JAKARTA - Sekretaris Fraksi PAN, Teguh Juwarno meminta KPK harus mengklarifikasi dan membuktikan kebenaran pernyataan tersangka kasus dugaan suap alokasi Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) dalam APBN 2011, Wa Ode Nurhayati, yang menuding Wakil Ketua DPR dari Fraksi PKS, Anis Matta turut serta dalam penentuan alokasi dana itu.
”KPK harus mengklarifikasi dan tidak boleh ada tebang pilih. Kami percaya KPK akan bertindak objektif dan independen,” ujar Teguh Juwarno di Gedung DPR, Kamis (19/4).
Teguh juga mengkritik sikap KPK yang pada kasus-kasus tertentu terlihat gamang dan tidak ada kemajuan dalam penyelidikannya, seperti kasus suap pemilihan Deputi Gubernur BI dan Kasus Wisma Atlet yang juga belum memeriksa Angelina Sondakh dan Miranda Gultom walau sudah dijadikan tersangka beberapa bulan lalu.
”Saat ini publik banyak mempertanyakan kinerja KPK yang terkesan gamang, khususnya dalam beberapa kasus korupsi. Kasus penetapan tersangka Anggelina Sondakh dan Miranda Gultom, kenapa lambat sekali dan tidak ditindaklanjuti dengan penahanan dan penyidikan,” tegasnya.
Sedangkan Wa Ode sendiri sangat menyesalkan penyidik KPK yan tidak juga menindaklanjuti pernyataanya itu. ”Saya harap KPK juga masuk pada korupsi sistem, karena korupsi person itu terkadang hanya konspirasi jaringan mafia senayan yang terganggu dengan orang per orang,” ujar Wa Ode melalui release email yang disampaikan tim kuasa hukumnya, Kamis (19/4).
Menurut Wa Ode, langkah KPK yang tidak juga membongkar sistem permainan anggaran di DPR tidak akan bisa masuk pada totalitas perbaikan anggaran di parlemen. ”Kalau KPK memelusuri sistem anggaran di DPR maka KPK bisa masuk pada totalitas perbaikan anggaran di parlemen, agar bisa dihentikan dan tidak menjadi budaya sistemik, yang melahirkan korban terus menerus. Bila KPK masuk pada sistem, tentu menjadi warning bagi eksekutif dan legislatif, untuk taat prosedur. Jadi menurut hemat saya hanya dengan itu cara meminimalisir korupsi dinegeri ini,” tambahnya.
Dilanjutkan Wa Ode, yang menyalah gunakan jabatan dalam kasus DPPID tahun 2011 sesuai fakta-fakta surat menyurat adalah pimpinan Panja Tamsil Linrung, Olly dan Wakil Ketua DPR yang membidangi anggaran Anis Matta. Bukti-bukti surat menyurat yang dimaksudkannya juga sudah diserahkan ke KPK.
”Penyalahgunaan wewenangnya jelas, dan kasar. Jadi bagaimana bisa anggota yang hanya hadir rapat seperti saya, berkuasa mengalokasikan dana itu. Tahu daerah mana yang dapat dan berapa jumlahnya saja saya tidak tahu, karena data-data itu jadi rahasia pimpinan,” tegasnya.
Dituturkan Wa Ode, modus permainan yang dilakukan dengan cara menolak simulasi yang dibuat pemerintah. ”Pemerintah membuat simulasi satuan tiga, atau besaran alokasi kabupaten kota dan propinsi, sesuai dengan sistem yang dbuat dan disepakati dalam rapat panja transfer daerah.
”Dalam simulasi ini, semua kabupaten kota yang memenuhi sistem mendapat alokasi, yang tidak memenuhi kriteria, tidak mendapat alokasi. Ini simulasi yang sangat adil proporsional dari pemerintah. Namun simulasi ini kemudian ditolak para pimpinan panja daerah, yakni Tamsil dan Oli tanpa melalui rapat panja,” ungkap Wa Ode.
Kemudian, menurut Wa Ode, keduanya mengubah semua sistem yang disepakati dalam rapat panja, dan membuat alokasi hanya dengan duduk berempat diantara pimpinan banggar, karena dalam satuan tiga ilegal itu dtandatangani oleh 4 pimpinan banggar,” ujarnya lagi.
Setelah menolak simulasi pemerintah dan mengubah sistem, urai wa Ode lagi, mendadak digelar rapat internal yang dipimpin Melchias Markus Mekeng lalu menyampaikan dalam rapat kalau ia telah meminta Anis Matta untuk menyurati Menkeu RI agar menanda tangani PMK.
”Karena banggar tidak akan rapat lagi alias yang dibuat 4 pimpinan itu adalah telah final. Mereka menolak tanpa alasan, karena penolakan tanpa melibatkan forum rapat panja. Kan sudah jelas kalau ini melanggar tatib karena dalam tatib pimpinan dalam fungsi koordinasi sekalipun tidk boleh memveto rapat-rapat, karena pada intinya legitimasi masing-masing postur itu disahkan dalam rapat panja dulu, baru ke rapat badan. Tugas pimpinan hanya finalisasi, tidak boleh merubah apapun. Tapi apapun itu, saya siap jadi martir asal KPK konsisten pada semangat pemberantasan korupsi. Tidak hanya masuk pada kreatifitas korupsi populis semata, tanpa kesimpulan, dan korupsi tetap saja merajalela, dan para calo bergentayangan di DPR,” pungkas Wa Ode mengakhiri keterangan panjang lebarnya itu.
Sebelumnya Wa Ode yang menuding Anis Matta yang juga Sekjen PKS terlibat dalam penentuan alokasi dana DPPID dengan melegitimasi keputusan pengalokasian dana DPPID itu bersama dua pimpinan Banggar DPR, yaitu Tamsil Linrung dari Fraksi PKS dan Olly Dondokambey dari Fraksi PDI-P. ”Jelas dalam proses surat-menyurat, dalam sisi administrasi, yang kemudian merugikan kepentingan daerah, dimulai dari Anis Matta. Di mana, Anis Matta cenderung memaksa meminta tanda tangan Menteri Keuangan (Menkeu) untuk menandatangani surat yang bertentangan dengan rapat Banggar," tegas Wa Ode Nurhayati usai menjalani pemeriksaan penyidik KPK, Rabu (18/4).
Ia pun menuding Anis Matta memaksa Menteri Keuangan untuk menandatangani surat yang bertentangan dengan keputusan rapat Banggar. Langkah Anis ini tegasnya jelas telah melanggar kewenangannya sebagai Wakil Ketua DPR. “Tugas Anis Matta sebagai pimpinan DPR yang membidangi Badan Anggaran. Jadi seluruh prosedural anggaran dan pertimbangannya tentu beliau harus bertanggung jawab,” katanya di KPK. (ind)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Syafii Maarif: Ainun Habibie, Lautan Cinta, Samudra Sayang
Redaktur : Tim Redaksi