jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan pihaknya tetap berpijak pada Undang-undang dan aturan yang berlaku dalam melakukan penindakan melawan rasuah.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menekankan meski lembaga antirasuah itu dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi disebut sebagai eksekutif, tetapi dalam pelaksanaannya harus independen.
BACA JUGA: Polemik Larangan Bercadar di Institusi Pemerintah, Tito Karnavian: ASN Dibayar oleh Negara
Dia mengatakan, pernyataan Presiden Joko Widodo agar instansi penegak hukum tidak mencari-cari kesalahan dan memperlancar investasi harus dilihat dalam konteks yang luas.
Febri mengaku KPK sangat sepakat dengan arahan Presiden Jokowi, tetapi harus dengan pendekatan penegakan hukum yang lurus.
BACA JUGA: Duh...Ustaz Cabul Sudah Puluhan Kali Ajak Santriwati Tidur Bareng
"Pelaksanaan tugas KPK di UU jelas, meskipun KPK berada pada ranah kekuasaan eksekutif, tetapi undang-undang memerintahkan kan pada KPK. KPK dalam melaksanakan tugasnya bersifat independen dan bebas dari kekuasaan mana pun. Jadi kami perlu memahaminya secara lebih tepat dan kontekstual saya kira," kata Febri di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (1/11).
Febri melihat pernyataan Presiden Jokowi itu bukan sebagai intervensi kepada penegak hukum.
Melainkan pentingnya penegakan hukum agar ada jaminan bagi investor sejalan dengan kesejahteraan rakyat. Di samping itu, penegak hukum tak boleh pandang bulu dalam memberantas mafia hukum.
"Kalau ini yang ingin diperangi sehingga penegakan hukum itu benar-benar ada kepastian hukum sehingga ketika ada kepastian hukum investor tidak ragu untuk menanamkan modalnya, atau berinvestasi pembangunan bisa berjalan pemerataan ekonomi bisa berjalan maka itu tentu akan sangat bagus," jelas Febri.
Febri juga mengklaim bahwa lembaganya tidak pernah mencari-cari kesalahan orang dalam proses penegakan hukum. KPK, kata Febri, selalu memulai dengan bukti permulaan yang cukup.
"Saat ini tidak ada satu pun perkara yang ditangani oleh KPK itu bebas di pengadilan sampai berkekuatan hukum tetap. Satu-satunya terdakwa yang kemudian divonis lepas, ya, bukan bebas, menimbulkan perdebatan secara hukum. Sementara perbuatan pokoknya sebenarnya terbukti," jelas Febri. (tan/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga