KPK Menetapkan Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid Sebagai Tersangka 

Kamis, 18 November 2021 – 18:25 WIB
Ketua KPK Firli Bahuri. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Bupati Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan (Kalsel) Abdul Wahid resmi menyandang status tersangka suap dan gratifikasi mengenai jual beli jabatan dan pengamanan proyek. 

Abdul Wahid ditetapkan sebagai tersangka setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan bukti permulaan yang cukup. 

BACA JUGA: Bupati Hulu Sungai Utara Dicegah ke Luar Negeri Sejak 7 Oktober 2021

"Meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Selatan, Kamis (18/11).

Penetapan tersangka terhadap Abdul Wahid ini merupakan pengembangan kasus yang telah menjerat Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) HSU Maliki, Direktur CV Hanamas Marhaini, dan Direktur CV Kalpataru Fachriadi.

BACA JUGA: KPK Berharap Jenderal Andika Melanjutkan Visi Antikorupsi di TNI

Firli menjelaskan bahwa Abdul Wahid diduga menerima suap dari Maliki.

Menurutnya, suap yang diberikan itu untuk memuluskan Maliki menjabat sebagai plt kadis PUPRP HSU pada 2019.

BACA JUGA: Hasto: Cegah Korupsi, PDIP Bangun Sistem Psikotes hingga Aturan Pemilihan Ketua 

Firli mengatakan pemberian uang itu diserahkan langsung Maliki di kediamannya kepada ajudan Abdul Wahid

"Pada sekitar Desember 2018 yang diserahkan langsung," jelas dia.

Tak hanya soal jual beli jabatan, Abdul Wahid juga diduga menerima suap dari proyek-proyek di HSU. 

Pada awal 2021, Maliki menemui Abdul Wahid di rumah dinas bupati untuk melaporkan rencana paket pekerjaan lelang pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP HSU pada 2021.

Dalam dokumen laporan paket rencana pekerjaan tersebut, Maliki telah menyusun sedemikian rupa dan menyebutkan nama-nama dari para kontraktor yang akan dimenangkan.

Abdul Wahid menyetujui paket rencana ini dengan syarat adanya fee dari nilai 10 persen untuk dirinya dan lima persen untuk Maliki.

Pemberian fee yang, antara lain, diduga diterima oleh Abdul Wahid melalui Maliki berasal dari Marhaini dan Fachriadi sekitar Rp 500 juta. 

Selain itu, Abdul Wahid juga diduga menerima fee dari sejumlah proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPRP HSU, yakni Rp 4,6 miliar pada 2019,  Rp 12 miliar pada 2020, dan  Rp 1,8 miliar pada 2021.

"Selama proses penyidikan berlangsung, tim penyidik telah mengamankan sejumlah uang dalam bentuk tunai dengan pecahan mata uang rupiah dan juga mata uang asing yang hingga saat ini masih terus dilakukan penghitungan jumlahnya," kata Firli.

Abdul Wahid disangkakan melanggar Pasal 12 Huruf a atau Pasal 12 Huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 KUHP Juncto Pasal 65 KUHP.

KPK langsung menahan Abdul Wahid untuk 20 hari pertama di Rutan Gedung Merah Putih KPK. (tan/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur : Boy
Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler