntut Ganti Rugi

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler